Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Ajak Anakmu Puasa dengan Menyenangkan

28 Mei 2017   06:40 Diperbarui: 28 Mei 2017   12:06 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Ramadan dinanti kini telah tiba, saatnya umat muslim bersuka cita menjalankan ibadah puasa. Seklias memang terkesan berat menanggung lapar dahaga, namun kalau dijalani sebenarnya terasa menyenangkan.

Saat menanti detik-detik menuju bedug magrib, menjadi moment paling mendebarkan. Waktu terasa berjalan begitu lama, satu menit berjalan serasa sepuluh menit. Sudah ditinggal mengerjakan ini dan itu, nyatanya tetap saja jarum jam berjalan teramat lambat.

Begitu adzan magrib terdengar, perasaan mendadak “PLONG” terbayar sudah penantian. Seteguk dua teguk minuman membasahi kerongkongan, rasa haus seketika hilang tak berbekas— Subhanallah nikmatnya tiada tara.

Satu dua hari berlalu berganti minggu, hingga akhirnya genap satu bulan puasa dikerjakan. Hari kemenangan yang ditunggu tiba, perasaan lega tidak terdefinisikan dengan kata. Saling bermaaf-maafan tanpa memaksa dan dipaksa, setiap diri kembali lahir menjadi pribadi yang baru.

Saya masih ingat, awal mula menjalankan ibadah puasa. Saat itu masih duduk di kelas satu SD, keinginan itu muncul sendiri karena melihat ayah, ibu ,saudara kandung dan teman sekolah sudah berpuasa.

Puasa pertama masih bolong sana-sini,  sesekali ngumpet demi ngemil makanan kalau sedang kelaparan siang hari. ibu saya adalah orang paling telaten menahan keinginan anaknya batal puasa, sembari mengingatkan bahwa saat berbuka tidak lama tiba.

Saya tetap saja bersikeras makan saat ibu lengah, kemudian pura-pura puasa hingga tiba saat berbuka. Sebenarnya sih saya yakin, kalau ibu tahu anaknya sudah batal puasanya—hehehe.

Setelah masuk kelas empat Sekolah dasar, saya mulai menjalankan puasa dengan penuh kesadaran. Bisa menikmati bagaimana nikmat lapar dan haus, sampai genap sebulan tidak ada hari yang batal. Kemudian mulai menggenapi dengan taraweh dan tadarus, ditambah menjalankan I’tiqah jelang akhir Ramadan.

Kini setelah punya dua anak, saya merasakan sendiri bagaimana ayah dan ibu dulu berusaha sekuat tenaga, menanamkan kesadaran pada anak untuk berpuasa.

Alhamdulillah sulung saya sudah rutin berpuasa, sejak belum genap berusia enam tahun disandangnya. Pada umur masuk kelas satu madrasah itulah, jagoan yang kini sudah menjelang puber tidak bolong puasanya.

Sebagai ayah saya berusaha bersikap demokratis, tidak terlalu memaksakan kehendak pribadi. Namun tetap saya menanamkan manfaat puasa, sembari menceritakan ulang kisah-kisah manusia pilihan.

Bahwa oleh-oleh puasa adalah melembutkan hati, akan membukakan pikiran pada pencerahan rohani.  Mengajak ngabuburit untuk mengisi waktu sore, sehingga tidak terasa waktu berjalan tiba-tiba terdengar kumandang adzan maghrib.

-0o0-

Illustrasi-dokpri
Illustrasi-dokpri
Ayah, adzannya lama banget” suara setengah teriak itu terdengar menahan tangis

Gadis kecil yang akan masuk kelas satu protes, merasakan betapa menunggu bedug maghrib terasa begitu lama. Hari ini adalah hari pertama, gadis kecil ini menjalankan puasa sehari penuh. Tahun lalu saat masih di taman kanak sudah berpuasa, namun masih tahap latihan sehingga puasa hanya setengah hari.

“Sabar sayang, sebentar lagi maghribnya juga tiba”

“Tapi dari tadi gak kedengeran” Protesnya

Kakaknya yang iseng juga menggoda, sehingga pecah tangis semakin menjadi. Si ayah mulai kerepotan, mengalihkan perhatian agar tangis gadisnya tidak berlarut-larut. Apalagi adzan sudah hitungan menit, sayang sekali kalau puasa yang tinggal selangkah batal.

Untung saja ada film kartun kesukaan di televisi, sanggup menghibur dan sejenak mengalihkan perhatian. Melihat jam dinding, memang tak sabar menanti dua menit lagi saat berbuka. Akhirnya sulung yang mau iseng lagi saya tahan, agar adiknya tidak tergangu ulahnya.

“Allahu Akbar Allahu Akbar”

“Alhamdulillah, adik berhasil puasa sehari” sontak saya teriak kegirangan.

Ibu dan kakaknya tak kalah gembira, sembari memberikan soup buah pada si kecil yang dibeli saat ngabuburit. Wajah polos dan imut itu terbersit gembira, dia telah berhasil melampaui sehari di bulan Ramadan.

Ah, rasanya tepat kalimat “bersakit sakit dahulu bersenang senang kemudian”. Gadis kecil di rumah kami telah berhasil, menunntaskan puasa sehari di hari pertama. –salam-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun