Saya yang tak paham maksudnya mendadak diam, segera menghabiskan sisa makanan yang masih ada di atas piring.
Ayah seorang guru SD, kerap bertanya pelajaran matematika pada anak-anaknya. Tak heran jika usai makan, meja makanpun berubah menjadi tempat belajar.
Hingga saya selesai sekolah atas, masih saja makan bersama terpertahankan. Bedanya tak lagi ada pertanyaan pelajaran, ayah mengakui hanya paham pelajaran Sekolah Dasar. Pun anggota makan bersama tinggal tiga orang, tiga kakak sudah merantau dan segera saya susul.
Dunia masa kecil selalu indah untuk dikenang, kebersamaan itu terpendam dalam benak. Teriring doa dan salam kangen, semoga almarhum ayahanda mendapat tempat terbaik di sisi NYA -amiin-
-o0o-
"Makan diluar boleh tapi jangan terlalu sering" celetuk ibu ketika saya ajak ke rumah makan.
Bersama anak-anak dan istri, saya mengajak ibu bersantap makanan di sebuah mall. Seperti sikap ibu yang sangat saya kenal, terlalu berhitung kalau diajak jalan-jalan dan makan di luar.
Dari sikap dan ucapan ibu saya baru tahu, kebiasaan makan bersama di rumah dulu terkandung maksud. Adalah cara ibu menghemat belanja, yaitu dengan masak sendiri di rumah. Untuk menu sarapan pagi, ibu rela berjibaku di dapur mulai subuh. Sepulang dari berjualan di kios kecil di pasar, ibu masak untuk makan siang. Usai ashar kembali masak lagi, untuk persiapan makan malam.
Memang olahan ibu hanyalah menu sederhana, tetapi sambal terasi plus tomatnya berhasil bikin nagih alias tidak kapok.
Tapi ada yang tidak ibu sadari, selain sekedar strateginya berhemat ternyata memiliki nilai plus. Nilai kebersamaan telah ditanamkan, satu lagi menanamkan rasa ingin kembali ke masa lampau.
Pun perihal larangan makan sambil bicara, saya meraba sendiri maksudnya setelah dewasa. Meski ibu tak bisa menjelaskan secara logika, ternyata makan tanpa bicara berdampak bagus lho. Bisa menikmati makanan yang masuk dalam tubuh, sehingga prosesi makan dilakukan sepenuh hati.