Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Masa itu Sebentar Lagi Lewat, Ayah Akan Kangen

14 Januari 2017   05:48 Diperbarui: 14 Januari 2017   07:07 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak-anak punya dunia sendiri-dokpri

Pada satu sisi, mungkin ayah bisa mahfum merasa si anak sudah mulai besar. Telah memiliki dunia sendiri, dunia yang tidak dipahami ayahnya. Namun pada sisi lain, ada yang tumbuh seperti perasaan hampa.

Dulu kemana mana ada yang membuntuti, sekarang seperti tidak lagi peduli. Dulu ada yang digandeng dan digendong, kini ayah berjalan berlenggang tangan--sedih ya.

-000-
 Malam itu, saya menjemput mbarep yang baru pulang field trip dari Bandung. Beserta rombongan bus besar, tiba di lokasi meeting point jam 23.00.

Begitu bus merapat dan berhenti, dari jendela kaca terlihat penumpang di dalam berdiri. Lelaki menjelang akil baliq, dengan postur lebih tinggi dibanding teman sebaya. Begitu mudah ditemukenali, oleh saya ayahnya yang sibuk mencari.

Bak barisan antrean sedang berjajar, langkah anak-anak menuju pintu keluar bus. Begitu yang saya tunggu sampai di tangga pintu bus, kesan sayu dan lelah dapat saya tangkap. "kasian" batin ini berucap, spontan naluri keayahan mendesak keluar.

Melihat permata hati mendekat, secara reflek tangan hendak mendekap meraup lelah. Namun tangan lelaki kecil itu menepis, cukup mengambil punggung tangan ayahnya untuk dicium. Ah saya bisa paham kata hatinya, "malu ayah, dilihat banyak orang" begitu saya mengira-ngira.

Saya membaca dari bahasa tubuhnya, sekaligus menyadari tindakan ayahnya tidak pada tempat dan waktu yang tepat.

Roda dua berputar membawa ayah dan anak, dalam perjalanan menuju rumah.
 Kantuk yang tampak menyerangnya, membuat saya sengaja tidak mengajak ngobrol sepeti biasanya.
Anak lelaki itu, meski duduk di jok yang sama, memilih agak berjarak. Seolah ingin menyampaikan,"aku sudah besar, bukan anak kecil lagi". Tak ayal punggung ini terasa dingin, tersapu semilir angin yang ditabrak oleh kecepatan motor.

Berkelebatan bayang peristiwa masa lalu, semasa kecil sampai si mbarep kelas dua sekolah dasar. Perawakan tubuh ayahnya, seolah tak boleh lolos dari pandangan. Kalau saya hendak pergi, keras upaya ibunya membujuk dan meyakinkan, bahwa ayahnya tidak akan pergi lama, sehingga lelaki kecil ini tak perlu turut serta.

Sungguh, saya merasa kangen dan kangen dengan masa itu. Namun seketika saya disadarkan, bahwa yang telah terjadi tak akan kembali. Beberapa waktu lalu si mbarep menyampaikan, keinginan melanjutkan belajar di luar kota selepas sekolah dasar.

illustrasi-dokumentasi pribadi
illustrasi-dokumentasi pribadi
Pasti jarak itu, secara fisik akan semakin menjauhkan kami. Namun begitulah sunnatullah berlaku, atas kehidupan atas setiap manusia yang hidup di atas bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun