Saya yakin, sebagian besar kita pasti ingin memiliki berat badan proporsional. Pun orang yang sudah kadung gemuk, pasti memendam keinginan langsing. Meski untuk mencapai keinginan (berat badan proporsional) tersebut, kerapkali tidak dibarengi dengan upaya nyata.
Akhirnya keinginan tinggal keinginan, pengin kurus hanya di angan-angan, sementara tetap saja makan ini dan itu tanpa dibatasi. Makanan apa saja disantap, olahan berminyak, bersantap, mengandung gula tak ditakar.
Mulai dari pisang goreng, bakwan sayur, tahu goreng, martabak telur, nasi goreng, gulali, sirup, aneka camilan manis campur gurihnya micin dan lain sebagainya -- silakan teruskan sendiri.
Malas bangun pagi, mengusir dingin dengan rajin menggerakkan badan, sering duduk berlama-lama saat berkegiatan, minim beraktivitas fisik. Apalagi kini era digital, semua kebutuhan bisa dipenuhi cukup memilih dan membeli serba online, kemudian dikirim sampai depan pintu rumah.
Coba bayangkan, apabila kebiasaan dilakukan terus menerus dan berlangsung dalam jangka waktu panjang, bisa-bisa setelah usia kita menua, fungsi organ tidak optimal dan mengalami gangguan.
Tidak bisa dipungkiri, gaya hidup dan konsumsi jenis asupan, sebagai (salah satu) alasan datangnya penyakit, seperti asam urat, diabetes, koleterol, hypertensi dan lain sebagainya.
Menyayangi diri sendiri, harus dimulai dari mengerem asupan, memperhatikan apa yang dikonsumsi, memilih dan memilah asupan yang bermanfaat bagi tubuh, rajin bergerak agar tubuh segar bugar.
Kenali Datangnya Signal LaparÂ
Pilih dan Pilah Asupan---Bicara masalah konsumsi makanan, harus sejalan dengan bagaimana kita menyikapi lapar yang datang. Kalau Kompasianer cermati, signal lapar bisa datang melalui beberapa sumber, sebaiknya kita fokus hanya pada satu sumber lapar saja agar bobot tubuh tidak melar.
Lapar Mata
Perhatikan ketika ngabuburit tiba sesaat jelang buka puasa, atau datang ke acara kondangan atau sedang mlipir di bazzar atau sedang acara kulineran.
Niat awal pengin sekedar jalan-jalan saja, tetapi maksud hati itu tak kuat, perlahan-lahan bergeser dan berubah setelah sampai tempat tujuan.
Melihat warna warni makanan menggoda, sop buah dengan bulat bulat kelereng daging buah dengan syrup merah, ditumpuk kuning kehijauan kerokan alpukat. Putih memanjang daging kelapa muda, lelehan kental manis diatas es batu serut, memenuhi permukaan gelas saji menawan.
Itu baru sop es lho, masih ada berderet pilihan seperti bubur sumsum, kolak biji salak, es dawet, es teller, es podeng dan makanan menarik mata lainnya.
Gara gara tak tahan dan terkesima warna-warni makanan, akhirnya jebol juga pertahanan dan membeli apa yang dilihat meski sedang tidak lapar.
Ini dia katgeori lapar mata, yaitu lapar diakibatkan melihat makanan. Padahal kalaupun kita tidak membeli dan mengonsumsi, juga tidak masalah karena lambung masih belum waktunya diisi.
Pernah dong, waktu melintasi restoran di mal atau melewati arena pujasera, atau berpapasan dengan abang nasi goreng. Tiba tiba "seeeng" aroma harum makanan yang diolah menusuk hidung, bumbu, dan rempah yang menyita pikiran membuat langah kaki sontak berhenti.
"Bang nasi goreng bungkus ya."
Padahal baru satu dua jam makan malam, rongga perut masih sesak dan rasa kenyang belum juga beranjak pergi. Lapar hidung, membuat selera makan bangkit, meskipun kalau kita teguh pendirian dan tidak dituruti ya tidak masalah.
Lapar Lidah
"Rasanya yummy, coba incip sesendok saja deh"
Ini dia nih godaan berat, apabila ditawarin incip incip makanan (tester), ketika lewat di kerumanan masa kemudian sedang ada demo masak.
Siapa tidak mau, incip-incip gratis dan makanan disodor-sodorkan petugas tester food, sontak hati ini tidak kuasa menolak. Bermula dari ujung lidah yang mencecap taste enak, akhirnya tergoda membeli satu dua bungkus untuk camilan pada saat senggang.
Lapar lidah, benar-benar ujian yang tidak ringan, apalagi bagi kita yang sedang berusaha keras menurunkan berat badan.
Lapar Perut
Perut yang sudah lapar, biasanya ditandai dengan bunyi 'kriuk-kriuk'. Signal lapar dari perut inilah, rasa lapar sesungguhnya yang harus dituruti.
Rasa lapar yang muncul dari perut, pertanda saatnya lambung minta diisi. Kalau tidak dituruti, dampaknya justru tidak bagus dan menyiksa diri sendiri.
Bagi Kompasianer yang sedang giat diet, sebaiknya makan dengan berpatokan pada signal lapar perut saja. Abaikan signal lapar yang datang dari mata, hidung, lidah atau kalau ada signal dari tempat lain, sebaiknya jangan dituruti.
Signal lapar pada perut otomatis akan hilang, setelah bunyi kriuk-kriuk lenyap, sebagai tanda kita musti berhenti makan. Saya jadi ingat pada ajaran Baginda Rasullah, mengajak umatnya untuk "makan setelah lapar dan berhenti makan sebelum kenyang."
-----
Musuh terberat diri kita, sebenarnya bukan siapa-siapa dan tidak di mana-mana, musuh itu adalah hawa nafsu yang bersemanyam dalam diri. Mau memanjakan perut dengan aneka makanan, sebenarnya bebas-bebas saja tidak ada yang berhak melarang.
Tetapi yang perlu diingat, bahwa yang merasakan akibatnya dari perilaku dan gaya hidup yang diterapkan adalah diri sendiri.
Motivator paling hebat dan keren, bukan orang lain tetapi diri kita sendiri. jadi isi otak dengan pengetahuan bermanfaat demi kebaikan diri.
Oke, sekarang sudah siap kan, hanya makan ketika perut yang memberi signal?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H