Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Banyak Kesempatan Belum Tentu Banyak Duit

16 Januari 2016   08:08 Diperbarui: 16 Januari 2016   09:55 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="illustrasi- dokpri"][/caption]

Sore menjelang malam di studio room lantai 6 kantor Kompasiana, acara bedah buku diselenggarakan oleh Kutu Buku (Kompasianer Ulas & Tulis Buku). Komunitas yang diprakarsai Pak Thamrin Sonata (TS), terbilang cukup aktif menerbitkan buku. Baik buku antalogi dari beberapa kompasianer, atau kumpulan cerpen, easai dan genre buku lainnya. khusus buku antologi, biasanya terbit dengan mengaitkan momentum hari nasional. Entah Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan, atau moment hari nasional lainnya.

Kompasiana sebagai wadah kompasianer membuka  ruang, bagi komunitas Kompasiana  mengadakan acara. Hal ini gayung bersambut dimanfaatkan Kutu Buku, untuk menggelar acara kali ini dan sebelumnya. Acara Bedah Buku  saat ini mengangkat dua judul buku, diterbitkan oleh penerbit Peniti Media. Yaitu "Mengembara ke Masjid-Masjid di Pelosok Dunia" ditulis Pak Taufik Uieks, dan - Kumpulan Cerpen, Mandeh Aku Pulang- ditulis Pak Iskandar Zulkarnaen.

Dua nama yang saya sebutkan, bukan nama asing bagi yang aktif menulis atau kopdar di Kompasiana. Beliau berdua terbilang sering hadir baik online atau acara offline, Pak Taufik sendiri kebetulan kerap bersua di kegiatan komunitas yang saya handle (Komik)

Meski dihadiri sekitar sepuluh kompasianers, acara bedah buku tetap berjalan hangat dan gayeng. Hampir setiap kami saling mengenal, jadi tidak ada rasa sungkan. Pak TS selaku inisiator acara membuka pertemuan, dengan sepatah dua kata sambutan. Kemudian diserahkan Pada Pak Thamrin Dahlan (TD), sebagai moderator acara bedah buku sore ini.

"Mengembara ke Masjid- masjid di Pelosok Dunia", saya sudah membayangkan sang penulis mengunjungi masjid demi masjid di banyak negara.  Pak Taufik sebagai seorang proffesional bidang pesawat, berkesempatan ditugaskan ke banyak negara.  Cerita beliau mengalir runut, berkisah tentang masjid demi masjid dengan segenap kenangan dibaliknya. Termasuk negara yang sudah dianggap sebagai kampung halaman kedua, karena teman-teman di negara tersebut sudah dianggap sebagai saudara.

Satu kalimat dari Pak Taufik sore itu, cukup menghunjam sempat membuat merinding. "Kesempatan pergi ke berbagai tempat adalah rejeki tak terkira, mungkin banyak orang yang uangnya lebih banyak dari saya tapi tidak sempat bepergian".

Kesempatan adalah rejeki, kata-kata ini yang benar saya camkan. Mungkin siapapun (bisa saja) secara finansial tidak memungkinkan, tapi ternyata kesempatan memungkinkan untuk apapun. Bepergian kemana-mana, tidak sama dengan harus menyediakan banyak uang. Karena bisa dicapai, dengan mencari sekaligus merengkuh kesempatan yang disediakan oleh kehidupan.

Sejenak saya menengok ke teman-teman kompasianer, kegiatan petualangan riser adalah kesempatan. Kebetulan beberapa teman kompasianer yang saya kenal baik, sedang berada di Derawan (bersamaan dengan acara bedah buku ini). Mereka meraih kesempatan tersebut, tanpa merogoh kocek sendiri. Saya pribadi pernah ke luar kota, semua keperluan baik transportasi atau akomodasi ditanggung sponsor.

Pun saat menjadi admin komunitas Komik, berkesempatan menonton bioskop tanpa membayar tiket. Bahkan bisa menyaksikan judul film, meski belum tayang resmi di bioskop. Kami kompasianers yang tergabung dalam KOMIK, bisa satu bioskop bersama produser, sutradara dan bintang utamanya. Kesempatan langka, tidak didapat banyak orang pastinya.

Hal sama terjadi ketika bergabung dengan acara KPK (kompasianers Penggila Kuliner), bisa menikmati hidangan yang harganya membuat kening berkerut. Pernah saya nikmati satu sajian, seporsi harganya 150 ribu. Bahkan kendaraan menuju lokasi restaurant, disediakan pengundang utnuk kompasianer.

Semakin saya membuka pikiran, sesungguhnya pertemanan dan cara membawa dirilah yang membuka kesempatan demi kesempatan itu.

Pada sessi kedua, Pak Iskandar Zulkarnaen mengulas tentang kumpulan cerpen. Menilik dari judulnya "Mandeh Aku Pulang", telinga ini langsung menggiring benak mendeteksi asal cerita. Kata Mandeh identik dengan kalimat Padang Sumatera Barat, yang terkenal dengan budaya merantau terutama bagi kaum lelaki. Mandeh sendiri artinya ibu, judul ini seperti dipersembahkan untuk sang Mandeh.

Mandeh Aku Pulang, mengisahkan anak bujang yang beranjak kaki dari kampung halaman. Pada satu waktu, tiba saatnya kembali pulang ke kampung halaman. Pulang kampung tentu membawa banyak rasa kangen, tentu juga membawa banyak pengalaman hidup yang baru di perantauan.

Selain cerpen "Mandeh Aku Pulang", terdapat 39 judul cerpen lainnya terangkum dalam satu buku. Saya kagum dengan pak Is (sapaan akrabnya), mampu menulis kisah demi kisah yang membutuhkan pendalaman. Pak TD mengaku, menulis cerita membutuhkan nafas panjang. Karena agar kisah bisa mengalir dan memiliki nyawa, mustilah dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran.  

Pada dua Kompasianer luar biasa ini, semoga sehat selalu, panjang usia dalam keberkahan dan terus berkarya dan menginspirasi. (Salam)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun