Layaknya perilaku pembeli pada umumnya, ibu (bisa jadi, pura-pura) pergi menjauh. Bermaksud mencari pembanding, untuk barang serupa di lapak lainnya.
Padahal, menjauh setelah manawar, sebagai strategi gertak sambal. Berharap penjual menahan langkah, kemudian menurunkan harga, syukur-syukur tawaran disetujui.
Namun maksud ibu, tidak beroleh tanggapan. Penjual hiasan dinding, tetap saja bergeming dengan keputusannya.
Usai subuh, di seberang pagar besi pembatas pelataran di Masjid Nabawi. Tumpah ruah pedagang, layaknya pasar kaget di daerah pinggiran Jakarta, atau kota besar lainnya.
Penjual menggelar dagangan, di atas kain atau karung tebal. Ada juga, pedagang menjajakan dagangan dengan alat besi untuk jemuran.
Aneka macam dagangan dengan mudah ditemui, mulai dari sajadah, mukena, tasbih, kerudung segitiga, tas untuk mukena, gamis (laki/perempuan), peci, sandal, mainan anak, souvenir, dan masih banyak lagi yang lainnya.
"Sepuluh riyal."
Ibu balik langkah, menghampiri lapak  yang semula ditinggalkan. Menegaskan kembali, penawaran yang telah dicetuskan. Atas pilihan sikap ibu yang balik kucing,  (saya menebak) penjual merasa menang 1 -- 0 (hehehe)
"Dua, Duapuluh lima riyal."
Sang penjual akhirnya goyah, sudi menurunkan harga jual awal. Sepertinya tak rela, calon pembeli membatalkan proses jual beli.
Ibu mengangguk, menyepakati harga diberikan penjual. Perempuan berkulit legam, bergegas membungkus barang yang diingini pembelinya.