Kebetulan kami cukup kenal ibu tadi, anaknya teman anak kami sejak TK. Kami satu perumahan tapi beda blok, jadi lumayan hapal kebiasaan tetangga.
00-00
Misalnya,
Dua hari lagi anak mau ikut eksul berenang, tak salah kan merencanakan akan membawakan bekal apa, kemudian menambah uang untuk naik angkot dan sebagainya.
Masalah lusa jadi berenang atau tidak  tentu bukan urusan diri, tapi kalau sudah dipersiapkan dari sekarang pasti akan lebih baik.
Apalagi untuk hari depan yang lebih jauh, untuk kebutuhan dua atau tiga tahun lagi kalau anak sudah lulus sekolah. Pindah ke sekolah baru dan lebih tinggi, pasti membutuhkan biaya tidak sedikit. Kalau saja tidak direncanakan sedini mungkin, tak mustahil akan kelabakan  saat dekat hari sementara dana belum ada. (seperti kisah di atas)
So kenapa masa depan harus dipersiapkan, padahal kita tak tahu esok masih ada atau tidak. Menurut saya, justru karena kita masih buta dengan hari esok tandanya harus berbuat terbaik hari ini. seorang pemanang sejati, lazimnya akan mempersembahkan yang terbaik. Pun dalam menjalani keseharian, akan berbuat yang terbaik untuk diri dan orang sekitarnya.
Bukankah ada sebuah kalimat, bekerjalah seakan hidup masih lama dan beribadahlah seakan hidup tinggal hari ini. Bekerja yang terbaik demi mendapat hasil terbaik, rejeki halal yang didapat untuk menafkahi anak dan istri.
Pun beribadah tentu tidak dalam arti wadagnya saja, tapi juga mengaplikasikan dalam sikap. Seperti tidak boros, tidak berbohong, tidak menyakiti orang lain. Konon orang yang berhutang, kalau tidak bisa mengembalikan  lebih galak dari yang berpiutang.
Karena hari esok esensinya adalah rentetan dari hari ini dan kemarin, maka berbuatlah yang terbaik setiap hari. (salam)