Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyerap Energi Baik dari yang Paling Dekat

9 Agustus 2018   08:19 Diperbarui: 9 Agustus 2018   09:37 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mendapat kesempatan berbagi - dokpri

 

"Ibuu.., Adik bisa naik sepeda" teriak gadis kecil girang.

Butuh waktu sekitar empat hari, sampai akhirnya gadis kecil itu bisa naik sepeda. Kami latihan sekitar satu jam pada sore hari, di taman depan perumahan. Awalnya telapak kaki kanan bertengger di pedal, sementara kaki kiri menopang di tanah. Satu dua kayuhan, diringi dua roda sedikit berputar.

Sambil sepeda bergerak, kaki kiri perlahan pindah ke atas pedal. Sepeda mendadak oleng, kaki kiripun kembali ke posisi semula. Berulang hal sama dilakukan, bahkan sempat terjatuh. Betis dan dengkul baret-baret, muka si gadis memerah menahan tangis.

"Adik pasti BISA" Saya menyemangati

Kalimat si ayah, seolah mengalirkan energi. Semangat berlatih bangkit, hingga gadis kesayangan bisa mengayuh sepeda.

Setiap kita bergerak otomatis membutuhkan energi, sekaligus menghasilkan energi baru juga. Seperti bumi bergerak membutuhkan energi, sekaligus menghasilkan energi baru. Perputaran bumi mengelilingi matahari, menjadikan pepohonan tumbuh dengan subur, air mengalir, angin berhembus dan kelangsungan kehidupan terjaga.

Energi sebagai sumber kehidupan,  tugas manusia berperan sebagai pengelola. Apakah menjadi energi baik atau buruk, tergantung manusia itu sendiri menyikapi.

akhirnya bisa naik sepeda- dokpri
akhirnya bisa naik sepeda- dokpri

Energi Baik Ada di Sekitar
Saya meyakini, bahwa hukum sebab akibat berlaku di dunia ini. Bahwa orang tidak serta merta beruntung, tanpa sebab kebaikan pernah diperbuat. Orang tidak mendadak malang, tanpa sebab kedholiman (sadar atau tidak) pernah dilakukan.

Bulan Agustus tahun ini, bertepatan dengan hari raya Idul Adha. Saya ingat kisah Mak Yati, pemulung yang tinggal di rumah reyot pinggiran kawasan Tebet.

Nenek kelahiran 1947, sempat menjadi buah bibir enam tahun silam. Salim Segaf Al Jufri, Menteri Sosial kala itu, menghadiahi sebuah rumah serta modal usaha. Ganjaran diterima Mak Yati dan suami, tidak begitu saja jatuh dari langit. Ada budi ditanam, disertai niat ikhlas tak mengharap balasan.

Sebagai pemulung, penghasilan Mak Yati dan suami tidak seberapa. Serupiah dua rupiah hasil memulung dikumpulan, terkumpul sampai tiga tahun berjalan. 

Hari Raya Idul Adha tahun 2012, dua ekor kambing diserahkan ke sebuah masjid di daerah Tebet -- Jakarta Selatan. Tujuan berkurban cukup sederhana, ingin memberikan daging setelah 47 tahun hidup di Jakarta selalu mendapat jatah daging.

Buah keikhlasan itu, Mak Yati dan suami punya rumah di kampung halaman. Sebidang kebun untuk bercocok tanam, menjadi gantungan hidup menghabiskan sisa usia.

Masa berlalu, cerita berputar silih berganti. Sosok inspiratif penebar energi baik, selalu lahir dan tidak akan ada habisnya. Mungkin Kompasianer ingat nama Raeny, anak tukang becak peraih lulusan terbaik Universitas Negeri Semarang. Keberuntungan menyelimuti gadis bersahaja, berikutnya menyabet beasiswa study S2 di University of Birmingham Inggris.

Satu nama masih hangat diperbincangkan dari dunia atletik, Lalu Muhammad Zohri sprinter tercepat dunia kelas junior. Zohri anak yatim piatu hidup serba pas-pasan, menyandang prestasi tingkat dunia, setelah ketekukan berlatih dalam keterbatasan dijalani.

sumber foto ; Mak Yati - Vivanews, Raeny dan Zohri - tribunnews
sumber foto ; Mak Yati - Vivanews, Raeny dan Zohri - tribunnews
Tiga nama saya sebutkan, adalah sedikit dari sosok pencerah di tengah kesulitan dialami. Saya yakin masih banyak nama tak kalah inspiratif, belum atau tidak muncul ke permukaan. Siapapun sosok inspiratif di sekitar kita, bisa menjadi energi yang mengilhami orang lain. Bisa memotivasi orang lain, berusaha lebih baik, bermanfaat bagi sesama.

Energi Baik Ada di Lingkungan Terdekat
Pagi belum terlalu sempurna, muadzin masjid belum juga mengumandangkan adzan subuh. Perempuan paruh baya, berkutat di panggung kehidupan. Dapur sederhana, daerah kekuasaan setiap pagi. Bersiap membuka hari baru, bersama kepala keluarga dan buah hati dikasihi.

Dini hari itu tampak berbeda, gerakan tidak segesit hari-hari biasanya. Sesekali merebahkan tubuh di balai bambu, menepis rasa sakit ditanggung badan. Tak sampai lima menit bangkit, berkutat kembali dengan pekerjaan. Kepayahan jelas terpancar di wajah, saya lihat dari air muka yang sedikit pucat.

Perempuan tangguh itu adalah ibuku, orang paling pertama bangun sebelum suami dan anak-anak membuka mata. Berjibaku di depan tungku, menyiapkan asupan lambung seisi rumah, sebelum berangkat menyambut hari.

Kejadian jelang pagi, tidak pernah saya lupakan seumur hidup. Memantik sebuah energi, menyeruakkan tekad yang tidak saya sadari. Selepas sekolah menengah atas, saya bertekad tidak ingin membebani orang tua. Energi muda saya kerahkan, untuk mandiri berdiri di atas kaki sendiri.

Puluhan tahun berselang, jelang subuh tak terlupa kembali terulang. Di ujung usia kehamilan sembilan bulan lebih, kami pasangan muda masuk ruang persalinan. Detik ke detik berjalan pelan, campur aduk perasaan semakin tidak karuan. Ini adalah momentum, kami para lelaki tidak bakal pernah merasai.

Menjadi seorang ibu, bertaruh nyawapun ditempuh. Susah payah berjuang, demi kelahiran buah hati dinanti. Saya berdiri menyemangati, menyambut datang jabang bayi. Akhirnya tangis itu pecah, tanda tiba makhluk mungil paling dinanti.

Pada tahun keenam tahun usia pernikahan, kebahagiaan terasa lengkap. Dua anak mengisi hari ke hari, memendar semangat dan warna hidup baru. Kejadian jelang pagi menegangkan, rupanya memantik energi sang suami. Berjanji memberi persembahan terbaik, dibawa pulang untuk anak istri.

 "Sebaik-baik kalian, (adalah) yang sikapnya paling baik terhadap perempuan --perempuan (ibu, istri, anak perempuan) mereka" (HR Tirmidzi)

Energi Baik itu Ada dalam Setiap Diri
Manusia makhluk istimewa, memiliki kemampuan melebihi makhluk lainnya. Akal pikiran muasal keistimewaan itu, dianugrahkan manusia sebagai pengelola semesta. Setiap orang berkesempatan sama, melejitkan potensi di dalam dirinya. Bahwa energi baik bisa lahir, tidak perlu jauh-jauh karena ada di dalam setiap diri.  

Setiap kita bisa menggali energi, melalui kisah inspiratif berseliweran sepanjang waktu. Lewat kisah Mak Yati, perempuan papa berhati samudra. Kisah Raeny, anak tukang becak pantang berkecil hati. Atau Zohri lelaki bersahaja dalam semangatnya.

Kisah pemantik energi, bisa didapati dari orang paling dekat. Mengingat pengorbanan orang tua, kesetiaan pasangan hidup, kehadiran buah hati atau siapapun yang bersinggungan di kehidupan.

Saya menyerap energi baik, dari ibu, dari istri, dari anak-anak. Mengelola energi tersebut, untuk belajar dan berusaha menjadi anak berbakti, menjadi suami yang mengayomi istri, menjadi ayah menyayangi anak-anak. Sumbu energi baik, bisa menyala dari lingkungan terkecil yaitu rumah. Agar lelaki penjemput nafkah, keluar rumah dengan semangat mengganda.

Menggali Energi Baik Semampunya
Setiap orang, memiliki cara sendiri mengelola energi diri. Sesuai  bakat dan minat, berekspresi dan menyampaikan pesan kepada orang lain. Menulis, adalah cara saya untuk mengeskpresikan ide dan gagasan. Menemukan ide sebuah tulisan, bagi saya seperti menemukan energi baru.

mendapat kesempatan berbagi - dokpri
mendapat kesempatan berbagi - dokpri
Menuliskan ide kemudian memposting di blog, menjadi cara saya menyebarkan energi. Sementara kemanfaatan dari tulisan tersebut, biarlah orang lain yang menilainya. "Menulislah, dan biarkan tulisanmu mengalir mengikuti nasibnya," quote dari Buya Hamka ini, selalu saya ingat dan pegang. Saya tidak terlalu risau, dengan sedikit jumlah pembaca tulisan. Karena saya yakin, sebuah tulisan punya cara sendiri menemui pembacanya.

membuat buku antologi- dokpri
membuat buku antologi- dokpri
Dari beberapa tulisan, setidaknya dua artikel saya sudah masuk dalam buku antalogi. Meski belum punya jam terbang tinggi, beberapa forum kecil saya datangi, sebagai tempat tempat berbagi pengalaman menulis.

Apakah selesai sampai di sini?

Yang saya lakukan, baru setitik air di padang sahara. Masih terlalu sedikit saya perbuat, dibanding waktu telah saya lalui di dunia ini.

Selama nafas dikandung badan, perjalanan ini belum sampai pada kata selesai. Melanjutkan jalan telah ditempuh, sebagai pilihan tidak bisa dihindari. Menyia-nyiakan energi, adalah sebuah kerugian besar dalam hidup. 

Pasalnya, waktu di dunia terbatas, kita tidak bisa mengulang setelah waktu terlewat. Menyerap energi di sekitar kita, kemudian mengelola dan melahirkan energi baru dari dalam diri, adalah sebuah keniscayaan.

 So, jangan sia-siakan pendar api energi dalam diri. Energi itulah, akan melejitkan potensi di dalam diri setiap kalian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun