[caption caption="illustrasi Kampung Halaman- dokpri"][/caption]
Kehidupan membentangkan jalan panjang, untuk ditempuh masing masing manusia. Setiap orang memiliki badai dan onak duri sendiri, tak ada pilihan lain kecuali menjalani. Setiap proses sejatinya menjanjikan kekokohan "kuda-kuda" mental, selama manusia pintar mengais hikmah dari setiap kejadian. Bukankah semesta tak bakal "mengecilkan", siapapun makhluk cipataan-NYA. Sekecil kejadian apapun sungguh tak ada yang sia-sia, semua skenario Maha Pencipta demi kebaikan manusia.
Hanafi baru saja berpindah tanah perantauan, dari Kota Pahlawan beralih ke Kota Megapolitan. Meski keduanya sama-sama kota besar, namun dua kota ini tetap berbeda karakter. Mobilitas Jakarta jauh lebih padat dari bayangan, bahkan tantangannya tak kalah mengairahkan. Keseharian selalu bergelut kemacetan lalu lintas, belum lagi polusi kalau panas atau banjir saat musim hujan tiba.
Tantangan hidup Hanafi tak hanya menghadapi Jakarta, pertanyaan ibupun ternyata menjadi tantangan tersendiri.
Tak terasa usia seperempat abad dilewati sudah, sejak dua tahun lalu saat masih di Surabaya. Hari peralihan usia terasa ada "beban" berlebih dipundak, menghalau pertanyaan yang sama terutama dari ibunda.
"Han..., kapan calonmu dikenalkan dan diajak pulang" suara ibu dari ujung telepon
Bukan perkara mudah menyampaikan jawaban, menahan perasaan jengkel butuh tenaga ekstra. Se- tidak enak apapun pertanyaan ibu, tak hendak dijawab dengan kalimat tak sopan.
"Doain saja buk.....semoga cepat ketemu" balas Hanafi menggantung.
Biasanya Hanafi buru-buru membuat alasan, demi menghindari obrolan berlanjut dan ngelantur. Yang sudah sudah biasanya akan diceramahi, temanya selalu seragam tak lepas dari masalah rumah tangga.
"kalau sudah cukup umur jangan ditunda, kasihan nanti kalau punya anak bapaknya sudah berumur...bla bla bla......bla."
*Hanafi diam seribu bahasa, hening sehening heningnya, tak bersemangat membalas satu katapun, bahkan kalau bisa suara nafas ditahan semampunya*