Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingat Janji Akad untuk Mempertahankan Pernikahan

20 September 2017   10:26 Diperbarui: 20 September 2017   10:56 2403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mempelai pengantin sedang berbahagia- dokpri

Dalam gambar saya terima, kegembiraan tampak jelas terpancar, kedua mempelai begitu mempesona dan manglingi. Doa terpautkan, semoga mempelai berdua berlimpah berkah, menjadi perkawinan yang langgeng, mewujudkan keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah---amin.

Perasaan ini antara sedih dan senang, sedih tidak bisa datang dan senang karena turut merasakan kebahagiaan pasangan baru.

Setiap mengingat rangkaian pernikahan, acara paling sakral menurut saya adalah saat akad atau ijab. Prosesi akad ibarat serah terima seorang anak perempuan, diserahkan dari orang tua kepada suaminya.

Lazimnya dibarengi perasaan mengharu biru, kedua belah pihak antara yang menyerahkan dan yang menerima merasakan hal yang sama.

Sepuluh tahun  lebih peristiwa akad saya lalui, rasanya masih terekam jelas suasana perasaan kala itu. Detik demi detik menjelang dilangsungkan ijab kabul, dilanjutkan mengucapkan ikrar suci pernikahan.

Akad yang mengharukan-dokpri
Akad yang mengharukan-dokpri
Sebagai suami baru kala itu, pundak ini disiapkan mengemban amanah kehidupan yang luar biasa. Tanggung jawab kehidupan di dunia  dan akhirat, kelak menjadi perhitungan di alam kekal .

Menjadi suami istri adalah proses belajar tiada henti, saling menghargai dan menjaga perasaan satu sama lain. Saling menyesuaikan pendapat, agar kemauan dua orang suami istri bisa selaras.

Menikah, bukan lagi berpikir tentang aku, tapi sudah berpikir tentang bagaimana kita. Kalau masih mengedepankan kepentingan diri sendiri, berarti masih egois dan belum siap mendewasa.

Sikap dewasa, adalah sikap menomorduakan kepentingan sendiri. Karena ada kepentingan pasangan, harus dipertimbangkan dikompromikan agar seiring sejalan.

Siapa bisa menjamin, tidak ada konflik dalam kehidupan pernikahan. Jangankan dalam pernikahan, yang belum punya pasanganpun pasti punya masalah dan atau konflik.

Teringat pesan pernikahan, kalau berantem dengan pasangan jangan lama lama marahannya. Jangan gengsi meminta maaf lebih dulu, meskipun tidak berada pada posisi salah. Menyenangkan hati pasangan itu berpahala, daripada keras hati dengan pendapat sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun