Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hari Pertama Mengantar Anak ke Sekolah

18 Juli 2017   05:30 Diperbarui: 18 Juli 2017   06:34 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrasi- dokumentasi pribadi

Senin pagi ini menjadi hari istimewa, terutama bagi gadis kecil di rumah kami. Hari pertama masuk Madrasah Ibtidaiyah, sekolah yang diidamkan sejak bungsu bersekolah di taman kanak.

Hari ini kakak dan adik berangkat ke sekolah yang sama, perbedaanya tahun ajaran ini sulung sudah di kelas enam. Kakak beradik memakai seragam putih-putih, si kakak dengan topi di kepala sedang adiknya memakai kerudung.

Si kecil memang pengin masuk ke sekolah saudara tua, bermula saat melihat kegiatan kakak yang beraneka ragam. Sulung pernah mewakili sekolah lomba drumband dan futsal, selain itu juga ikut ekskul seperti renang, pramuka, bahasa english.

Sejak saat itu terpatri satu keinginan, si adik pengin masuk Madrasah Ibtidaiyah. Berkaca dari pengalaman anak pertama, treatment yang sama kami terapkan pada anak kedua. Membelikan buku psikotest, untuk melatih kemampuan sebelum mengikuti test sesungguhnya.

Awal masuk sekolah idaman ada kejadian penuh drama, setelah mengikuti test nama ragil kami tidak tercantum di lembar pengumuman. Merasa tak yakin dengan pengumuman via online, kami bergegas melihat secara langsung di papan pengumuman sekolah.

Mendapati kenyataan mengejutkan, kami berusaha minta waktu bertemu kepala sekolah.  Berkali kali usaha itu belum berhasil, akhirnya  pasrah melepaskan harapan yang sirna.

Gadis kecil kami ajak mendaftar sekolah lain, seminggu kemudian mengikuti test dan dinyatakan lulus. Segala persyaratan kami penuhi, seperti membayar iuran wajib dan lainnya. Kemudian masuk ke kelas baru untuk perkenalan, sekalian mengambilan lima stel seragam sekolah.

Kami berusaha berdamai dengan kenyataan, dengan sering- sering melewati calon tempat menuntut ilmu anak kami. Perlahan kami mulai menyukai sekolah baru, dengan rela hati menghapus bayangan sekolah impian.

"Nanti Adik sekolah yang pintar di sini ya" hibur kami sembari mengemudikan roda dua.

Siapa sangka keajaiban itu terjadi, saat  menunggu hari pertama masuk sekolah telepon istri berdering. Nomor belum tersimpan terpampang di display, antara yakin dan ragu telepon diangkat.

"Ibu, kami bagian Tata Usaha dari Madrasah Ibtidaiyah"

Percakapan sekitar tiga menit, bagai memunculkan kembali matahari yang tenggelam. Terbetik kabar, beberapa siswa mengundurkan diri dari sekolah impian. Nama anak kami berada di nomor urutan teratas di daftar cadangan, berhak mengisi bangku kosong yang ditinggal pemiliknya.

Keikhlasan yang berbuah manis, rejeki manusia memang tidak akan pernah tertukar. Ketika segenap daya dan upaya dikerahkan, kalau memang belum bagian kita tak juga tergapai tangan.

-0o0-

illustrasi- dokumentasi pribadi
illustrasi- dokumentasi pribadi
Seminggu sebelum masuk sekolah Madrasah Ibtidaiyah, wajah putri kami cerah dan terlihat sangat antusias. Mulai mengatur buku dan alat tulis, memasang sampul dan menempel nama di depan buku.

Tas warna pink gambar Little Poni disiapkan,  dibeli pada saat pertengahan kelas TK B. Tas  ukuran besar dibeli dari tabungannya, dipersiapkan khusus untuk bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah.

Kami orang tua tak mau kalah gembira, mengantar anak menuju tempat mengasah kepandaian. Sepanjang perjalanan sejauh lima kilometer, menjadi moment berharga tidak boleh dilewatkan. Saya berusaha menggali perasaan anak anak, sekaligus memberi masukan tentang sebaik sikap selama di kelas baru.

Orang tua yang mau mendalami perasaan anak-anak, bisanya akan mendapat keuntungan ganda. Si anak lebih terbuka, akan bercerita sekecil apapun yang dialami di luar rumah. Bagi orang tua sangat penting, kisah yang diceritakan anak bisa menjadi fungsi kontrol.

Kedekatan dengan anak bisa dibangun melalui komunikasi dua arah, salah satunya melalui kegiatan mengantar ke sekolah.

Saatnya kita para orang tua, menyempatkan diri untuk mengantar anak ke sekolah. Sebagai tabungan memori anak anak, akan dikenang kelak saat mereka beranjak dewasa.

Saya yakin, Ayah dan bunda pasti pengin kenal dengan teman atau guru di sekolah. Saat anak berkisah tentang nama teman atau guru di sekolah, ayah dan bunda bisa membayangkan wajah dari nama disebut. 

Mengantar anak ke sekolah adalah waktu mujarab, memberi wejangan dan berbagi pandangan. Sebagai wujud perhatian dan kasih sayang, bentuk kedekatan tidak bisa diganti dengan apapun. Kalaupun ayah dan bunda memang sangat sibuk, tidak ada salahnya kalau seminggu sekali saja disempatkan mengantar buah hati. -salam-

illustrasi- dokpri
illustrasi- dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun