Apa yang memenuhi pikiran ayah, saat perjalanan pulang dari tempat bekerja atau beraktivitas. Bisa jadi, wajah buah hati begitu penuh sesak di ruang benak. Atau bisa jadi, gendang telinga terngiang celoteh si kecil. Panggilan “Papa”, “Ayah”, “Papi”, “Abi”, dengan logat cadelnya yang masih lekat. Niscaya membuncahkan bahagia, sekaligus meluruhkan lelah meski tengah disandang badan.
Sepanjang perjalanan ke rumah, bisa jadi ayah senyum senyum sendiri deh. Membayangkan ekspresi ngambek di paras lucu itu, atau rengekan memohon dibelikan mainan kesukaan. Mengingat momen menjelang tidur, menggendong si kecil diantar pipis dan sikat gigi di kamar mandi. Atau membayang mata kecil sedang terkatup, saat berada di atas pangkuan ayah.
Ayah mana tak bahagia, mendapati buah hati nyaman bersamanya. Pada saat di luar sana, ada anak yang tidak dekat dengan ayahnya sendiri. Ayah mana tak haru, mendapati anak menunggu kedatangan sang pahlawan bernama ayah ini. Pada saat ada anak yang lain, tak merasakan perbedaan antara ada dan tiada ayahnya.
Semakin lengkap sudah alasan ayah, untuk bergegas pulang segera sampai di rumah. Demi bertemu buah cinta, menghabiskan waktu setelah seharian berkutat pekerjaan. Terbasuh segala keringat lelah, mendengar tawa ria mahluk kecil penuh energi cinta dan pengharapan.
-o0o-
Saya pernah mengalami sendiri, ketika perjalanan darat dari luar kota menuju rumah. Mendengar kabar dari istri, anak lelaki belum genap dua tahun tak mau tidur.
Jagoan ini rupanya hapal dengan kebiasaan, ada ayah menjelang naik ke peraduan. Mendengarkan dongeng sekedarnya dari ayah, dengan intonasi suara yang dikenalnya. Tak peduli masuk akal atau tidak jalan cerita, semua keberatan hilang asalkan ayah saja yang mendongengkan.
Saya butuh sekitar dua jam waktu tempuh, sementara jarum mendekati angka setengah sembilan malam. Si ibu membujuk dengan aneka cara, digendong ayun agar tubuh kecil itu istirah. Usaha tak kunjung menampakkan hasil, tigapuluh menit pundak ibu mengusung beban tubuh kecil itu.
Terbetik ide menelpon, percakapan dengan handphone disetting posisi mode speaker. Ibu dan anak mendengar suara si ayah dari seberang, sedang berusaha keras menuju rumah.
“Adik ganteng sayang, ayah lagi di jalan mau pulang. Adek bobo dulu ya, nanti ayah bangunin kalau sudah sampai” bujuk ayah.
Memang anak tidak seketika tidur, namun usaha itu mulai menampakkan hasil. Bola mata bening itu perlahan tertutup, kelopaknya sayu melekat tanda istirahat. Dalam bisik ibu, mengingatkan pesan akan dibangunkan ayah. Saya lumayan lega, mendengar kabar anak lanang terlelap.
Sisa waktu tempuh di selesaikan, sampai kaki ini benar benar menginjak lantai teras. Sungguh tak sabar menguasai perasaan, hendak menyaksikan sosok mungil kesayangan. Setelah cuci tangan langsung seperlunya, segera menuju pinggir tempat tidur.
Bau harum khas bedak bayi, wangi aroma therapy kayu putih menempel di kulit lembut, samar merasuk masuk indera penciuman. Permukaan pipi kenyal dan halus, deretan bulu alis itu, bibir mungil kemerahan, tarikan nafas yang teratur, sungguh meluluhkan segala perasaan.
Kecapekan tersimpan di raga, seketika menguap ke langit langit kamar. Gulana hati akan beban kehidupan, sejenak rela tanggal dari ingatan. Energi keajaiban sedang bereaksi, semangat berkorban dan berusaha semakin mengganda. Semangat keayahan mengemuka, berjuang keras meraih penghidupan lebih baik.
Konsep mindfull, adalah sebuah metode yang bisa diterapkan di semua kegiatan. Ketika seorang bersungguh melakukan satu aktivitas, dilibatkan pula sepenuh pikiran dan perasaan untuk pencapaian terbaik. Maka proses tersebut, sudah bisa dikategorikan menerapkan konsep mindfull.
Energi positif yang dikerahkan, biasanya berdampak pada hasil dicapai. Ayah bekerja sepenuh hati, dengan senang hati bersemangat demi nafkah terbaik keluarga. Tak mau sikut sana sikut sini, ingin rejeki berkah mengisi lambung anak dan istri. Keringat keluar dari tubuh, diupayakan dengan ikhlas demi orang yang dicinta.
Mempersembahkan jerih payah, sebagai pemacu semangat bekerja lebih keras.
Pun sesampai di rumah, mendekap anak-anak sepenuh jiwa. Tidak membawa pulang masalah dari luar, agar tidak terpengaruh ruwetnya pekerjaan. Menyediakan diri di sisa tenaga, bermain kuda-kudaan, tebak-tebakan, membaca buku cerita, main ular tangga, kwartet, congklak, nyanyi lagu anak-anak.
Semua dilakukan ayah tanpa merasa terpaksa, semua ditunaikan dengan hati gembira. Ketulusan itu akan tersampaikan, melalui garis wajah, lewat getaran suara, dari bahasa tubuh, menjelma dalam perangi yang muncul.
Biarlah anak dan istrimu, menilai dan menempatkan ayah di lubuk terdalam. Bersaksi betapa sang kepala keluarga ini, telah melakukan sesuatu yang terbaik. Satu saat kelak hukum kehidupan berlaku, ayah memanen segala apa yang diupayakan.
Menjadi sepenuh ayah, adalah menjalankan peran dan fungsi keayahan sebagaimana mestinya. Menjadi sepenuh ayah, sudah smestinya dilakukan setiap ayah di muka bumi ini. Menjadi sepenuh ayah, adalah menjalankan amanah sejati kehidupan. –salam-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H