Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memulai Revolusi dari Keluarga Sendiri

12 Juli 2015   07:09 Diperbarui: 12 Juli 2015   07:09 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Acara Kompasiana nangkring bersama BKKBN"][/caption]

Rumah menjadi pondasi mendasar bagi penanaman kebiasaan, untuk anggota keluarga khususnya anak anak yang berada di dalamnya. Keluarga ideal yang terdiri dari ayah, ibu dan anak selayaknya masing masing memiliki peran dan fungsi yang semestinya. Ayah sebagai kepala keluarga, bertugas sebagai pengayom dan pencari nafkah untuk istri dan anaknya. Ibu sebagai kepala rumah tangga, musti menjalankan tugas kerumahtanggan dengan sebaiknya. Pun anak musti mendapat "asupan" perhatian yang memadai, juga diberi hak untuk bahagia sehingga berkembang secara baik.

Membangun keluarga yang baik dan kokoh, menjadi awal lahirnya generasi mendatang yang baik pula. Keluargalah tempat menumbuhkan watak, serta menanamkan perilaku dalam diri anak anak. Semua yang tertanam akan menjadi bekal, untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan sesungguhnya.

Beberapa waktu yang lalu saya bergabung dalam acara Kompasiana Nangkring, bekerjasama dengan BKKBN bertempat di BSD Tangerang Selatan. Sebuah buku panduan bahan penyuluhan menjadi orang tua hebat, menjadi isi dari goody dibagikan pada setiap kompasianers yang hadir. Isi buku yang cukup detil dan melingkupi hampir semua aspek, beberapa isinya saya cuplikan untuk mempertajam artikel ini.

Perencanaan membangun keluarga perlu dipersiapkan dari awal, semakin matang sebuah perencanaan niscaya semakin baik.

Perencanaan Membangun Keluarga

- Melalui perencanaan usia pernikahan ( usia 20 - 30 tahun)

- Membina hubungan antar pasangan dengan keluarga lain, dan kelompok sosial

- Merencanakan kelahiran anak pertama (persiapan menjadi orang tua)

- Mengatur jarak kelahiran dengan menggunakan alat kontrasepsi

- Berhenti melahirkan di usia 35 tahun agar dapat merawat balita secara optimal.

- Merawat dan mengasuh anak usia balita, memenuhi kebutuhan mendasar anak (keb. Fisik, kasih sayang dan stimulasi)

Menciptakan Keluarga Berkualitas

- Menumbuhkembankan harapan pada diri sendiri dan keluarga akan kehidupan yang lebih baik.

- Memberikan teladan yang baik kepada anak-anak mengingat perkembangan teknologi dan globalisasi

- Senantiasa memberikan nasehat kebaikan dan teguran atas perilaku yang menyimpang.

- Mencari dan Membentuk lingkungan kondusif untuk perkembangan keluarga

- Melakukan pembiasaan dan pengulangan.

- Memberi hadiah berupa pujian.

Terdapat 8 fungsi keluarga

  1. Fungsi Keagamaan ; Orang tua menjadi contoh panutan bagi anak-anak dalam beribadah, termasuk sikap sehari hari sesuai norma agama
  2. Fungsi Sosial Budaya ; orang tua menjadi contoh perilaku sosial budaya dengan cara bertutur kata, bersikap dan bertindak sesuai budaya timur agar anak anak bisa melesatarikan dan mengembangkan budaya dengan rasa bangga
  3. Fungsi Cinta Kasih; Orang tua memiliki kewajiban memberikan cinta kasih kepada anak anak, anggota keluarga lain sehingga menjadi wadah utama berseminya kehidupan penuh cinta kasih
  4. Fungsi Perlindungan; orang tua menumbuhkan rasa aman nyaman dan kehangatan bagi seluruh anggota keluarga sehingga anak anak merasa nyaman berada di rumah.
  5. Fungsi Reproduksi ; ayah dan ibu sepakat mengatur jumlah anak serta jarak kelahiran dan menjaga anak terutama yang sudah remaja untuk menjaga kesehatan reproduksi secara sehat, menghindari kehamilan sebelum menikah.
  6. Fungsi Sosialisasi & Pendidikan ; orang tua mampu mendorong anak anaknya untuk bersosialisasi dengan lingkunganya serta mengeyam pendidikan untuk masa depannya.
  7. Fungsi Ekonomi ; orang tua bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga
  8. Fungsi Lingkungan ; orang tua mengajarkan pada anak-anak untuk menjaga dan memelihara lingkungan, keharmonisan keluarga dan lingkungan sekitar.

******

Betapa peran orangtua sangat penting dan vital, karena pada orang tualah anak anak akan mendapat inputan. Keteladanan orang tua menjadi utama, dalam proses tumbuh kembang pribadi anak. Satu kisah tentang keteladanan ayah yang apik, pernah saya baca dalam sebuah buku "Semua Ayah adalah Bintang" karya Neno Warisman.

Terkisah seorag ayah didatangi anaknya yang sudah dewasa.

"ada keperluan apa kau kemari, wahai anakku?" tanya sang ayah penuh kasih

"ada urusan keluarga, ayah" Jawab sang anak

Maka Sebatang lampu kecil (alat penerangan satu satunya) yang menyala di ruanganpun dipadamkan. Hanya dengan satu tiupan mulut sang pemimpin besar, menjadi gelap gulita ruangan itu

"Kenapa kita bicara dalam gelap begini, ayah?" tanya anaknya tidak mengerti

"Kita tidak menggunakan fasilitas negara untuk mengurus persoalan keluarga. Bicaralah anakku, apa persoalanmu?"

Petikan mutiara kisah masa lalu, sang ayah adalah Khalifah Umar Ibn Abdul Azis, Khalifah kelima, dengan putra belia yang datang menghadap. Beliau raja yang amat mengagumkan, sampai datang waktu wafatnya, serigala tidak memakan ternak. Keamanahan beliau dalam menjalankan kepemimpinan mengguncangkan jiwa, menoreh kebenaran yang dianut dan diwarisi oleh para pejalan keadilan

Penggalan kisah sarat hikmah berulang, pada masa yang berbeda. Seorang bapak tentara yang bermobil milik negara. Sedang menjalankan tugas, melewati pintu sekolah. Seorang anak kecil menghadang, namun bagai tak peduli mobil terus melaju.

Ketika berselang waktu sang anak protes saat dirumah, dengan bijak sang ayah menanggapi "Lha kamu itu siapa? Bapak sedang pakai mobil dinas, Nak. Nggak mungkin Bapak pakai untuk urusan pribadi" jelas sang Bapak tegas dan pasti.

Pemuda kecil yang sedang berdialog, kelak menjadi pemain watak dan amat tersohor. Menerima beragam piala untuk beragam perannya sebagai aktor, sejarah mematri namanya sebagai salah satu sutradara emas. Beliau memiliki sikap berseni yang kuat, karena sekuat keteladanan ayahnya.

Ayah (dan ibu tentunya) dengan segenap tugas mulianya, musti mempersembahkan dirinya untuk kemuliaan. Memberi teladan trebaik dan nafkah terbaik, dari butiran keringat yang terbaik. Tentu akan menciptakan anak yang baik, kelak anak anak ini akan menjadi orangtua yang baik pula. Saya kira nukilan kisah keteladanan ini sejalan dan selaras, dengan 8 fungsi keluarga yang digagas BKKBN

******

[caption caption="Walikota Airin Rachmi Diany bersama Ibu Ngesti Setyo Murni kompasianer Tangsel"]

[/caption]

Sebagai warga Tangerang Selatan saya ikut berbangga, tahun ini ditunjuk menjadi penyelengara Puncak Hari Keluarga Nasional XXII. Walikota Airin Rachmi Diany secara khusus menyampaikan, kesiapan Tangsel menjadi tuan rumah. Pada kesempatan acara Nangkring bersama Kompasiana, Airin memaparkan rencana penyelenggaraan event akbar ini.

Tema yang diusung sangat menggelorakan semangat. "Harganas Merupakan Momentum Upaya Membangun Karakter Bangsa Mewujudkan Indonesia Sejahtera". Adapaun Motto Harganas tahun ini adalah, "Keluarga Berkarakter Indonesia Sejahtera".

Puncak Harganas XXII pada 1 Agustus 2015 akan digelar di lapangan Sunbrush BSD City, sesuai rencana dihadiri oleh Presiden RI Bapak Joko Widodo. Aneka kegiatan sudah dipersiapkan seperti seminar, temu kader, pameran dan gelar produkUPPKS, festival dan pemecahan rekor MURI.

6 sukses menjadi target yang hendak diraih Tangsel;

1. Penyelenggaraan

2. Prestasi

3. Pengelolaan Keuangan

4. Acara Puncak

5. Penyambutan tamu secara baik

6. Pertanggungjawaban.

*******

Hadir sebagai pembicara di Kompasiana nangkring BKKBN berikutnya, DR. Abidinsyah Siregar, DHSM., M.Kes beliau sebagai Deputi Bidang Advokasi, Penggerakkan dan Informasi.

Sesuai amanah Undang-Undang NO 52 tahun 2009, Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Keluarga menjadi ;

- Lingkungan pertama & utama dalam pembinaan tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai moral dan pembentukan kepribadian

- Tempat belajar bagi anak dalam mengenal dirinya sebagai makluk sosial

- Hanya Keluarga yang ber-Ketahanan yang akan mampu menepis pengaruh negatif yang datang dari luar

- Keluarga yang berketahanan dan mampu melaksanakan fungsi-fungsi keluarga dapat

menjadi landasan dalam mewujudkan keluarga bahagia sejahtera.

KB yang dulu di era Orde Baru sukses dijalankan, saat itu mampu merubah paradigma masyarakat. Terbukti setiap keluarga Indonesia mulai sadar, untuk memiliki anak cukup dua padahal sebelumnya sampai delapan atau sembilan.

Masa itu KB kepanjangannya adalah Keluarga Berencana, sesuai perkembangan jaman KB bertransformasi menjadi Kelurga Berkualitas. Untuk menciptakan keluarga berkualitas, BKKBN mulai mengedukasi pada usia pra menikah. Genre atau Generasi Berencana yang usia mahasiswa/ wi, menjadi sasaran tepat program edukasi ini.

Fokus Kegiatan Genre

1.Promosi penundaan usia kawin: utamakan sekolah dan berkarya

  1. Penyediaan informasi kesehatan reproduksi seluas-luasnya melalui PIK Remaja
  2. Promosi merencanakan kehidupan berkeluarga dengan sebaik-baiknya (kapan menikah, kapan mempunyai anak, berapa jumlah anaknya dsb)

Genre diharapkan mampu membantu remaja melalui periode transisi remaja yakni;

1.melanjutkan sekolah

2.Mencari Pekerjaan

3.Membentuk keluarga

4. Menjadi anggota masyarakat

5. Mempraktekan hidup sehat.

 

Revolusi Mental;

Character and nation building, bukan hal mudah, namun tidak bisa tidak, harus menjadi kemauan dan tekad bangsa Indonesia, yang berawal dan menjadi inti dari Keluarga. Untuk dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal pemerintah mengeluarkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin (UU N0. 52/2009).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyelenggarakan Focus Group Discussion tentang Peran Strategis Keluarga dalam Revolusi Mental dengan tema “Revolusi

Mental: Transformasi Karakter Bangsa Melalui Keluarga”.

- Secara denotatif, revolusi berarti "kembali lagi" atau "berulang kembali.“ Artinya terjadi Pengulangan secara terus-menerus yang menjadikan akhir sekaligus awal sebagaimana ”revolusi planet dalam orbit”.

- ”Perubahan dalam susunan keyakinan saintifik atau dalam paradigma” (Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution (1962). Sebagai contoh saat Nicolaus Copernicus (1543) memublikasikan De Revolutionibus Orbium Coelestium, yang merubah pandangan pusat alam semesta dari geosentrisme (berpusat di Bumi) menjadi heliosentrisme (berpusat di Matahari). Pengertian revolusi tidak lagi menekankan aspek kesinambungan dalam daur ulang (unbroken continuity), melainkan justru sebagai keterputusan dalam kesinambungan (break in continuity).

- Sejak itu, revolusi berarti suatu perubahan struktur mental dan keyakinan karena introduksi gagasan dan tatanan baru yang membedakan dirinya dari gagasan dan tatanan masa lalu (Cohen, 1985).

[caption caption="kompasianers"]

[/caption]

******

Tentang mempersiapkan generasi mendatang, memang musti dimulai dari ayah dan bunda di rumah. Namun pada akhirnya anaklah yang akan mengambil saripati keteladanan, untuk dibawa mengarungi kehidupan yang lebih luas.

Saya teringat sebuah puisi dari penggiat parenting, Neno warisman yang cuplikkan bukunya sudah ditulis di artikel ini

Dirumah kita ada jendela,

Kita selalu sering menutupnya

karena takut ada angin besar menerpa.

Tetapi anak anak selalu ingin membukanya

Karena diluar selalu ada hal menarik untuk dicoba.

dsb....

Anak akan memiliki jalan sendiri

yang akan ditempuh dan di titi

tanpa orang tua pahami

dsb....

 

Fase usia setiap anak perlu diketahui ayah dan ibu, ada saatnya anak senang digendong (terjadi pada usia balita). Menginjak anak berusia 7 - 12 tahun ingin menjadi dirinya sendiri, biasanya dia tidak ingin dipeluk secara fisik. Saya pribadi mengalami sendiri, anak yang sudah kelas tiga mulai risih kalau dipegang kepalanya (apalagi dicium dihadapan orang lain). Anak saya sering menepis tangan saya, ketika pipinya saya dekati di depan sekolah usai diantar.

"malu ayah" ujarnya lirih

Tetapi sejatinya justru mereka ingin menguji, apakah ayah dan ibu konsisten merangkul hatinya.

Saya semakin sadar bahwa menjadi orang tua perlu membekali diri, dengan ilmu pengetahuan yang mumpuni. Kesadaran untuk mengupgrade pengetahuan musti ditanamkan, agar bisa menjadi orang tua berkualitas dan menghadirkan anak yang berkualitas pula. Revolusi mental musti dimulai dari diri sendiri, kemudian "ditularkan" pada orang di dekitar diri. (salam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun