Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Tak Masalah Ayah Dekat dengan Anak Perempuannya

6 Februari 2017   02:14 Diperbarui: 6 Februari 2017   09:13 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laki- laki dan perempuan, pada dasarnya membawa perbedaan sifat perilaku. Secara umum kita bisa mendeteksi, lelaki lebih mengandalkan logika sedang perempuan sangat perasa. Lelaki dianugerahi badan dengan tenaga perkasa, secara naluri bersedia menjadi pelindung. Kaum Hawa dengan postur ramping, membutuhkan sandaran mencurahkan air mata.

Setiap membayangkan kata ayah, sengaja saya membangun persepsi dan imajinasi sebagai sosok multitalenta. Strategi ini menurut saya cukup efektif, sebagai auto kritik setidaknya pada diri sendiri. Sebagai pemantik semangat belajar, tak henti berbenah menjadi suami dan ayah ideal.

Parameter lelaki tampan bukan lagi pada perawakan, tetapi terletak pada tutur kata sikap dan perilaku. Suami santun pintar menimang hati sang istri, otomatis tampil lebih menawan dibanding super star sekalipun. Ayah dengan curahan perhatian penuh cinta, niscaya keberadaannya selalu dirindukan anak-anaknya—anda musti percaya ini.

Keberadaan lelaki dipersiapkan kehidupan, sebagai pengayom belahan jiwa dan buah hati. Suami dan atau ayah dihadirkan pada posisi luar biasa, menjadi sosok tangguh bertanggung jawab. Mampu meraup pedih lara istri dicinta, mempersembahkan sepenuh diri untuk buah kasih disayangi.

Pada artikel sebelumnya, saya sudah mengulas kedekatan ayah dengan anak lelaki (SINI). Rasanya tidak tenang hati ini, kalau tidak ikhtiar menuliskan kedekatan ayah dengan anak perempuan.

Meski anak perempuan biasanya dekat dengan ibu, bukan berarti ayah tidak punya ruang di hati gadis kecilnya. Ayah wajib “menghadirkan diri” (bolt), di kalbu buah hati baik si jagoan atau bidadarinya. Sengaja saya menekankan kata menghadirkan diri, pada proses ini mengandung unsur effort.

Ayah dengan segala kepayahan menjemput rejeki, menantang terik basah keringat diliputi letih raga. Begitu sampai rumah, perlu upaya ekstra menampakan senyum kala mendapati anaknya rewel. Ayah hebat niscaya sanggup menahan amarah, saat diuji rejeki seret si anak merengek dibelikan sesuatu.

Usaha luar biasa seperti ini, menjadi kesempatan ayah “menaikkan” kualitas menjadi lebih baik. Pengorbanan ayah sekecil apapun, akan memberi dampak bagi pelakunya.

Anak perempuan -dokumentasi pribadi
Anak perempuan -dokumentasi pribadi
Masih terekam jelas di benak, pada detik detik pagi bening dikelahiran anak kedua. Kumadang adzan subuh belum juga terdengar, pecah tangis itu menumpahkan segenap rasa. Suka cita sontak memenuhsesakkan rongga dada, bola mata basah melampaui embun di ujung daun hijau.

Terpenuhi doa pengharapan, telah diamanahi anak laki-laki menyusul kemudian perempuan. Sejak saat itu terpatri tekad, tak hendak membedakan dalam curahan kasih sayang. Meski metode dan eksekusi dua anak berbeda, namun goal yang dicapai tetaplah sama. Anak bisa merasakan kehadiran ayah, mereka nyaman tak merasa ada sekat.

Demi anak perempuan kesayangan, saya belajar pada istri bagaimana menguncir dan mengepang rambut yang benar. Menggandeng tangan mungil menyusuri lantai mall, memanggul ransel warna pink bergambar Barbie. Ketika saya sedang khusyu membaca buku, gadis kecil juga sibuk mengecat kuku di jari kaki ayahnya.

Mengingat peristiwa terlampaui, selalu saja terbit senyum di sudut bibir. Mendadak kadar sayang bertambah, wajah manis tanpa dosa semakin melekat di benak.

Sepenuh kesadaran menjalankan tugas keayahan, sembari tak henti saya menghembuskan doa. Semoga gadis kecil ini, mendapat figur lelaki kelak dipilih menjadi imamnya. Seperti harapan besar si ayah, pada saatnya nanti memperoleh menantu yang sukufu/ sepadan dalam hal akidah.

Sungguh saya sangat fakir ilmu, terus berupaya tambal sulam keimanan. Namun mempersiapkan anak-anak menjadi generasi kaffah, menjadi agenda besar saya dan para orang tua. Alasan apalagi mampu membahagiakan orang tua, selain memastikan anaknya bahagia.

Malam saat mata belum terlelap, dari sisi ranjang memandangi paras manis gadis manis. Terbayang perjalanan panjang akan ditempuh, tak mungkin si ayah mendampingi sepanjang waktu.Senyampang waktu masih ada digengaman, biarlah kedekatan ayah dan anak perempuan terjalin. Hari hari yang telah berlalu, yakinlah kelak menjadi mutiara di hati buah hati.

Para ayah, rangkullah hati anak perempuanmu. Tampilkan dirimu sebaik-baiknya, agar sumringah wajahmu menjadi pencerahannya. Agar semangat keayahanmu, sampai pada kalbu terdalamnya. Sehingga dia memahami, seperti apa kelak laki-laki dipilih mendampingi. –salam-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun