Saya dan istri, adalah produk keluarga jaman dulu. Saya dengan setengah lusin saudara, sementara keluarga istri lebih banyak jumlah saudaranya (dibanding keluarga saya). Semasa kecil senang punya banyak kakak, setelah dewasa dan berkeluarga sangat jarang bisa berkumpul.
Saya bungsu tinggal di Tangerang Selatan, lima kakak lainnya berpencar di kota berlainan. Berjumpa secara fisik, menjadi hal yang mustahil dilakukan. Meskipun sekarang -- dengan kecanggihan teknologi -- ada Group WA, ada saja kakak yang tidak update teknologi, hehehe.
Setelah puluhan tahun tidak ketemu, pada awal tahun 2017 keturutan juga bersua saudara kandung secara berbarengan. Gara-gara keponakan -- anak dari kakak nomor dua -- menikah, menjadi alasan untuk ngumpul. Sungguh, kebersamaan menjadi hal yang begitu istimewa.
Sementara saudara dari istri, tinggal di daerah seputar Jabodetabek. Alasan jarak tidak terlalu berat, untuk  sesekali membuat janji bertemu. Bulan Ramadan, menjadi moment mengeratkan tali persaudaraan. Kalau kelamaan tidak bertemu, yang ada anak-anak jadi segan dengan Pakde budhe atau paklik dan bulek. Bahkan dengan saudara sepupu, juga cenderung tidak akrab kalau lama tidak bersua.
Perhatikan Hal hal ini Saat Buka Puasa Bersama Keluarga
Nah, buka puasa bersama (bukber) dengan keluarga besar, bisa menjadi acara yang perlu diadakan --meski hanya sesekali. Agar bisa akrab dengan saudara ipar, dengan sepupu, dengan Pakde Bude dan Paklik Bulek. Agar suasana bukber tidak rusak, ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan.
Buat Panitia Kecil Acara Bukber
Sesederhana apapun sebuah acara, perlu dibuat panitia agar pekerjaan lebih rapi dan ada penanggungjawabnya. Acara yang melibatkan saudara, biasanya -- terutama saudara muda ke saudara tua-- ada sikap sungkan mengemuka. Â Kalau saudara tua punya sifat kurang peka, bisa-bisa semua pekerjaan dilimpahkan ke adik-adiknya.
Pembentukan panita kecil, untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya pelimpahan pekerjaan pada satu orang saja -- biasanya saudara muda. Â Kalaupun misalnya ada saudara yang benar-benar tidak bisa terlibat -- hanya bisa datang saat acara--, ada kompensasi yang musti ditanggung, tentu dengan kesepakatan bersama.
Kesepakatan Tentang Menu
Menu makanan, hal paling utama untuk acara yang melibatkan banyak orang. Lucu kan, kalau ngumpul bareng saudara tapi makan angin doang #eh. Etapi, artikel ini tentang buka puasa bersama, jadi pasti ada unsur makanannya , hehehe.
Selera makan setiap orang pasti berbeda, apa yang hendak dipilih menjadi menu berbuka perlu dibahas dan disepakati bersama. Fungsi dari sie konsumsi berperan di sini, perlu mengakomodir semua masukan kemudian menyaring menu mana yang bisa dan atau tidak bisa disediakan.
Tapi pada umumnya, apapun jenis bahan makanan dengan mudah bisa didapatkan di pasar atau bisa beli matang dari warung. Kecuali untuk yang alergi pada jenis makanan tertentu, perlu mendapat perhatian lebih.
Tak bisa dipungkiri, meskipun sudah ada tugas kepanitiaan atau pembagian kerja dalam acara bukber. Berperan sebagai tuan rumah -- sebagai tempat acara bukber--, biasanya mempunyai tugas agak berlebih. Memantaskan rumah yang akan didatangi saudara, siap direpoti dengan urusan masak memasak. kalaupun sepakat membeli masakan, sang tuan rumah tetap menyiapkan peralatan makan.
Saya yakin, diantara semua peserta bukber, --bagaimanapun juga-- tuan rumah tetap direpotkan. Perlu kesadaran keluarga yang terlibat, menimal ikut membersihkan peralatan yang dipakai keluarga masing-masing. Atau kalau anaknya menumpahkan makanan dan atau minuman, si orang tua bergegas untuk membereskan---agar tuan rumah tidak repot.
Bawa Mainan Anak Seperlunya
Nah point ini, penting sekali bagi kita orang tua mengajarkan pada anak untuk bisa menahan diri. Kita orang tua, mungkin punya rasa bangga bisa membelikan mainan yang canggih dengan harga selangit. Tapi untuk dibawa ke acara keluarga, sebaiknya dipertimbangkan baik-baik, sembari menjaga perasaan saudara lain -- terutama yang belum beruntung secara finansial.
Apa yang anak-anak lihat, entah mainan, entah gadget, entah pakaian dan lain sebagainya yang dipakai saudaranya. Biasanya memberi dampak psikologis, membuat anak memutuskan apakah akan membaur dengan sepupunya atau menjauh -- sewaktu kecil saya mengalami sendiri hal ini.
Kalau anak mupeng, Â seusai acara akan merengek pada orang tua, minta dibelikan maianan yang sama dengan sepupunya. Kalau orang tua ada uang berlebih sih tidak masalah, kalau sedang berhemat untuk kebutuhan lainnya kasihan kan
Masih ada kaitan dengan point sebelumnya, nilai yang kita tanamkan pada anak-anak --setidaknya --akan tampak saat berkumpul dengan sepupunya. Kalau (misalnya, sekali lagi misalnya) anak suka memamerkan mainan ke orang lain (semoga tidak terjadi), masih bisa kita tidak ambil pusing. Tapi kalau dipamerkan ke saudara sendiri, akhirnya membuat si saudara rendah diri, efek jangka panjang akan dijalani lho -- sekali lagi hal ini terjadi pada saya sendiri.
Maka, nasehati anak-anak agar tidak suka pamer, ajak sewajarnya dalam bersikap atau merespon sesuatu yang kurang berkenan. Bukankah Nabi junjungan kita Muhammad SAW, mengajarkan sikap sederhana dalam segala hal. Moment puasa dengan acara bukbernya, sudah seharusnya sejalan dengan niat kita orang tua, mengajak anak-anak mencontoh teladan baginda Nabi.
Saya yakin, masih banyak hal lain belum terangkum di artikel ini. Kalau Kompasianer ada ide, bisa lho membuat artikel tambahan untuk melengkapinya. Pada akhir tulisan, perkenankan saya menyampaikan selamat menjalankan ibadah puasa, mohon maaf lahir dan batin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI