Dulu, ketika masih berseragam merah hati putih, setiap hari libur saya punya jadwal membantu ibu berjualan di pasar. Tugas saya adalah menata barang dagangan sebelum ibu datang, membungkus gula pasir dalam plastik kiloan, mengisi botol pembeli dengan minyak goreng curah.
Maka, ketika kembali berada di tengah pasar, atmosfir masa lampau itu meresap ke pori-pori, merasakan betapa pasar adalah denyut kehidupan itu sendiri.
"Maunya pengin pembangunan (pedestrian) cepat rampung, biar (akses menuju) Â pasar jadi lebih bagius dan rapi," ujar Inang penjual baju, yang enggan menyebut nama.
Sementara  seorang Ibu dengan anak kecil sedang berbelanja, merasakan pembangunan pedestrian menuju pelabuhan penyebrangan muara, akan menambah rapi dan tertib. Si ibu berharap, setelah pengerjaan pedestrian dan lampu jalan selesai, bisa mencoba berjualan makanan kecil yang terbuat dari singkong.
Menerawang Toba dari Rest Area Tele Geopark
Saya yakin Kompasianer pernah menyaksikan indahnya pemandangan dari atas bukit. Merasakan sejajar dan (seolah) menyentuh awan, mendekati mendung hendak menjelma hujan.
Dari menara pandang, Kawasan Wisata Tele Geopark Danau Toba Kabupaten Samosir inilah, saya bisa melihat semua keindahan dari atas, termasuk hujan dari kejauhan. Kementrian PUPR, melalui Badan Peneliti dan Pengembangan (Balitbang), telah membangun menara pandang, menjadi sarana wisatawan menikmati keindahan Danau Toba.
Tempat wisata ini juga menyediakan lima toilet wanita, tiga toilet pria dan satu toilet difabel, dilengkapi juga mushola, ruang menyusui dan area parkir yang relatif luas. Sementara pada lantai dua memiliki luas 214 m2, dibangun rumah kaca sebagai ruang serbaguna dengan kapasitas 40 orang.
Ada satu tempat di lantai dua, yang tidak boleh dilewatkan kalau sudah di sini. Adalah  balkon yang menghidupkan naluri netizen saya---hehehe, bersama dua blogger lain kami segera memasang aksi. Alhasil, tongsis dan kamera depan smartphone lebih banyak berfungsi, karena punya tugas mengabadikan selfie atau (lebih sering) groufie.