Stigma pesantren, pada sebagian masyarakat Indonesia, masih dipandang sebagai lembaga pendidikan agama dengan ciri tradisional. Anak pesantren, diidentikkan dengan baju koko, kopiah, sarung dan celana kain cingkrang.
Kalau ingin menyaksikan, Pondok Pesantren (Pontren) dengan sudut pandang baru, Kompasianers, musti datang ke International Islamic Education Exhibition (IIEE) 2017, yang diselenggarakan di ICE BSD Serpong Tangerang Selatan.
IIEE 2017, diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Islam Kemenag pada 21- 24 November 2017, dibuka oleh Wapres Jusuf Kalla.
Dalam ajang IIEE 2017, Kompasianers dapat melihat miniatur Pontren di Indonesia. Betapa setiap Pontren, memiliki karakternya masing-masing, bahkan dikelola dengan sentuhan digital modern.
Saya sudah ke IIEE 2017, melihat sendiri, ada sistem yang dinamakan "Pangkalan Data Pontren."
Pada sistem ini, pengunjung bisa search, seluruh Pontren yang ada di Indonesia. Data tersimpan, saat ini sudah mencapai 29 ribu lembaga Pontren.
Apa sudah lengkap? Tentu belum. Kemenang membuka kesempatan seluasnya, bagi Pontren yang belum terdata, untuk mendaftar dan memasukkan datanya.
-0-
![booth isantri-dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/24/2-iiee-5a1756b29f91ce5f3744bcd2.jpg?t=o&v=770)
Saya menemui Mas Ferdy, dari Aksaramaya sebagai pengembang isantri. Isantri sebuah aplikasi, berisi ebook yang bisa dipinjam user, layaknya sebuah perpustakaan digital.
Caranya mudah, cukup download aplikasinya melalui Play Store, kemudian regristasi dan bisa melihat koleksi ebook.
Waw, lebih praktis dan efisien, tidak perlu keluar ongkos pergi ke perpustakaan, hanya bermodal kuota saja.
User isantri, bisa meminjam ebook , sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku. Saat ini, tersedia lebih dari 1000 judul kitab dan buku.
![aplikasi isantri-dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/24/3-iiee-5a17569fda14f92ad75f58f2.jpg?t=o&v=770)
Aplikasi isantri, sudah diluncurkan pada bulan November 2016, sejauh ini didownload oleh sekitar 23 ribu.
-0-
Ajang IIEE 2017, mempertemukan saya dengan Ibu Zubaidah, pemilik Pontren Agropreneur At Taufik. Pontren At Taufik berdiri tahun 1991 di Bekasi, saat ini memiliki 100 santri, sebagian besar yatim piatu dan kaum dhuafa.
Selain belajar, santri dididik menjadi argropreneur. Tampak beberapa produk dipajang, seperti pupuk cacing, tanaman herbal dan organik. Saat saya menilik lebih jauh, ada juga ternak ikan lele.
![Ibu Zubaidah-pemilik Pontren At Taufik -dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/24/5-iiee-5a1756d72599ec5290664c12.jpg?t=o&v=770)
Cacing yang mengonsumsi kotoran sapi, nah kotoran cacing dijadikan pupuk. Sementara cacing sendiri, dipanen untuk dijual sebagai bahan obat atau pil cacing.
Sejauh ini, Pontren At taufik, bisa menghasilkan pupuk rata-rata 10 kuintal per bulan. per pax pupuk, dijual Rp 15 ribu. Sedang untuk ternak cacing, setelah panen dijual Rp. 50.000,-per kilo.
Sungguh, saya dibuat takjud dengan kegiatan Pontren At Taufik. Pada booth yang sama, dibawa juga aneka tanaman Herbal dan Organic.
Seperti tanaman Keladi tikus, sebagai bahan obat untuk mengobati penyakit kanker. Tanaman Sambiloto, bahan untuk pengobatan darah tinggi, diabetes, sakit pinggang. Ada pohon ungu, sebagai bahan untuk pengobatan gula darah dan ambein.
Sementara itu ada pohon sambung nyawa, berkhasiat mengobati segala jenis penyakit. Pohon jinten, obat untuk panas dalam dan sariawan. Pohon dewa, bisa dimanfaatkan daun dan umbinya, untuk mengatasi sakit kanker dan sakit pinggang.
Aneka pohon herbal, dijual dengan kisaran 10 -- 25 ribu.
-0o0-
Kemenag bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI), untuk melakukan advokasi pesantren. Baik dari sisi management, penguatan usaha, pendampingan pemasaran.
Hal ini penting, demi meningkatkan kualitas pesantren, agar para kiai memiliki totalitas dalam mengajar.
Selama ini, selain mengajar, lazimnya Kiai memikirkan operasional Pontren. Dengan adanya kerjasama bersama BI, Kiai bisa focus mengajar, sementara BI melakukan penguatan dari sisi unit usaha.
![Dr. Ahmad Zayadi, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kemenag- dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/24/6-iiee-5a1756e53c2c7520d35dc152.jpg?t=o&v=770)
IIEE 2017, membuka paradigma baru saya tentang Pesantren. Ajang keren ini, sebagai sebuah strategi kebudayaan, untuk mengenalkan pesantren, dengan bahasa masyarakat di luar pesantren.
![Penyerahan Plakat dari Kompasiana kepada Dr. Ahmad Zayadi, -dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/24/7-iiee-5a1756b7516995393e069042.jpg?t=o&v=770)
Trend menggembirakan tengah terjadi, Pontren Indonesia kini diminati oleh santri dari Sudan dan Arab Saudi.
Islam Indonesia, perlu diperkuat dengan karakter kesantunan dan perdamaian. Agar  menjadi kiblat, bagi keberagaman islam dalam tingkat global.
Pontren di Indonesia, memiliki lima syarat, yaitu ada Kiai, Santri, Asrama, Masjid/ Musholla. Kajian Kitab. Sementara ruhnya, dua diantaranya NKRI dan Nasionalisme.
Kalau ada Pontren yang radikal, bisa dipastikan, Pontren tersebut belum terdata di Kemenag.
Pengembangan pesantren, tidak semata lembaga pendidikan, lembaga agama, dan sosial kemasyaratakan. Pesantren menjadi katalisator, melembagakan tradisi agung sampai kapanpun dilesatrikan.
Hari ini, adalah hari terakhir IIEE 2017. Bagi Kompasianers, yang punya rencana, untuk mendaftarkan anak di Pontren, ajang IIEE sangat recommended. Saya jamin, tidak nyesel dberkunjung. -- salam Santri Millenial-