Character and nation building, bukan hal mudah, namun tidak bisa tidak, harus menjadi kemauan dan tekad bangsa Indonesia, yang berawal dan menjadi inti dari Keluarga. Untuk dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal pemerintah mengeluarkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin (UU N0. 52/2009).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional menyelenggarakan Focus Group Discussion tentang Peran Strategis Keluarga dalam Revolusi Mental dengan tema “Revolusi
Mental: Transformasi Karakter Bangsa Melalui Keluarga”.
- Secara denotatif, revolusi berarti "kembali lagi" atau "berulang kembali.“ Artinya terjadi Pengulangan secara terus-menerus yang menjadikan akhir sekaligus awal sebagaimana ”revolusi planet dalam orbit”.
- ”Perubahan dalam susunan keyakinan saintifik atau dalam paradigma” (Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution (1962). Sebagai contoh saat Nicolaus Copernicus (1543) memublikasikan De Revolutionibus Orbium Coelestium, yang merubah pandangan pusat alam semesta dari geosentrisme (berpusat di Bumi) menjadi heliosentrisme (berpusat di Matahari). Pengertian revolusi tidak lagi menekankan aspek kesinambungan dalam daur ulang (unbroken continuity), melainkan justru sebagai keterputusan dalam kesinambungan (break in continuity).
- Sejak itu, revolusi berarti suatu perubahan struktur mental dan keyakinan karena introduksi gagasan dan tatanan baru yang membedakan dirinya dari gagasan dan tatanan masa lalu (Cohen, 1985).
[caption caption="kompasianers"]
******
Tentang mempersiapkan generasi mendatang, memang musti dimulai dari ayah dan bunda di rumah. Namun pada akhirnya anaklah yang akan mengambil saripati keteladanan, untuk dibawa mengarungi kehidupan yang lebih luas.
Saya teringat sebuah puisi dari penggiat parenting, Neno warisman yang cuplikkan bukunya sudah ditulis di artikel ini