Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Palyja Apakah Swastanisasi PAM? #BersamaDemiAir

26 Maret 2016   16:12 Diperbarui: 27 Maret 2016   12:39 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kompasianer's dalam visit Pengolahan Air - Lokasi Accelator di Palyja Pejompongan (dokpri)"][/caption]

Air menjadi kebutuhan sangat vital untuk kehidupan, niscaya manusia mampu bertahan hidup tanpa air. Apalagi sebagian besar tubuh manusia, sangat membutuhkan air. Kebanyakan kita lebih tahan lapar, dibandingkan tahan haus. Sampai-sampai kalau bulan Ramadhan tiba, berbuka selalu diawali dengan minum.

Sebegitu berartinya air, hingga negara mengatur dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3, "Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Acara Kompasiana Nangkring 21/3'16 lain dari yang lain, mengusung  tema #BersamaDemiAir. Palyja menjadi partner yang tepat, mengetahui seluk beluk pengelolaan air di Ibukota.

Tapi Palyja adalah pihak swasta, trus kenapa pengelolaan air tidak dihandle PAM/ PDAM? Bukankah ini melanggar pasal 33 UUD 1945?

Itulah pertanyaan yang menggelayut di benak, sejak pertama mendaftar sebagai peserta Nangkring bersama Palyja. Gayung bersambut, nama saya masuk dalam daftar peserta nangkring.

Seklias PALYJA

Memasuki perkantoran Plyja di kawasan Pejompongan, tertulis di papan putih nama PT. PAM LYONNAISE JAYA.

Pada juni 1997, menjadi moment penandatanganan Persetujuan kerjasama antara PAM Jaya (Operator air bersih Jakata) dengan Suez Environnement (Jakarta Barat) dan Thames Water (Timur Jakarta) dengan sungai Ciliwung sebagai batas wilayah pelayanan.

Bentuk kerjasama ; Pendelegasian pengelolaan air bersih dari PAM Jaya kepada swasta dalam bentuk kerjasama. Segala aset utilitas akan dikembalikan kepada PAM Jaya pada saat kontrak berakhir (selama 25 tahun).

Saham Palyja sendiri dimiliki oleh 2 perusahaan, 51% dipegang Suez sementara 49% Astratel Nusantara.

Visit  Instalasi Pengolahan Air

Langit semakin gelap, langkah kompasianers tetap tegap. Karena salah informasi alamat acara nangkring, beberapa kompasianer sempat nyasar ke kantor Palyja yang berada di karet. Maka panitia berinisiatif, untuk kunjungan dibagi dua bagian. Saya masuk kloter pertama karena datang awal, visit yang dipimpin Pak Khamid dari Palyja.

[caption caption="Pak Khamid memimpin acara visit IPA - Instalasi Pengolahan Air - Pejompongan (dokpri)"]

[/caption]Lorong panjang berubin putih dengan jendela kaca di kanan kiri, menjadi start aktivitas kompasianers. Sebelum melangkah lebih jauh, petugas membagikan helm warna hijau. Pak Khamid menjelaskan tentang mekanisme pengolahan air, melalui maket yang dipajang dalam kotak kaca tembus pandang pada awal lorong.

 "Air yang dikelola Palyja dibeli dari waduk Jatiluhur"Pak Khamid mengawali penjelasan

Siklus Air Bersih & Suplai Air Baku di Palyja, dimulai dari uap yang membentuk awan kemudian turun hujan. Air hujan mengalir melewati sungai, dikumpulkan di waduk (yang dibeli PALYJA dari waduk Jatiluhur). Air dari Jatilurhur dialirkan melalui sungai kalimalang, menuju instalasi pengolahan air/ IPA.  Kemudian saluran melewati sungai Citarum Barat, menuju Cawang Intake and Plumping Station.

Dari cawang dilanjutkan ke IPA 1 &2 Pejompongan (tempat visit kompasianer's), selain itu terdapat IPA Pulogadung, IPA Cilandak, IPA Taman Kota dan IPA Serpong. Pada IPA inilah air mengalami proses menjadi air siap pakai, kemudian ditampung dalam Reservoir. Setalah ditampung, air siap didistribusikan ke pelanggan Ibukota.

Air yang sudah dikonsumsi pelanggan ujungnya menjadi limbah air, dibuang ke sungai menuju laut kemudian menguap siap menjadi hujan begitu seterusnya.

Proses di Instalasi Pengolahan Air Pejompongan.

Air yang telah melalui perjalanan dari Jatiluhur menuju IPA, ditampung dalam tempat bernama ventury sebagai air baku. Pada ventury terjadi proses pra sedimentasi, sehingga kualitas air lebih bersih karena lumpurnya diikat.

[caption caption="Kompasianer's berada di Venturi - tempat penampungan air baku (dokumen pribadi)"]

[/caption]Dari venturi air menuju Accelator, mengalami proses koagulasi atau pencampuran bahan kimia. Setelah proses koagulasi, tahap berikutnya flokurasi kemudian sedimentasi. Langkah kami musti setengah berlari, karena rintik hujan dan lokasi yang relatif luas. Pak Khamid terbiasa dengan situasi lapangan, tak tampak ngos-ngosan seperti kami (maksudnya saya hehe).

Dari Accelator langkah kami menyusuri pembatas kolam, tempat air mengalami proses flokurasi dan sedimentasi. Satu persatu kami memasuki kembali lorong awal visit, melalui pintu penghubung.

Berikutnya menuju ruang bawah tanah, suara air deras menguasai pendengaran. Tempat ini dinamakan filter, sebagai proses penyaringan air/ filtrasi pasca sedimentasi. Ujung dari filtrasi terdapat ruang bernama Siphon, baru dialirkan pada post klorinasi/ disinfeksi yang bernama  Reservoir.

Pada tahap terakhir air di Reservoir, baru menjadi air bersih siap didistribuskan ke masyarakat (baca ; pelanggan). Air yang didistribusikan ke pelanggan, sesuai standart fluor yaitu 6.5 - 8.

Serangkaian proses panjang pengolahan air, dipantau secara spartan selama 24 jam di ruang monitoring & controling center. Sampai di ruangan terakhir dan berpendingin, saya benar-benar ngos-ngosan. Baru ngerasa kalau selama ini kurang olah raga, jadi nafas tak bisa panjang.

0oo0

[caption caption="Empat Narasumber Nangkring Bersama Palyja - Budi Susilo, Meirita Maryanie, Irma Gusyani Taib, Nancy Elvina, (dokumen Pribadi)"]

[/caption]

Kami memasuki ruangan di lantai dua, tempat acara Nangkring diadakan. Empat narasumber sudah hadir, Bapak Budi Susilo selaku Direktur Customer Service mengawali sesi presentasi.

Ketersediaan air di 13 sungai Jakarta tidak memungkinkan diolah, sehingga membeli air dari waduk jatiluhur menjadi solusi selain itu juga dari banjir kanal. Namun upaya Palyja tak pupus, dengan inovasi treatment mengembangkan bakteri pemakan detergent/ amoniac dalam rolewater. Selain itu dibuatkan meteor berbahan plastik, sebagai media untuk hidupnya bakteri.

Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan, agar penyelenggaraan ketersediaan air memadai.

Saat ini kehilangan air disebabkan faktor komersial, diantaranya pelanggan mengubah meteran, memasang kran air sebelum meteran, sambungan dan pemakaian pipa illegal. Sementara kehilangan air disebabkan faktor Teknik, yaitu air keluar dari jalan secara tiba-tiba, terjadinya pipa bocor dan tanaman tumbuh di tanah gersang.

Sementara Kepala Humas Palyja Ibu Meirita Maryanie, hadir sebagai narasumber berikutnya menjawab rasa penasaran saya.

"Keberadaan Palyja artinya bukan swastanisasi PAM, kami delegasi yang mengelola air sesuai masa kerjasama. Nantinya semua asset menjadi milik PAM" tegasnya

Kebutuhan air setiap orang sekitar 100 liter/ hari, sejak januari 2007  Palyja menetapkan tidak ada kenaikan harga air. Harga air per 10 meter kubik  pertama, saat ini ada di angka Rp. 1.050,- untuk warga miskin

"jadi mahalnya dimana? "tanya Meirita pada kompasianers.

Tapi jadi berandai-andai, kalau saja pengelolaan air langsung dari PAM tanpa pendelegasian ke pihak swasta, mungkinkah air bisa lebih murah lagi.

Logika saya sederhana, kalau saya pemilik produk misalnya minuman. Kalau dijual sendiri harga bisa seribu, maka kalau dititip orang pasti mengambil untung  harga berubah menjadi seribu limaratus atau duaribu.

Apalagi pengelolaan air membutuhkan dana tidak sedikit, sehingga profit pasti menjadi tujuan yang tidak bisa dielakkan.

[caption caption="Penampakan meteor sebagai media tumbuh bakteri pemakan detergent/ amoniac (dokumen pribadi)"]

[/caption]Menyusul Ibu Irma Gusyani Taib, selaku  Deputi Direktur Operasi Pelayanan PALYJA menjadi pemateri.

Kebutuhan air di jakarta adalah 26.100 liter/ detik, yang bisa dipenuhi oleh operator adalah 17.000 liter/detik artinya terdapat defisit 9.100 liter/detik yang harus dipenuhi. Pada 2015 access to water adalah 73.15%, sementara service coverage di angka 60%. Total jaringan yang sudah tersedia dari 1998-2015, sepanjan 5.400 KM.

Namun Palyja tetap berkomitmen, khususnya pada masyarakat berpenghasilan rendah. Menyediakan 58 kios air dan master meter untuk melayani 70.000 warga. 245 public hydrants untuk melayani 73.500 warga. GPOBA (Global Partnership on Output Based Aid) sebanyak 5.000 connection.

Sementara kebijakan harga air untuk industri, seperti hotel, apartmen dan komersial lain tentu harganya berbeda. Saya membayangkan sistem subsidi silang, kebutuhan orang tidak mampu ditalangi kalangan mampu.

Ibu Nancy Elvina, selaku kepala Divisi  management Aseet dan NRW Palyja, menjadi pembicara keempat sekaligus pamungkas.

NRW atau Non Revenue Water atau air yang tidak menghasilkan pendapatan, terhitung dari Suplai Air/ Produksi dikurangi Air terkonsumsi.

Komponen NRW

  • Penggunaan illegal
  • Sambungan illegal
  • Anomali meter
  • Meter tua
  • Kesalahan pembacaan meter
  • Kebocoran di pipa primer
  • Kebocoran/ overflow di reservoir
  • Bocor ( tampak/ tidak tampak)

 

Aktivitas Penanganan NRW

  • Pemutusan sambungan Illegal
  • Penggantian Meter
  • Perbaikan Pembacaan meter
  • Deteksi dan perbaikan kebocoran
  • Rehabilitasi Pipa
  • Pemutusan Pipa

 

Untuk mengatasi NRW agar tidak berlanjut, dideteksi dengan metode gas helium kemudian kamera JD7 (kamera yang merekam audio visual kebocoran pada pipa primer). Upaya Palyja membuahkan hasil, tingkat NW pada tahun 1998 sebesar 59.40% turun pada tahun 2015 sebesar 39.3%.

Apa yang bisa dilakukan Masyarakat? Satu kata kunci "HEMAT AIR"

Sebuah gerakan besar, harus dimulai dari komponen terkecil yaitu individu dalam masyarakat.

Sebelum gosok gigi tampung air dalam gelas, jangan biarkan air mengucur saat menggosok gigi

Gunakan shower sewaktu mandi atau tampung dalam ember secukupnya, hindari menggunakan bathup.

Jika ada kran bocor di rumah segera ganti

Gunakan slang untuk menyiram tanaman atau gunakan air tampungan hujan.

Apabila ada keluhan dan pertanyaan seputar Palyja, tersedia  Call Center 24 jam 2997 9999 atau layanan SMS 0816 725 952 atau klik www.palyja.co.id

Waktu yang singkat di Nangkring Kompasiana bersama Palyja, rasanya belum tuntas menjawab pertanyaan dan penasaran kompasianers. Setidaknya saya mulai terbuka pandangan baru, bahwa penghematan air awalnya berdampak pada diri sendiri. Hal yang terasa langsung adalah pembayaran lebih hemat, sementara dampak lebih jauh adalah ketersediaan air untuk jangka panjang. (salam)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun