Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Menjadi Suami dan Ayah Keren dari Iko Uwais

7 Maret 2019   05:50 Diperbarui: 7 Maret 2019   06:20 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya, definisi kepala keluarga keren, adalah laki-laki yang sayang dan perhatian pada anak dan istrinya. Maka ketika saya kepoin instagram Audy Item, sontak saya melihat kata keren tersemat pada diri Iko Uwais---semoga kompasianer's setuju.

"Ibu.., ..eemmm.... saya, ..serius dengan putri ibu" saya masih ingat, bagaimana deg-degannya mengucapkan kalimat ini.

Malam, ketika saya memberanikan diri, untuk (bahasa jawanya) 'nembung' atau meminta anak perempuan dari (kala itu calon mertua) seorang ibu.

Kata per kata seperti tersengal, kalimat sudah dipersiapkan dan dirangkai sedemikian baik, tiba-tiba saja lenyap tak tahu rimbanya. Detik ke detik menjadi begitu kikuk, merambat perlahan dan terasa begitu lama, bergelayut gelisah berbaur perasaan tak menentu lainnya.

Sontak saya pasrah saja, menyusun kata seadanya yang berkelebat di benak, yang penting maksud dalam hati ini tersampaikan. Seperti pasukan tempur, saya siap mendengar dan menerima jawaban apapun, atas keberanian (atau kelancangan ya) yang baru saja dikemukakan.

"kalau ibu sih, ikut saja.., terserah anaknya mau apa nggak" jawaban sang ibu seperti diharapkan, masih terngiang dan hingga kini tersimpan di bilik ingatan.

Sejurus saya menghembus nafas lega, ungkapan terdengar pertanda restu telah kami dapatkan, mengingat saya dan (kala itu) calon istri sudah berunding langkah ke depan.

Pada kesempatan baik berikutnya, saya datang mengajak dua orangtua untuk berkenalan dengan calon besan. Ibu saya sempat tidak percaya, mengingat beliau adalah orang paling "cerewet", mengkawatirkan bungsunya menjadi bujang tua keburu telat menikah.

Selanjutnya mengajak keluarga besar datang melamar, menentukan hari dan tanggal baik, guna melangsungkan akad dan resepsi sesuai kemampuan.

Suka cita tidak terkatakan, setelah penantian panjang bertemu belahan jiwa, melewati nyinyiran kanan kiri, disangsikan keberanian untuk menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun