Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggapai Batas Penantian Jodoh

21 Maret 2017   03:05 Diperbarui: 21 Maret 2017   03:11 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi (Dokumentasi Pribadi)

"Piye, sudah ada calonmu?" suara ibu terdengar dari seberang "Kalau sudah ada, buruan diajak pulang, ibuk pengin kenal !"

"Doain saja buk" balas saya menyembunyikan rasa kesal.

Entahlah, pertanyaan satu ini selalu membuat perasaan tak menentu. Biasanya saya langsung mencari alasan, segera mengakhiri sambungan telepon.

"Sudah Buk, aku mau berangkat kerja, Assalamualaikum"

- Klik- . Percakapan terputus.

Komunikasi di akhir pekan selesai, menorehkan pilu di dada. Sejak merantau di Jakarta, rutin seminggu sekali menghubungi ibu. Namun setiap satu pertanyaan diajukan, ada rasa tak karuan menjalar di dada.

Saya tak habis pikir, mengapa ibu tak peduli perasaan anaknya. Meski tujuannya baik, agar anaknya tidak keenakkan melajang. Jujur, pertanyaan pasangan hidup begitu sensitive, kerap menerbitkan rasa galau.

“Apakah memang sudah tersedia jodoh, mendampingiku di muka bumi ini. Pada usia diambang kepala tiga, belum tampak tanda-tanda kedatangannya” benak ini menjerit.

Hati bertambah pilu, saat melihat atau mendengar teman sebaya menimang buah hati. Atau mendapat kabar, saudara di kampung yang lebih muda akan menikah.

“Slamet temanmu SD, istrinya lahiran minggu lalu. Adiknya juga mau dilamar, calonnya guru SMP” jelas ibu panjang lebar.

Kalimat yang tersiar, benar benar menohok dan menghunjam ulu hati. Meski diucapkan tanpa tekanan, namun tajam dibungkus sindiran. Tak ada balasan terlontar, saya hanya diam membisu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun