(menurut Abah) Sebagian orang masih beranggapan, santri adalah anak-anak yang mumpuni dalam ilmu agamanya. Predikat santri seolah menjadi jaminan, berakhlak dan berbudi pekerti tinggi.
Sesungguhnya santri, tidak ubahnya dengan murid yang menempuh pendidikan di sekolah umum. Yang membedakan, materi dipelajari lebih banyak porsinya di ilmu agama.
 "belum semua santri, sudah sadar dan rajin sholat atau puasanya" ujar Abah
Ada santri, yang sholatnya masih bolong-bolong. Waktu menjalankan puasa sunnah, ada yang sengaja ngumpet siang hari untuk makan dan minum. Atas alasan itulah, biasanya orang tua memasukkan anak ke Pesantren. Berharap anaknya (yang semula belum sholat) menjadi rajin sholat, yang semua puasa sering batal, menjadi lebih kuat.
Apakah selepas dari Pesantren, santri akan berubah lebih agamis, itu semua tergantung proses ditempuh si santri itu sendiri. Persis seperti anak kuliahan, yang mengambil fakuktas kedokteran jurusan doter gigi. Apakah setelah selesai kuliah, semua akan menjadi dokter gigi, tidak ada yang bisa menjamin kan.
"Pondok tidak bisa sendiri mengasuh anak dan serta merta merubah perilakunya" lanjut Abah
Orang tua punya peran sangat besar, menanam pembentukan karakter, terutama sebelum anak dikirim ke Pondok Pesantren. Sementara fungsi Pesantren melanjutkan tugas orang  tua, kemudian memperkuat mendidik santri pada bidang ilmu agama.
Saya menggut-manggut, mendengar penjelasan abah. Kemudian setiap kami membayar uang bulanan di pondok, biasanya ustad menitip pesan pada kami. Bahwa orang tua dan pendidik di pesantren, musti bersinergi untuk menguatkan anak-anak. jadi orang tua tidak bisa lepas tangan, menyerahkan anak sepenuhnya kepada ustad.
semalam saya mendapat kiriman video, dari WA group wali santri. Berisi ucapan hari santri, lengkap dengan foto anak-anak kami berkegiatan. Tak ayal, Â komentar orang tua bermunculan, Â mengucapkan rasa haru dan terimakasih kepada Ustad.Â
Hari santri (mulai tahun ini)  menjadi momentum, setidaknya bagi saya pribadi (mungkin juga orang tua lain yang anaknya  mondok).  Menyadarkan pada diri saya, bahwa tugas pengasuhan anak, focusnya tetap pada orang tuanya. Sementara ustad di Pondok, melanjutkan pengasuhan dengan tetap bersinergi dengan orang tua si anak.