Kerap kita membaca dan mendengar, kasus “Kekerasan dalam Rumah Tangga” atau biasa disingkat KDRT. Umumnya suami sebagai subyek, bersikap kasar baik secara fisik atau verbal. Istri menjadi obyek perlakuan tersebut, dengan segala keterbatasan melakukan perlawanan.
Berbagai alasan menjadi latar belakang, sehingga tindakan tidak terpuji KDRT bisa terjadi. Mungkin karena kondisi ekonomi, mengakibatkan ketidakberdayaan pemenuhan kebutuhan. Atau mungkin ada faktor lain yang relatif krusial, hanya mereka suami atau istri sendiri yang mengetahui.
Menurut hemat saya sih, minimnya pengetahuan berumah tangga sebagai muasal petaka. Orang dengan pikiran belum tercerahkan, lazimnya berperilaku menuruti hawa nafsu. Perasaan lebih mudah cukup tersinggung, apabila tidak sesuai dengan kemauan pribadi.
Suami dan istri adalah partner, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Membangun mahligai rumah tangga, sejatinya bukan soal siapa berkuasa dan dikuasai. Tetapi bagaimana saling bahu membahu, sehingga perjalanan rumah tangga selamat sampai pulau impian.
Coba saja cermati, seperkasa apapun laki-laki, peran domestik keluarga tetap di tangan perempuan. Pekerjaan memasak, membersihkan dan merapikan rumah dan mengasuh anak, tetaplah tangan perempuan lebih mumpuni.
Sementara para suami, ditakdirkan sebagai pengayom istri dan anak-anak. Tulang punggung kokoh telah disematkan, untuk tugas mulia pencarian nafkah. Lelaki sesungguhnya, adalah lelaki yang memegang tanggungjawab tersebut.
Ayah boleh garang menghadapi tantangan, tegar menerjang panas dan terik kehidupan. Namun pulang ke rumah dengan wajah teduh, mempersembahkan sikap terbaik pada anggota keluarga yang menunggu.
-dalam sebuah hadist shahih, Baginda Rasulullah SAW bersabda “Sebaik –baik kalian adalah, yang sikapnya paling baik terhadap perempuan- perempuan (istri, ibu, anak) sendiri”-
-0o0o0-
Menjalani peran keayahan dengan sepenuh hati, laksana menjalani tugas kehidupan itu sendiri. Keasyikan tak sanggup terbilang kata, demi meresapi keamanahan yang luar biasa. Bagi ayah dengan sikap terbaik, hukum alam pastilah tidak akan tinggal diam.
Balik mendapatkan perhatian, dari buah hati memompa semangat juang. Mendapat timbal balik dari istri, dengan pengabdian tak kalah luar biasa.
“Ayah dimana, kakak sudah selesai makan”,
Chat seperti ini mungkin pernah anda terima, dari anak kesayangan bertanya keberadaan ayahnya. Mungkin terkesan sepele, tapi dibalik sebuah pesan menurut saya meyiratkan banyak hal.
Bagi ayah yang berlaku kasar, mustahil mendapat chatting seperti itu dari anaknya. Ayah tanpa tempat di hati anaknya, tak mungkin mendapat persembahan perhatian.
Beberapa kali saya melihat, ayah muda naik motor dengan balita digendongan. Ada juga ditengah waktu istirahat, ayah menyuapi buah hati tercinta. Ayah dan anak lelaki bercanda, layaknya dua sahabat melepas tawa bersama.
Mungkin ayah ayah perhatian, perbandingan jumlahnya tak seberapa. Namun dari merekalah, inspirasi peran keayahan terpertahankan. Mereka ibarat pejuang kehidupan, yang berusaha mempersembahkan terbaik yang dia miliki.
Para ayah dan calon ayah, mari kita masuk dalam barisan yang sedikit ini. Menjadi lelaki yang terus berusaha, mempersembahkan sikap terbaik pada istri (juga anak-anak). Memanfaatkan setiap kebersamaan, dengan sebaiknya perilaku dan perhatian. –salam-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H