Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Suami, Sayangi Istrimu dengan Mengingat Pengorbanannya

10 Maret 2019   09:43 Diperbarui: 10 Maret 2019   09:50 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Laki-laki pada umumnya, secara fisik diciptakan lebih perkasa, memiliki otot-otot yang kuat, badannya tegap dan kekar, tahan segala cuaca dan tidak mudah tumbang.

Sementara perempuan dihadirkan berbeda, secara fisik lebih lemah, massa di ototnya tak sepadat lelaki, namun memiliki naluri mumpuni.

Setelah menikah, lelaki menjelma peran sebagai kepala keluarga, mendapat amanah mengayomi seluruh anggota keluarga. Peran perempuan sebagai istri, melengkapi tugas yang tidak dipunyai lelaki, keduanya bekerja sama mengarungi bahtera rumah tangga.

Suami tidak boleh menindas istri, karena istri dinikahi untuk dilindungi, istri bersedia bersanding karena janji manis pernah didapati. Maka saya tidak habis mengerti, apabila mendengar kabar Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dilakukan suami kepada istrinya.

Si perkasa itu tega memukul, menampar, mendorong, mengumpat, mencaci, perempuan dibawah perlindungannya dan dinikahi secara syah. Atas alasan apapun, (menurut hemat saya) tidak boleh seorang kepala keluarga berlaku aniaya dan berbuat semena-mena.

Toh kalau ada permasalahan, pasti bisa dibicarakan dan diselesaikan dengan baik-baik tanpa kekerasan yang menyertainya. Ingat lho, dampak KDRT berlaku panjang, tidak hanya pada istri semata, tetapi bisa dilihat, dirasakan, kemudian (bisa jadi) dicontoh oleh anak-anaknya.

Kebersamaan satu atap, yang melibatkan kekesaran di dalamnya, berpotensi melahirkan trauma, bibit dendam dan permusuhan. Masih pantaskah, predikat suami dan atau ayah disematkan pada laki-laki, sementara sikap dan tindak tanduknya jauh dari kodrat mengayomi.

-----

Istri adalah Perempuan yang,. -- coba ingat, moment sakral ketika akad hendak dilangsungkan, perempuan beranjak dewasa itu pamit melepaskan diri dari ayah dan ibunya. Dengan suara parau dan kalimat tersendat, menahan dada yang sesak, membuat seluruh saksi dan tamu turut hanyut dalam haru.

Wahai para suami, perempuan yang merelakan diri itu, sepenuh kesadaran bersedia berpisah dengan orangtua kandung demi hidup bersama kalian. Kalian adalah pria dipuja telah menaklukan hatinya, membuat perempuan itu sepenuhnya ikhlas menyerahkan diri hidup bersama kalian.

Renungkan dan resapi dengan mendalam,  besar pengorbanan dipersembahkan perempuan bahkan baru di awal pernikahan. Perempuan yang  kalian "ambil" dari orangtua, bersedia menemani dan mengabdi kepada kalian, dalam lapang atau sempit dalam suka maupun duka.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Laki-laki mana tidak tersanjung dan berbahagia, mendapat persembahan dan perlakuan sebegitu istimewa dari perempuan dikasihi.vMaka tidak berlebihan, apabila setelah menikah, suami membalas dengan memberi perlakuan terbaik menjaga dan melindungi belahan jiwa.

Pengorbanan Istri Menumbuhkan Rasa Sayang

Manusia cenderung dihinggapi perasaan bosan, apabila setiap hari menghadapi situasi yang monoton dari itu ke itu saja, Pun pasangan suami istri, dituntut bisa menciptakan suasana baru, agar perasaan lebih fresh sehingga kehidupan berumah tangga selalu terjaga.

Menghargai pengorbanan istri, sejatinya menjadi cara manjur suami untuk memupuk rasa sayang pada istri. Istri juga bisa melakukan hal serupa, dengan menghargai yang dilakukan suami untuknya (tapi artikel ini mengulas dari sisi suami untuk istri ya).

Kalau sesaat sebelum akad, mempelai perempuan rela berkorban demikian besar, hal yang sama berlanjut setelah pernikahan. Maka ketika janin sudah hadir di rahim istri, ini bisa menjadi bentuk pengorbanan berikutnya, kondisi ini sangat tepat untuk menanamkan rasa sayang lebih mendalam.

Sembilan bulan masa kehamilan, adalah perjuangan sekaligus pengorbanan berat dilalui seorang calon ibu muda. Banyak pantangan dilewati perempuan, mulai dari pilih dan pilah makanan, meninggalkan beberapa aktivitas atau kebiasaan disukai.

Apalagi saat memasuki bulan-bulan hendak melahirkan, beban perut semakin berat dan keterbatasan semakin dirasakan. Makhluk bernama perempuan memang luar biasa diciptakan, sanggup menjalani tahap kehamilan, bertransformasi menjadi ibu bagi anak anaknya.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Perempuan sebagai istri dan ibu, sepanjang waktu tak henti berkoban untuk suami dan anak-anak yang dikasihi. Mengurus rumah, menyiapkan segala keperluan suami dan anak-anak, menyediakan diri menampung kesah sebagai wujud kesetiaan.

Kemudian Sebagai Suami, -- tugas suami mengambil peran mencari nafkah, memuliakan istri tanpa mengecilkan perannya. Pada masa kehamilan, hingga proses kelahiran, suami bisa mendampingi dengan sepenuh hati, meringankan beban disandang istri.

Suami yang selalu ada saat perjuangan berat istrinya, mustahil tega berbuat KDRT pada pasangan dan buah hatinya. Suami yang menyadari peran perempuan di sampingnya, niscaya tak rela hati istrinya tergores oleh tindak tandung dan perangi buruknya. 

-- Wallaku'alam semoga bermanfaat-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun