Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Atraksi Barongsai dan Pengalaman Imlek Perdana

5 Februari 2019   10:41 Diperbarui: 5 Februari 2019   11:39 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara tambur bertalu-talu, berpadu bunyi simbal dan pukulan gong di selanya. Pada awal tahun 2000-an, bebunyian ini masih terdengar aneh di telinga saya.

Saat itu di daerah Pandegiling Surabaya, saya sedang ada keperluan, kebetulan hanya beberapa meter terdapat tempat ibadah Konghucu. 

"Dung-dung-dung-dung-dung-dung-dung-dung- CRAZZ-CRAZZ- CRAZZ- thung-thung" "Dung-CRAZZ-dung- CRAZZ -dung- CRAZZ -dung- CRAZZ - thung-thung-thung"

Kami yang berada di dalam ruangan sontak berhamburan, penasaran dengan bunyi musik dan keramaian apa yang tengah terjadi.

"Iku opo tho rek"

"Ora ngerti aku"

Saya yang berdarah jawa thotok (ayah ibu asli jawa), di usia seperempat abad kala itu, baru kali pertama melihat atraksi sejenis di depan mata.

Sebelumnya saya hanya akrab dengan kesenian reog plus kuda lumpingnya, itupun hanya bisa disaksikan pada perayaan tertentu,

"Dung-dung-dung-dung-dung-dung-dung-dung- Suara tambur terdengar paling dominan, dipukul (mungkin) pada hitungan setengah atau seperempat saking kerapnya.

Sementara bunyi "CRAZZ- CRAZZ", bunyi hasil pertemuan dua simbal bulat, guna mengimbangi tambur dan membentuk harmonisasi nada yang pas.

Satu alat musik yang tidak asing bagi saya, adalah gong ukuran kecil, "thung-thung-thung" membawa ingatan ke masa SD, setiap pelajaran kesenian untuk kelasa karawitan saya kerap pegang gong.

"Reog Cino iku, rek" tebak satu teman dengan logat suroboyoan

atraksi barongsai di sebuah pusat perbelanjaan -dokpri
atraksi barongsai di sebuah pusat perbelanjaan -dokpri
Sekelompok anak muda bermata sipit, dengan kaos seragam warna merah menyala dengan huruf kanji warna putih di bagian belakang. Mereka memakai celana putih gombrong ( mirip celana pangsi khas Betawi), di pinggang melilit kain warna hitam sebagai pengganti sabuk.

Masing - masing mempunyai tugas memegang alat musik, tempo nada dari perpaduan tiga alat musik terasa membangkitkan semangat.

Musik dimainkan mengiringi, sebuah atraksi naga buatan (beberapa saat setelah selesai, saya baru tahu namanya barongsai) yang dikendalikan dua orang.

Satu orang di bagian depan bertindak sebagai kepala naga, satu orang lainnya di ekor, mereka bekerjasama dengan kompak dan apiknya.

Naga dengan rumbai-rumbai warna merah putih kuning, memenuhi sepanjang badan hingga ekor, setiap gerakan membuat rumbai bergoyang begitu cantiknya.

Sungguh, saya benar-benar dibuat takjub, tidak sembarang orang mampu beratraksi segesit dan sekompak pemain barongsai. Keduanya musti menekan ego, tidak boleh merasa unggul dan pengin terlihat lebih, karena keduanya menjadi kesatuan.

Hari itu, bulan februari (seingat saya) tahun 2001, menjadi pengalaman pertama, menyaksikan barongsai di hari Imlek. Pusat perbelanjaan di Surabaya berhias, dipasang ornamen lampion, pohon berdaun merah dengan gantungan amplop kecil warna senada, dan ornamen khas lainnya.

Petugas di tempat keramaian publik berbusana khas Cici dan Koko, membuat suasana peringatan imlek semakin meriah dan terasa khidmat.

ornamen Imlek- dokpri
ornamen Imlek- dokpri
Selepas Orde Baru tumbang, dilanjutkan Presiden BJ Habibie, kemudian Gus Dur sebagai Presiden ke 4 Republik Indonesia. Pada pemerintahan Gus Dur, rupanya membawa angin segar (terutama) bagi saudara kita warga Tiong Hwa merayakan Imlek.

Melalui Kepres no. 6 /2000, Imlek dijadikan sebagai hari libur fakultatif (bagi yang merayakan). Hal ini menjadi tonggak bersejarah. Akhirnya Imlek dirayakan secara terbuka dan berlaku nasional, saudara kita warga Tiong Hwa bisa bersuka cita menyambut tahun barunya.

Barongsai dan Suka Cita

koleksi WAG
koleksi WAG

Februari 2019, Setelah sekian puluh kali menyaksikan atraksi barongsai, nyatanya ketakjuban saya belum juga berkurang sedikitpun, Kelihaian dua pemain barongsai,  meliuk-liukan badan, berputar, melompat dari satu balok satu ke balok lain, tetaplah memukau di mata saya.

Saat pemain  berperan sebagai kepala naga, disunggi (duduk di pundak) pemain di bagian ekor, itu sangat keren, seolah naga berdiri dan menjulurkan lidah kertas sembari menengok ke kanan dan ke kiri.

Beberapa saat kemudian, pemain yang disunggi melompat kembali seperti posisi semula, naga berjalan melata dengan lincahnya.  WHAAAAA!!! penonton kaget. Ketika kepala naga mendadak, mendekat ke satu penonton seolah hendak menggigit.

Kepala naga itu kemudian menggeleng-geleng, sontak ekspresi yang masih setengah kaget berubah tertawa dan tepuk tangan riuh. Begitu atraksi dilakukan berulang-ulang dengan variasi gerakan berbeda, yang tentu saja menerbitkan kemeriahan tak berkesudahan.

Tetabuhan tambur terus  bertalu, berpadu simbal dan gong, tarian lion semakin atraktif, sorak sorai penonton memenuhi udara.

Setiap wajah yang menyaksikan atraksi barongsai, membiaskan suka-cita mendalam, termasuk saya yang hanyut dalam kemeriahan dan kegembiraan hari raya Imlek.

Gong Xi Fa Cai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun