Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

[Cerpen] Mukena Lebaran untuk Ibunda

18 Juli 2015   10:46 Diperbarui: 18 Juli 2015   11:07 1696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanafi sering melintasi gudang ini, saat hendak makan siang di warung emperan. Hingga tergerak hati, suatu saat mampir dan membeli.

"Mukena" gumamnya dalam hati

Tekadnya mempersembahkan mukena bulat, menyisihkan gaji bulanan tak seberapa. Sebagai bungsu tak membuatnya manja, tempaan kenyataan telah membentuknya.

Puasa tahun ini memang jauh berbeda, siang hari tak sekedar menahan lapar dahaga. Yang berat menahan emosi menghadapi kuli, yang sering berkata kasar dan membangkang. Apalagi kalau dua truk barang datang, harus selesai hari itu juga. Fisik yang lelah ditambah godaan untuk marah, semakin sempurna ujian harus dihadapi.

Namun semua menguap menjelang senja, melintasi gudang kain mengingatkan niat. Tekadnya semakin kuat usai menghitung tabungan, lima lembar uang duapuluh ribuan sudah disiapkan. Pernah terbaca delapan puluh ribu di kertas gantungan, tepat pada tumpukkan mukena. Selain terdapat angka ratusan ribu bahkan lebih, di atas tumpukkan mukena lainnya.

Seminggu sebelum mudik dipersiapkan waktu, sore menjelang jam pulang tiba. Mendatangi gudang yang dimaksud, berharap membawa sepotong mukena.

Langkah penuh percaya diri diayunkan, sampai di depan pintu yang dituju. Bergegas mencari tumpukkan mukena, yang pernah dilihat sejak dua hari lalu. Beberapa kali pandangannya tertuju satu tempat, meyakinkan kalau penglihatannya tidak salah. Perlahan tapi pasti mulai luntur kegagahan, yang semula dimiliki saat kedatangan. Masih ada mukena di tumpukan lain, tapi harganya melebih uang yang disiapkan.

"Mbak, tadi pagi saya lihat harga delapan puluh ribu disini" Hanafi meyakinkan

"Sudah habis tadi siang mas" balas petugas singkat

Tak ada kalimat lagi yang hendak diucapkan, kecuali berkecil hati dan langkahpun mundur teratur. Raut kecewa jelas tak bisa dibiaskan, menghiasai wajah Hanafi senja itu.

"Kenapa mukamu di tekuk gitu" celetuk kepala gudang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun