Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perspektif Baru Tolak Angin, Lebih dari Sekedar Atasi Masuk Angin

14 Agustus 2018   22:11 Diperbarui: 15 Agustus 2018   08:15 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
menerobos gerimis di sepanjang Cikini Raya - dokumentasi pribadi

Saya sudah sangat hafal, dengan kebiasaan tubuh ini. Setelah sminggu diforsir kerja, biasanya langsung protes. Punggung mendadak terasa berat, seperti ada udara enggan keluar. Keadaan merembet ke pangkal leher, muncul rasa pusing, kemudian perut mual dan pengin muntah. Kalau sudah begini, bisa saya pastikan tubuh sedang masuk angin.

Untuk mengatasi masuk angin, kerokan menjadi salah satu kebiasaan saya. Masalahnya, kerokan tidak bisa dilakukan sendiri. Perlu tangan orang lain, untuk mengoleskan balsem ke punggung, menggesek pinggiran koin, sampai membentuk garis merah di kulit punggung.

Kerokan, bisa dilakukan saat kondisi sedang ideal. Tapi kalau malam terlanjur larut, istri tengah pulas dalam tidur dan mimpinya. Rasanya tidak tega, membangunkan dan merepotinya. Atau kalau sedang di tengah perjalanan, kerokan tidak bisa dilakukan seketika.

Untung saya punya Tolak Angin, obat herbal andalan saat datang masuk angin. Tidak perlu membangunkan istri, tidak perlu menahan pusing di jalan. Tinggal disobek bungkus bagian ujung, kemudian diminum dan tenggorokan terasa 'nyeees.' Badan berangsur pulih, butiran keringat muncul dari pori=pori.

Bekerja adalah Ibadah, Jangan Sia-siakan

Bagi yang sudah berkeluarga, laki-laki punya tanggung jawab mencari nafkah. Tugas kehidupan yang tidak ringan, namun mengantarkan laki-laki pada derajad kemuliaan. Bekerja adalah nafas kehidupan, sudah semestinya lelaki mensyukuri peran dan fungsi tersebut.

Sebagai kepala keluarga, tanpa alasan memberatkan (misal sakit parah) pantang hanya berpangku tangan. Jatuh harga diri sebagai lelaki, karena tidak mengambil peranan yang seharusnya diemban. Lelaki yang menyerahkan tugas pencarian nafkah, kepada istri sang tulang rusuk. Berarti sengaja merendahkan diri sendiri, menelantarkan kemampuan hebat dimiliki.

Secara kodrat, pria dimampukan bekerja lebih keras dari perempuan. Dianugerahi fisik kuat dan kekar, simbol sanggup melindungi anggota keluarga. Mungkin Kompasianers pernah membaca, puisi Sang Nabi - perihal kerja, karya Kahlil Gibran, berikut saya cuplik sebagian

Selama ini kau dengar orang berkata, bahwa kerja adalah kutukan

Dan susah payah merupakan nasib, takdir suratan

Tapi aku berkata kepadamu bahwa bila engkau bekerja

Engkau memenuhi sebagian cita-cita bumi yang tertinggi

Yang tersurat untukmu, ketika cita-cita itu terjelma.

Dengan menyibukkan diri dalam kerja, hakekatnya engkau mencintai kehidupan.

Mencintai kehidupan dengan bekerja, adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam

Bekerja adalah fitrah kehidupan itu sendiri, setiap orang yang bekerja akan memetik hasil sendiri-sendiri. Bekerja yang diniatkan ibadah, membuat hati senang menjalani.

Mematuhi aturan ditetapkan, tidak sikut sana sikut sini demi keuntungan pribadi. Nafkah dibawa pulang untuk anak dan istri, persembahan terbaik sumber kebahagiaan.

Segala kesulitan menghadang di tengah, dengan tegar dihadapai tanpa rasa gentar. Meyakini segala jerih payah, kelak akan dipertanggungjawabkan di hari pembalasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun