Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjelajah Situs Bersejarah di Cirebon

27 Februari 2016   05:37 Diperbarui: 27 Februari 2016   09:00 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Keraton Kasepuhan Cirebon (dokpri)"][/caption]

Apa yang mampir di benak, ketika mendengar kota Cirebon?

Kota Udang, Batik Trusmi, Nasi Jamblang, Empal Genthong,  Tahu Genjrot, Kraton Kasepuhan,  Gua Sunyaraji, Sunan Gunung Jati, silakan teruskan sendiri. Semua kata yang muncul, sama sekali tidak ada yang salah. Namun akhirnya, saya punya kesempatan membuktikan sendiri. Ketika langkah kaki ini mengayun, diperkenankan menginjak bumi Cirebon.

Jumat ini saya bersama teman-teman media, menjelajah pesona Cirebon. Kami satu rombongan baru kenal dan ketemu, tapi rasanya tak terlalu canggung dan cepat akrab. Apalagi kesamaan dalam hal menulis, ujungnya hobypun sama yaitu membaca.

Jarum pendek menunjukkan angka sembilan, saatnya kami berangkat mengeksplorasi Cirebon. Tentu saja waktu sehari, tak akan cukup menuntaskan semua rasa penasaran. Hanya beberapa tempat dikunjungi, namun keseruannya tetap terasa.

Gua Sunyaragi

Berlokasi di kelurahan Sunyaragi, artinya Sunya adalah sunyi/ sepi dan ragi adalah raga. Sunyaragi berarti, tempat raga menyepi atau bertapa. Gua ini konon sebagai tempat menyepi(bertapa) Sultan, serta tempat beristirahat keluarga keraton.

Pak Nurmas Argadikusuma, kakek 70 tahun berbeskap putih menjadi pemandu kami siang itu. Pengatahuan beliau yang luar biasa tentang gua ini, membuat kami bisa bertanya banyak hal.

"kenapa Pak pintu di gua kok dibuat pendek?" seorang teman media mengajukan pertanyaan.

Karena pintu yang pendek, memungkinkan orang yang melewati  harus jalan merunduk. Nah dalam budaya cirebon, posisi merunduk sebagai bentuk penghormatan.

Dahulu kala Gua Sunyaraji sebagai taman air, dikelilingi oleh danau jati. Terbagi menjadi dua kompleks, yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bangunan yang dominan terbuat dari batu laut, terlihat masih sangat kokoh dan rekat. Hiasan yang masih dapat disaksikan, adalah patung garuda, patung gajah dan patung perawan Sunti. Bagian luar komplek, bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar, berbentuk candi bentar dan pintu di dalamnya berbentuk paduraksa.

Saya penasaran memasuki jalanan setapak dalam gua, ternyata memang sempit dan gelap. Sembari membayangkan laku orang jaman dahulu, bisa menaklukan ego diri dengan bertapa di tempat sempit dan gelap seperti saya lihat sendiri.

[caption caption="Bersama pemandu wisata di area Gua Sunyaragi (dok group WA)"]

[/caption]

Pada bagian penghujung perjalanan, kami berhenti ke sebuah pelataran panggung luas. Pada sisi pinggir, terdapat tribun tempat duduk penonton.

"tempat inilah sebagai ajang pertunjukan kesenian, kalau di Prambanan seperti pagelaran Ramayana" jelas Pak Pemandu.

Pada arena pertunjukkan pula sebagai akhir persuaan, kami akan segera melanjutkan ke tujuan berikutnya.

Keraton Kasepuhan Cirebon.

Situs peninggalan yang masih terawat dengan baik, adalah keraton kasepuhan Cirebon. Kasepuhan diambil dari kata sepuh/ tua, merupakan keraton bagi anak tertua dari raja terdahulu. Sementara untuk anak raja yang muda, didirikan keraton kanoman dari kata anom artinya muda.

Bangunan ini menghadap ke utara, beredekatan dengan masjid dan makam sunan gunung Jati.

"Posisi bangunan pada areal ini layaknya mengikuti budaya islam, yaitu berkumpulnya bangunan terdiri dari pusat pemerintahan (kraton), masjid (spiritual), alun-alun (tempat massa berkumpul atau latihan prajurit) dan pasar (pusat perekonomian) penjara (pusat rehabilitasi) " jelas Pak Adi yang bertindak sebagai tour guide kami siang itu "Sampai sekarang model tata letak ini, banyak diikuti kabupaten/ kota terutama di Jawa dan pesisir" lanjutnya.

Keraton kasepuhan memiliki dua pintu gerbang,  yaitu gerbang utama di sebelah utara dan gerbang kreteg pengrawit (jembatan kecil) di sebelah selatan.

Pada bagian depan terdapat  siti hinggil (tanah tinggi), dengan beberapa bangunan untuk istirahat prajurit. Pada bagian tengah komplek keraton, terdapat taman Dewandanu dengan patung harimau putih dan ada meja kotak.

[caption caption="Berjumpa Sultan di Keraton kasepuhan (dokpri)"]

[/caption]

Kunnjungan kami semakin lengkap, ketika bisa berjumpa dengan Sultan Sepuh XVI yaitu PRA. Arief Natadiningrat, SE. Layaknya sebuah upacara penghormatan, kami disambut dengan tetabuhan gamelan. Kemudian protokol yang suaranya empuk ngebazz (mirip suara alm Olan Sitompul), mempersilakan sultan menuju kursi tuan rumah. Berlanjut dengan tarian selamat datang, diiringi pengrawit yang piawai memainkan gamelan.

Acara ucapan selamat datang disampaikan Sultan, sembari merasa terhormat dikunjungi rekan media dari Jakarta. Tak pungkiri bahwa media adalah partner, yang telah menyuarakan Cirebon ke masyarakat. Hingga kini pendapatan dari sektor Pariwisata. Terasa mengalami peningkatan yang cukup bagus. Dari kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara, tentu akan menggerakan perputaran roda perekonomian.

Pelabuhan yang dimiliki Cirebon, dulu sempat disinggahi kapal pesiar dari Inggris setahun sekali. Akibat pendangkalan pelabuhan, kebiasaan kapal pesiar sudah tak dilanjutkan lagi.

Pada penghujung acara ramah tamah, kembali dipersembahkan sebuah tarian penutup. Kami dari awak media dan saya blogger, dipersilakan menuju Bangsal Pagelaran untuk santap siang. Hidangan khas Cirebon disajikan, seperti nasi jamblang, empal gentong, es ciung dan menu lainnya (ah tertebus sudah penasaran).

prosesi makan siang semakin semarak, dengan persembahan tari sintren.

Agak mistis gimana gitu, #eh

Empat lelaki berpakaian hitam dan satu gadis berjalan berjajar, satu diantaranya membawa dupa yang dibakar. Sang gadis belia dililitkan tali, pada seluruh tubuhnya kemudian dihipnotis. Dimasukkan ke dalam (semacam) kurungan besar, seluruhnya ditutup menggunakan kain hitam.

Proses selanjutnya, satu lelaki seolah membacakan mantra sembari meniup dupa ke arah kurungan. Takk lama gadis yang masuk kurungan berkaos putih, setelah keluar kurungan berganti pakaian beda.  Busana yang dikenakan berubah, layaknya costum seorang penari dengan atasan kuning dan mengenakan kain panjang. Kacamata hitam, berikat batik  plus untaian bunga kantil di bagian telinga, melengkapi penampilannya.

[caption caption="Makan siang sambil menyaksikan tari sintren (dokpri)"]

[/caption]

Menarilah sang gadis dengan gerakan monoton, rupanya masih dibawah pengaruh hipnotis. Dibelakang penari, satu lelaki berbaju hitam mengikuti. Sepetrinya menjaga, agar gerakan dan langkah penari tak salah jalur. Beberapa saat dibiarkan menari, dengan langkah memutar. Musik terus mengiringi perputaran penari, sempat seorang penonton tak tahan ikut berjoged di depan sang gadis. Kira-kira sekitar lima menit, penari kembali masuk dalam kurungan bertutup hitam.

Satu pria kembali membakar dupa, asap mengepul semakin banyak. Lelaki berbaju hitam seolah mentransformasi kekuatan ke dalam kurungan, tak lama dibuka mendapati gadis kembali memakai kaos yang semula dikenakan.

berakhirnya  tari sintren, penanda berakir kunjungan kami di keraton kasepuhan Cirebon.

Museum Linggarjati

Perjalanan berikutnya menuju tempat bersejarah, tepatnya di Museum Linggarjati terletak di selatan Cirebon.

Tempat inilah yang menjadi saksi bisu, para pendahulu bangsa ini menghasilkan perjanjian Linggarjati. Keigigihan bung Sjahrir dan team berdiplomasi, melahirkan pengakuan kedaulatan bangsa Indonesia. Diorama tentang suasana perjanjian, kemudian peralatan yang digunakan saat itu masih dipertahankan dan tertata rapi. Foto - foto serta kamar tidur, diberi penjelasan agar pengunjung terdeskripsikan situasi masa itu.

[caption caption="Museum Linggarjati (dokpri)"]

[/caption]

Bangunan saksi sejarah ini, sempat beralih fungsi sebagai hotel bahkan sekolah dasar. Namun mengingat pentingnya sejarah, demi membangkitkan patriotisme dan nasionalisme akhirnya dijadikan museum.

Hampir pukul setengah lima sore, masih ada rangkaian kegiatan yang terjadwalkan. Hujan mengguyur daerah Linggarjati, bus yang mengantar kami mendekat ke museum dan kamipun berlalu. (salam)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun