"Ayah, nanti sore buka puasa pakai apa ?" Kalimat tanya ini, kerap dilontarkan gadis mungil yang -- setahun lalu-- baru belajar puasa sehari penuh. Selesai menjalankan sholat ashar, seperti memasuki tahap terakhir puasa pada hari tersebut.
"Memang Adik maunya beli takjil apa?" Saya sambut pertanyaan, dengan jawaban yang balik bertanya. Saya beri kebebasan memilih makanan kesukaan, agar buka puasa menjadi waktu yang exited.
Jam setengah lima sore, setelah anak-anak mandi, biasanya dilanjutkan dengan jadwal keliling atau ngabuburit mencari takjil untuk membatalkan puasa. Sepanjang jalanan dipenuhi aneka panganan, ada yang menjajakan kolak, bubur sumsum, kelapa muda, es campur, pecel madiun, aneka gorengan, dawet hitam, asinan betawi, ayam goreng dan banyak makanan lainnya.
Melihat wajah anak berseri-seri, sungguh mengalirkan rasa bahagia yang mendalam. Menumbuhkan semangat puasa dalam diri anak-anak, pasti menjadi tugas yang tidak ringan. Saya ingat, dulu puasa sehari penuh setelah duduk di kelas tiga SD, itupun masih banyak batalnya.
Bulan puasa sebagai bulan 'ngalap berkah,' memang begitu kenyataannya. Jualan makanan apapun, dijamin lebih banyak laku daripada mubazir. Saat berbuka, adalah saat keberkahan itu bisa dirasakan siapapun tanpa terkecuali.
Bahkan bagi yang sedang bokek sekalipun, tinggal pergi ke masjid akan tersedia menu berbuka. Masjid -- masjid membuka pintu lebar-lebar, bagi siapapun untuk berinfaq khusus untuk menu berbuka. Sekaligus mempersilakan siapapun, ikut menikmati menu buka tanpa pandang bulu.
-00o00-
Keseruan berburu takjil, menjadi cerita tersendiri bagi anak-anak. Sebelum hari pertama puasa datang, anak-anak sudah memutar kejadian setahun lalu. "Ayah, nanti adik mau beli kolak aja pas hari pertama, hari kedua es buah," ujar gadis usia tujuh tahun ini.
Moment berburu takjil, rupanya menjadi saat ditunggu pada hari puasa tiba. Kalau anak-anak bergembira menyambut puasa, pasti akan menjalankan dengan penuh suka cita.
Tapi sejak dua puasa dua tahun terakhir, takjil dan menu buka puasa saya berbeda. Atas alasan menjaga kesehatan -- karena pernah periksa dokter dan kena hypertensi dan gula darah--,maka saya tidak mau sembarang pilih menu konsumsi. Â Saya tetap bisa merasakan keseruan berburu takjil, meski saya membeli takjil ditempat lain.
Kalau anak-anak masih suka yang manis, biarlah mereka masih kecil dan tubuhnya masih butuh aneka asupan, sementara saya ayahnya, memilih membeli kepala muda murni untuk berbuka. Saya sengaja pesan kelapa yang agak tua, agar dagingnya tebal dan mengenyangkan saat disantap.