[caption caption="Nangkring Bareng AXA Mandiri (dokpri)"][/caption]
Saat masih sekolah SD di kampung, saya memiliki teman berotak encer. Dodi (nama disamarkan) teman karib usia sebaya, rumah kami kebetulan bertetangga jadi sering main bersama. Prestasi akademiknya tak perlu diragukan, setiap kenaikan kelas menduduki rangking tiga besar. Belum lagi setiap ada perlombaan bidang studi, namanya tak pernah absen dikutsertakan. Bidang pelajaran ilmu alam, menjadi ketertarikannya. Tak mengherankan, pada pelajaran IPA sekolah kami kerap menjadi juara lomba. Bahkan bisa dikatakan sering, merebut predikat juara satu tingkat Kecamatan.
Saya beruntung bisa kenal, sekaligus berkawan akrab. Sampai duduk di SMP, kami satu kelas bahkan duduk sebangku. Prestasinya masih saja menonjol, pada mata pelajaran yang sama. Namun Dody type anak pendiam, enggan (baca ; tak berani) tampil ke depan kelas. Pada saat kelulusan sekolah tiba, guru mencari perwakilan siswa untuk pidato perpisahan. Dody gampang nervous dan demam panggung tak ditunjuk guru, kesempatan itu akhirnya dilimpahkan pada saya.
Saat lulus SMP, kami berpisah Sekolah. Budi berhasil masuk SMU favorit, sementara saya di sekolah Negri lainnya. Sejak pisah sekolah, pertemuan kami relatif jarang. Masing-masing memiliki kesibukan, bahkan di rumahpun jarang bermain bersama.
Setelah lulus sekolah atas, Budi masuk Perguruan Tinggi Negri sedang saya terpaksa gigit jari. Kami merantau beda kota, mencari penghidupan sendiri-sendiri. Pun dengan teman-teman yang lain, mulai renggang interaksi dan komunikasi. Ketika Budi sibuk di bangku kuliah, saya mulai masuk dunia kerja baru kuliah setahun berikutnya.
Kami bersua saat pulang kampung lebaran, itupun tak bisa berlama-lama. Dunia rantau membentuk kami, perjumpaan mengakrabkan sekaligus mendewasakan. Kemudian lama tak bersua lagi, bertemu kembali masing-masing sudah memiliki anak dan istri. Tidak saja dengan Dody teman semasa SD dan SMP, beberapa kawan seperti Slamet, Santo, Nanang, Narto, Subari dan banyak nama lain semakin jarang bertatap muka.
Dari perjalanan kehidupan setiap kami jalani, hasil dicapai sungguh tak terprediksi. Perjumpaan dengan kawan lama, menghadirkan kejutan-kejutan tak terduga. Teman yang dulu prestasinya biasa-biasa saja, meraih kehidupan (untuk ukuran saya) mapan. Sementara Dody yang berprestasi gemilang, saat ini keadaannya biasa-biasa saja.
Apa yang terjadi dalam proses kehidupan, tak bisa saling mengintervensi. Namun saya memiliki kesimpulan, kepintaran dalam akademik saja belum cukup. Medan pertempuran kehidupan sejati, adalah berhadapan dengan kenyataan hidup sesungguhnya. Maka mental juang musti ditanamkan, sehingga kepintaran tak berhenti pada pelajaran saja. Pintar mengambil keputusan, pintar mengelola keadaan, pintar membina hubungan, pintar membawa diri, adalah kepintaran yang dibutuhkan.
Mental pejuang dan mental pemanang seharusnya dikedepankan, agar menjadi pribadi tangguh menghadapi semua situasi tidak pasti. Alnagkah sempurna apabila menemui orang, sudah pintar dalam bidang akademik ditunjang mental yang mumpuni.
Memang ada istilah "No Body's Perfect", tapi setiap manusia bisa belajar menjadi lebih baik.
-o-0-o-
Sebuah buku biografi seorang tokoh besar, pernah saya baca saat SD. Kisah itu begitu melekat di benak, hingga kini tak terhapus dalam ingatan.
Sosok bernama George Washington, adalah anak seorang tukang kayu. Lelaki kecil dari keluarga miskin papa, hidup dalam situasi berkekurangan. Kelak lelaki tak berpunya, menjadi orang pertama di America.
Kemudian sosok lain seorang Albert Einstein, masa kecilnya dikategorikan anak berkebutuhan khusus. Hyperaktif sampai guru di sekolah menyerah, menyarankan Enstein dibawa ke psikolog. Tak dinyana akhirnya memiliki otak genius, namanya terpahat sebagai ilmuwan dunia.
Sementara untuk tokoh dari dalam negri, (alm) Profesor Hembing seorang dokter dengan penemuan luar biasa. Beliau kerap memanfaatkan obat-obatan dari akar, daun atau kayu, berasal dari tumbuhan alami yang bisa ditanam sendiri. Masa kecil beliau yang memprihatinkan, berasal dari keluarga miskin di pelosok desa. Kelak menjadi ahli pengobatan terkemuka, dengan penemuan yang bermanfaat untuk orang banyak.
Saya yakin masih banyak nama lain, berasal dari keluarga memprihatinkan. Namun dengan tekad belajar kuat, bisa meraih kesuksesan sampai menyandang nama besar. Setiap keadaan memberi peluang, membentuk diri menjadi petarung handal sanggup menghadapi rintangan.
Lagi- lagi kata kuncinya, memiliki mental pejuang dan mental pemenang. Fasilitas yang berkelimpahan saja tak cukup, bila tak dibarengi dengan menanamkan mental pejuang dan mental pemenang. Setiap manusia tidak bisa terus menang (baca beruntung), namun kalau mengenggam mental pemenang. Saat berada pada posisi kalah, bisa mengambil hikmah dan bangkit mengejar harapan.
[caption caption="illustrasi- dokpri"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/10/11/dsc06271-a-jpg-561a3860c1afbde0088b456c.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Kualitas Sekolah dan Kualitas Siswa
"Al Usroh Madrosatul Ula", keluarga adalah sekolah yang pertama dan Benteng utama sebuah bangsa.
Orang tua (ayah dan Ibu) adalah guru utama, sebelum bapak/ibu guru di sekolah formal. Tak salah orang tua memutuskan, menyekolahkan anak-anak di sekolah ternama. Namun bukan berarti, menyerahkan sepenuh pendidikan pada sekolah tersebut. Dalam satu hari sepanjang 24 jam, anak-anak di sekolah sekitar (misal) 8 jam. Artinya sepertiga hari di sekolah, duapertiga waktu sisanya di luar sekolah. Orang tua harus mau memegang peranan, mengisi 16 jam waktu yang dimiliki anak.
Kalau di sekolah anak ditekankan, pada kemampuan akademik & kebiasaan baik. Harus dteruskan di rumah atau lingkungan terdekat, dengan kebiasaan sikap positif lainnya. Sehingga masing-masing berkesinambungan, saling mengimbangi dan sejalan.
Tak bijak berpandangan, menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah meskipun sekolah terkenal berkualitas sekalipun . Sekolah berkualitas hanya satu aspek, perlu dibarengi dengan aspek lainnya. Aspek lain misalnya mencontohkan kebiasaaan baik, tidak terlalu memanjakan anak dengan keenakan.
Saya punya kenalan, kebetulan orang tuanya (ayah) seorang pengusaha relatif berhasil. Meski di rumah memiliki kendaraan, sang anak tidak bisa seenaknya minta difasilitasi. Dulu saat masih kuliah, kenalan menggunakan kendaraan umum ke kampus. Pun saat jalan-jalan bersama teman, tak bisa seenaknya membeli apapun semaunya. Akhirnya anak ini biasa berdesakan di angkot, atau menahan lapar saat perjalanan pulang. Selain itu orang tua menekankan, untuk mendirikan sholat lima waktu.
Kini setelah bekerja dan berkeluarga, kenalan ini memiliki mental sangat mandiri. Usai menikah memilih tinggal di rumah kontrakkan, meski rumah orang tuanya luas. Suka duka dalam rumah-tangga, dihadapi dengan sabar tanpa keluh kesah kepada ayah ibunya.
Sampai akhirnya bisa membeli rumah sendiri, hasil dari jerih payah dan keringatnya sendiri. saya dan istri kebetulan mengenal secara pribadi, cukup salut dengan sikap hasil didikan ayah ibunya.
Maka bapak yang pengusaha ini, bagi saya adalah contoh nyata yang memadukan dua hal. Yaitu sekolah yang baik (baca berkualitas), sekaligus menanamkan mental tidak manja pada anaknya.
Merencanakan Masa Depan
[caption caption="illustrasi- dokpri"]
Sang Maha Pencipta sangatlah demokratis, memberi otoritas kepada manusia untuk diri manusia itu sendiri. Namun berlaku ketetapan atas hukum alam yang pasti, sebuah akibat dihasilkan dari sebuah sebab atau proses. Kalau mendapati orang sukses, pasti ada sebabnya misalnya karena orang itu ulet dan pekerja keras. Kalau melihat anak pintar dan pengertian, ada sebab dibalik hasil yang tampak itu. Mungkin buah teladan kedua orang tua, atau bisa jadi kebiasaaan baik yang dilihat di lingkungan sekitar.
Tapi kalau kesuksesan diperoleh dengan jalan pintas/instan, biasanya cepat atau lambat hukum alam akan bekerja.
Manusia memang tidak bisa menentukan masa depan, namun bisa mengusahakan dari sekarang. Maka pada point ini, kata kunci yang peting adalah "Perencanaan". Pada umumnya perencanaan yang baik, hasilnya cenderung baik.
[caption caption="illustrasi- dokpri"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/10/11/2-axa-561a3920357b6155078b4571.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Sebagai orang tua, perlu membuat perencanaan baik untuk buah hati. Seperti ulasan saya diatas, sekolah bukan satu-satunya jaminan sukses. Namun memilihkan sekolah yang baik atau berkualitas, adalah satu aspek mendukung kesuksesan. Sementara aspek lain harus tetap dilakukan, berupa mempersiapkan mental pemenang pada anak-anak. Mental seorang pemenang, adalah mental tak mudah menyerah dan tak henti belajar.
Berdasarkan survey AXA Mandiri, dari 250 responden menikah dipilih secara random. Sebanyak 69.2 % pasangan, menyatakan menyiapkan dana pendidikan anak hingga S1. Sebanyak 22 % mengalokasikan dana hingga 200 - 300 juta. Namun fakta di lapangan berbicara lain, 79% dari responden tidak punya tabungan.
Saat ini semakin banyak Produk asuransi pendidikan ditawarkan, dengan iming-iming menggiurkan. Sebagai konsumen kita musti jeli, tak gampang tergiur bujuk rayu. Apalagi produk asuransi biasanya berjangka menengah dan panjang, jadi musti hati-hati sebelum membeli.
Dalam acara Kompasiana Nangkring AXA mandiri, Ibu Tisye Diah Retnojati Chief of In Branch Channel Axa mandiri memberi tips.
- Perhatikan rekam jejak perusahaan asuransi, berupa pengalamannya, image yang berkembang di masyarakat, juga prestasi yang telah diraih.
- Mencari pendapat penyeimbang, dari orang yang sudah memiliki product Asuransi yang sedang ditawarkan.
- Setelah yakin, baru menentukan sikap terhadap product Asuransi tersebut.
AXA Mandiri adalah perusahaan patungan, PT Bank mandiri (Persero) Tbk (saham 51%) dan AXA Group (saham 49%). Berdiri pada tahun 2003, mampu mempertahankan posisi sebagai pemimpin di bancassurance. Menguasai 26.9% pangsa pasar*, didukung lebih 1.800 Financial Advisor dan 500 telesales Officer. (* data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia tahun 2013)
Ibu Tisye menjamin Financial Advisor AXA mandiri, sepenuhnya akan membantu nasabah. Dalam memahami klausul dalam polis, sehingga nasabah paham tidak asal tanda tangan. Saya sempat mengamati kontrak asuransi, biasanya front huruf kecil sehingga malas membaca.
Bu Tisye menegaskan, "Financial Advisor kami pasti membantu"
[caption caption="Asuransi Mandiri Sejahtera Cerdas dan Asuransi Mandiri Sejahtera Cerdas Syariah"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/10/11/img-20151011-162746-561a398fc1afbd26098b4568.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Produk asuransi berkaitan dengan pendidikan, menghadirkan Asuransi Mandiri Sejahtera Cerdas dan Asuransi Mandiri Sejahtera Cerdas Syariah . (detil silakan klik pada tautan) Saya termasuk orang yang tidak mudah dirayu, terutama untuk penawaran product keuangan. Maka saya akan memanfaatkan kesempatan, dengan banyak bertanya kepada Financisl Advisor.
Satu hal yang sangat saya setuju, "Investasi Sedini Mungkin, hal itu akan lebih menguntungkan" ujar Ibu Tyse
[caption caption="Brosur Axa Mandiri (dokpri)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/10/11/img-20151011-162819-561a3a4fb492733a078b456a.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Sementara masih pada acara Nangkirng AXA Mandiri, hadir Narasumber Ibu Tedjsari Asad beliau perencana keuangan dan Direktur Tatadana Conuslting. Ibu Tedja menegaskan "Keuntungan Investasi sebenarnya untuk diri sendiri agar tidak susah".
Ibu Tedja membagi tips membaca polis, "baca dulu bagian yang tidak dicover dalam product asuransi tersebut, kemudian apa saja yang dicover"
Klausul lain biasanya sebagai pendukung, namun ada baiknya dibaca semua pada saat yang memungkinkan. "Yang pasti jangan membaca polis, pada saat terburu-buru langsung tanda tangan" pesan ibu Tedja
Sebaiknya tetap bergaya hidup sederhana, meski keuangan sedang menanjak. Pada kesempatan yang sama, ibu Tedja membagi Quote "lebihkan berbagi saat berlebih, jangan lebihkan gaya hidup". Karena dari berbagi, akan membuka peluang yang tidak disangka-sangka.
-0-o-0-
Pada ujung artikel saya ingin mengutip puisi Khahlil Gibran tentang anak.
Anakmu bukan milikmu
Mereka putra-putri kehidupan
yang rindu pada diri mereka sendiri
Lewat engkau mereka lahir
Tapi tidak dari engkau
----------
----------
-----------
---------
Patut kau beri rumah untuk raganya
Namun tidak bagi jiwanya
Sebab jiwa mereka adalah penghuni masa depan
Yang tiada dapat kau kunjungi
Sekalipun dalam impian.
Manusia (baca ; Orang tua) wajib hukumnya berupaya maksimal dan terbaik untuk anak-anaknya, selebihnya biarkan hukum alam yang berbicara. Termasuk memberi pendidikan yang baik, dengan cara merencanakan dananya sekaligus menanamkan mental baik. Ketika semua yang orang tua persembahkan, dihasilkan dengan cara-cara yang baik (baca halal). Niscaya kehidupan akan berpihak, dengan menghasilkan anak-anak yang berkualitas intelek dan mentalnya.
Sekolah berkualitas adalah satu aspek, keteladanan orang tua adalah satu aspek, rencana pendidikan adalah satu aspek, lingkungan pergaulan adalah satu aspek, penanaman mental adalah satu aspek. Ketika aspek demi aspek diproses dengan baik, selebihnya sebagai manusia mari tunduk pada hukum kehidupan. Bukankah tugas manusia hanya berusaha, sedangkan hasilnya menjadi otoritas penuh Sang Pemilik Kehidupan (salam)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI