Sebagai orang tua, saya pernah bertanya pada diri sendiri. Apa yang dibutuhkan anak-anak?
Uang banyak. Anak-anak belum terlalu butuh, karena mereka tidak tahu menahu, mau berbelanja apa. Kebutuhan anak, baju seperlunya, makan secukupnya dan mainan . Kalaupun punya uang, mereka belum punya ilmu tentang management keuangan.
Menu lezat di restoran mahal. Duh, seberapa banyak sih, porsi makan seorang anak. Sepiring penuh, juga belum tentu habis. Saya kerap, menghabiskan sisa makan anak-anak.
Meski, menu nasi putih dan tempe atau telur ceplok. Atau sesekali, berkesempatan makan di restoran. Tetap saja, jatah makan si anak, orang tua bertugas menghabiskan. Makanya, kalau makan di luar, saya jarang pesan---hehehe.
Atau, anak butuh aneka mainan canggih. Pengalaman saya nih, secanggih atau sesuka apapun anak terhadap mainan. Paling lama, seminggu (biasanya) mereka mulai bosan. Â Kalau sedang senang-senangnya, mainan dibawa kemana-mana. Kesenggol ini dan itu, jatuh atau ketatap. Belum genap tujuh hari, mainan yang dibeli rusak dan ditinggalkan.
Kalau semua tidak terlalu butuh, lalu apa kebutuhan anak?
Jawabnya adalah perasaan bahagia. Ya. Bahagia, sebuah perasaan, yang tidak bisa diukur, dari mahalnya makanan apa yang dikonsumsi, bagusnya pakaian yang dikenakan atau canggihnya mainan yang dimiliki.
Perasaan bahagia pada anak, dihadirkan dan diupayakan oleh orang tuanya. Melalui perhatian yang cukup, kasih sayang yang tulus, sikap dan perilaku yang mengayomi.
Perasaan bahagia, punya andil sangat besar pada diri setiap anak. Sebagai kebutuhan dasar, dalam masa tumbuh kembang seorang anak. Perasaan bahagia, berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental seorang anak.
Saya beruntung, pernah hadir dalam sebuah acara bertajuk 'Grow Happy.' Mencerahkan pikiran saya, untuk berusaha mempersembahkan kebahagiaan bagi anak. Caranya, Â ya, orang tua musti berusaha, menciptakan lingkungan yang kondusif.