Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sabar Menanti Datangnya Jodoh

24 Oktober 2016   04:00 Diperbarui: 24 Oktober 2016   04:13 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan hal yang mudah, menenangkan diri dalam kegelisahan menunggu pasangan jiwa. Semua pandangan negatif, seolah tersemat pada orang yang belum menikah di usia cukup. Tak jarang orang menelisik sikap diri, entah yang dianggap jutek, tidak ramah, tidak sumeh, muka tidak bersahabat dan sebagainya dan sebagainya.

Bagi si lajang, kondisi tak mengenakkan bisa menjadi bahan introspkesi. Masukan-masukan yang terdengar, siapa tahu justru merubah menjadi pribadi yang lebih menyenangkan lagi. Toh menjadi orang yang lebih baik, sangat dianjurkan dan diperintahkan.

Saya pernah merasakan beban, menjadi jomblo di usia pantas menikah. Entahlah, merasa seperti dicibir sana-sini (terutama saudara dan kenalan dekat). Perasaan ini gampang tersinggung, kalau terdengar obrolan dengan tema pernikahan. Muka ini rasanya pengin dibungkus plastik, saat hadir di acara pernikahan saudara dekat.

"Trus ini piye, mana calonnya kok gak diajak?" tanya budhe basa-basi namun menusuk.

Saya tersenyum sangat kecut, mungkin rona wajah ini merah menuju warna marun dan padam (saking merahnya).

"Doain saja ya budhe" ibu saya menjawab menahan kesal.

Belum lagi, kalau ketemu saudara seumuran dan sudah menikah. Guyonannya kadang kelewat batas, tapi tetap saja tak saya ambil pusing.

"Kamu kuwi lo, buat apa sibuk kerja cari duit siang malam. Tapi nyuci masih sendiri, makan beli di warung" sindirnya sambil tertawa ngakak.

"Iya nih" balas saya nyengir

"Penderitaan" ini belumlah selesai, sampai di rumah mendengar "ceramah" ibu dengan tema pernikahan. Sungguh, pengin banget kabur saat itu juga. Tak ingin kuping ini mendengar, apapun perkataan di luar sana. Tapi apa boleh buat, yang penting upaya telah dilakukan rangkaian doa telah dilangitkan.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Menunggu terwujudnya harapan, betapa membutuhkan kesabaran tak terkira.  Menunggu datangnya jodoh, benar seperti mengharap hujan di musim kemarau (Halah).

Saya menentramkan diri menguatkan hati, dengan banyak membaca dan membaca buku tentang pernikahan.  Menelisik lebih dalam, perihal ketentuan-NYA atas setiap diri manusia. Ada tiga perkara sudah digariskan, pada saat ruh ditiupkan pada janin usia 4 bulan di dalam kandungan.

Tiga hal tersebut adalah Rejeki, Jodoh dan Maut.  Tiga pekara ini menjadi Hak Prerogatif Allah SWT, kita bisa mohonkan kehadirat-NYA dengan usaha tanpa putus harap. Saya sangat meyakini tiga ketentuan ini, namun sifat tak sabar manusia kerap kali menghantui.

"Ya Rabb, Jika setiap peristiwa menjadi kebaikan bagiku maka dekatkan. Namun jika membuat kesia-siaan, maka jauhkan" doa ini saya panjatkan.

Pada satu sisi, urusan menunggu jodoh menjadi hari-hari yang panjang. Tapi hidup kita, bukan sepenuhnya diri sendiri mengatur. Sekedar menjalani takdir, membalut dengan usaha keras dan doa dalam hening adalah solusi. Sedangkan hasil dari usaha, bukan lagi menjadi otoritas manusia.

Dari masa pencarian jodoh, saya memasang mindset berbeda dari sebelumnya. Berikut catatan versi saya, tentang  Hakekat melajang (catat ya "VERSI SAYA" Hehehe),

Melajang sdalah masa menanti datangnya jodoh sejati, jadi calon pasangan yang tidak serius tidak jadi datang. Orang dengan masa kesendirian yang cukup waktu, biasanya kalau sudah mendapati yang dicari akan dijaga sepenuhnya.  

---Jadi buat yang masih sendiri, jangan berkecil hati dan gusar (tapi susah sih ya hehe). Kan jodoh menjadi ketentuan-NYA, jadi lebih dan lebihkan memohon pada Sang Pemberi Jodoh.---

Melajang menjadi waktu sangat produktif, untuk mempersiapkan diri secara mental dan materi. Ketika punya pendapatan berlebih, ditabung untuk persiapan menikah. Atau kalau membeli suatu barang, biasanya akan dipilih yang bermanfaat.

---kalau saya sih selain ditabung juga beli buku, mumpung belum mikir beli susu bayi, popok sekali pakai, minyak telon dan sebagianya dan sebagainya---

Melajang menjadi saat tepat, sepenuhnya berbakti pada orang tua. Biasanya akan lebih ringan, menyisihkan gaji untuk mengirim uang bulanan pada orang tua. Atau membantu saudara, misalnya membelikan keperluan sekolah keponakan. Pas ulang tahun anak saudara, dibelikan sepatu atau tas. Atau lagi, pas keponakan juara kelas diberi hadiah buku dan alat sekolah.

--- Smoga saja dengan membantu saudara, mereka berhenti nyinyir. Sembari minta didoakan, segera datang jodoh yang dinanti-nanti. Kita tidak pernah tahu lho, doa terijabah itu dari lantunan siapa. Semakin banyak yang mendoakan, insyaallah semakin besar kemungkinan terkabul---

Melajang bukan hal yang dosa, selama tidak digunakan untuk hal-hal maksiat. Biarlah kesabaran ini terus terasah, agar menjadi pribadi yang matang dan mumpuni.

--- tentu sambil terus berusaha yaa---

Btw, saya sama sekali bukan ahli ya. Menulis artikel ini, sekedar berbagi opini sekaligus pengalaman. Karena saya meyakini, masalah manusia biasanya mirip-mirip. Satu diantaranya adalah masalah jodoh, utamanya bagi usia yang sudah mencukupi.

So, tak ada keadaan yang sia ketika dipandang dari sisi berbeda. -salam-   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun