Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memulai Revolusi dari Keluarga Sendiri

12 Juli 2015   07:09 Diperbarui: 12 Juli 2015   07:09 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkisah seorag ayah didatangi anaknya yang sudah dewasa.

"ada keperluan apa kau kemari, wahai anakku?" tanya sang ayah penuh kasih

"ada urusan keluarga, ayah" Jawab sang anak

Maka Sebatang lampu kecil (alat penerangan satu satunya) yang menyala di ruanganpun dipadamkan. Hanya dengan satu tiupan mulut sang pemimpin besar, menjadi gelap gulita ruangan itu

"Kenapa kita bicara dalam gelap begini, ayah?" tanya anaknya tidak mengerti

"Kita tidak menggunakan fasilitas negara untuk mengurus persoalan keluarga. Bicaralah anakku, apa persoalanmu?"

Petikan mutiara kisah masa lalu, sang ayah adalah Khalifah Umar Ibn Abdul Azis, Khalifah kelima, dengan putra belia yang datang menghadap. Beliau raja yang amat mengagumkan, sampai datang waktu wafatnya, serigala tidak memakan ternak. Keamanahan beliau dalam menjalankan kepemimpinan mengguncangkan jiwa, menoreh kebenaran yang dianut dan diwarisi oleh para pejalan keadilan

Penggalan kisah sarat hikmah berulang, pada masa yang berbeda. Seorang bapak tentara yang bermobil milik negara. Sedang menjalankan tugas, melewati pintu sekolah. Seorang anak kecil menghadang, namun bagai tak peduli mobil terus melaju.

Ketika berselang waktu sang anak protes saat dirumah, dengan bijak sang ayah menanggapi "Lha kamu itu siapa? Bapak sedang pakai mobil dinas, Nak. Nggak mungkin Bapak pakai untuk urusan pribadi" jelas sang Bapak tegas dan pasti.

Pemuda kecil yang sedang berdialog, kelak menjadi pemain watak dan amat tersohor. Menerima beragam piala untuk beragam perannya sebagai aktor, sejarah mematri namanya sebagai salah satu sutradara emas. Beliau memiliki sikap berseni yang kuat, karena sekuat keteladanan ayahnya.

Ayah (dan ibu tentunya) dengan segenap tugas mulianya, musti mempersembahkan dirinya untuk kemuliaan. Memberi teladan trebaik dan nafkah terbaik, dari butiran keringat yang terbaik. Tentu akan menciptakan anak yang baik, kelak anak anak ini akan menjadi orangtua yang baik pula. Saya kira nukilan kisah keteladanan ini sejalan dan selaras, dengan 8 fungsi keluarga yang digagas BKKBN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun