"TIDAK !" batin ini protes.
Untuk alasan menghindari obesitas, serta tidak ingin sakit seperti satu tahun lalu. Akhirnya saya rela, menahan tidak makan menu kesukaan.
Memang bukan pekerjaan mudah, tapi kalau sudah diniati, semua tantangan harus dijalani. Ramadan kedua program diet, mindset ini akhirnya mulai terbentuk. Saya terus berusaha tidak tergoda, aneka menu terhampar di meja saji.
Air putih menjadi andalan, sesaat setelah kumandang adzan maghrib terdengar. Saya kuat minum dua gelas -- ukuran sedang--- air putih sekaligus, diselingi menguyah beberapa butir kurma. Setelah itu break sholat, memberi kesempatan pencernaan menyesuaikan diri. Selesai menegakkan sholat tiga rakaat, Â dilanjutkan makan buah baru menyantap makanan utama.
Olah raga di bulan Ramadan tetap dilakukan, dengan memilih waktu yang relatif aman. Setengah jam sebelum berbuka, menjadi waktu cukup ideal untuk berolah raga. Â Sekitar duapuluh lima menit senam atau gerak badan, berhenti lima menit sebelum berbuka.
Atau kalau mau lebih leluasa, bisa olah raga malam selesai taraweh. Sekitar jam sembilan malam, bisa push up, sit up dan gerakan untuk membentuk otot perut.
Saya mencari referensi perihal gaya hidup sehat, dari membaca artikel dan atau melihat video di youtube. Â Menyimak para pelaku hidup sehat yang terbukti berhasil, membuat semangat hidup sehat kembali berpendar. Mereka telah mendapati badan lebih sehat, dengan berat yang lebih ideal pastinya.
Maka Ramadan tahun ini, saya punya tantangan lebih untuk mengalahkan diri. Adalah menahan lapar dan haus di siang hari (selain ucap dan sikap), juga menahan sembarang asupan pada  malam hari. Menjalani puasa dan menjalani diet, keduanya butuh upaya keras untuk menaklukan ego diri.
Dengan tinggi sekitar 177 cm, saya canangkan target berat badan di angka 77 kg. Satu bulan disiplin dengan asupan, pada malam lebaran saya menimbang berat badan. Hati ini berbunga-bunga, mendapati bobot badan turun melebihi target ditetapkan.