Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menerapkan Konsep "Mindfull" Keayahan

13 Februari 2017   05:58 Diperbarui: 13 Februari 2017   08:58 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang memenuhi pikiran ayah, saat perjalanan pulang dari tempat bekerja atau beraktivitas. Bisa jadi, wajah buah hati begitu penuh sesak di ruang benak. Atau bisa jadi, gendang telinga terngiang celoteh si kecil. Panggilan “Papa”, “Ayah”, “Papi”, “Abi”, dengan logat cadelnya yang masih lekat. Niscaya membuncahkan bahagia, sekaligus meluruhkan lelah meski tengah disandang badan. 

Sepanjang perjalanan ke rumah, bisa jadi ayah senyum senyum sendiri deh. Membayangkan ekspresi ngambek di paras lucu itu, atau rengekan memohon dibelikan mainan kesukaan. Mengingat momen menjelang tidur, menggendong si kecil diantar pipis dan sikat gigi di kamar mandi. Atau membayang mata kecil sedang terkatup, saat berada di atas pangkuan ayah. 

Ayah mana tak bahagia, mendapati buah hati nyaman bersamanya. Pada saat di luar sana, ada anak yang tidak dekat dengan ayahnya sendiri. Ayah mana tak haru, mendapati anak menunggu kedatangan sang pahlawan bernama ayah ini. Pada saat ada anak yang lain, tak merasakan perbedaan antara ada dan tiada ayahnya. 

Semakin lengkap sudah alasan ayah, untuk bergegas pulang segera sampai di rumah. Demi bertemu buah cinta, menghabiskan waktu setelah seharian berkutat pekerjaan. Terbasuh segala keringat lelah, mendengar tawa ria mahluk kecil penuh energi cinta dan pengharapan.

 -o0o- 

Saya pernah mengalami sendiri, ketika perjalanan darat dari luar kota menuju rumah. Mendengar kabar dari istri, anak lelaki belum genap dua tahun tak mau tidur. 

Jagoan ini rupanya hapal dengan kebiasaan, ada ayah menjelang naik ke peraduan. Mendengarkan dongeng sekedarnya dari ayah, dengan intonasi suara yang dikenalnya. Tak peduli masuk akal atau tidak jalan cerita, semua keberatan hilang asalkan ayah saja yang mendongengkan. 

Saya butuh sekitar dua jam waktu tempuh, sementara jarum mendekati angka setengah sembilan malam. Si ibu membujuk dengan aneka cara, digendong ayun agar tubuh kecil itu istirah. Usaha tak kunjung menampakkan hasil, tigapuluh menit pundak ibu mengusung beban tubuh kecil itu. 

Terbetik ide menelpon, percakapan dengan handphone disetting posisi mode speaker. Ibu dan anak mendengar suara si ayah dari seberang, sedang berusaha keras menuju rumah.

 “Adik ganteng sayang, ayah lagi di jalan mau pulang. Adek bobo dulu ya, nanti ayah bangunin kalau sudah sampai” bujuk ayah. 

Memang anak tidak seketika tidur, namun usaha itu mulai menampakkan hasil. Bola mata bening itu perlahan tertutup, kelopaknya sayu melekat tanda istirahat. Dalam bisik ibu, mengingatkan pesan akan dibangunkan ayah. Saya lumayan lega, mendengar kabar anak lanang terlelap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun