Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengikat Ilmu

10 Maret 2015   08:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:54 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_401794" align="aligncenter" width="532" caption="ilustrasi-dokpri"][/caption]

Agar menguasai suatu bidang pekerjaan, cara ampuh adalah mengerjakan secara berulang. Konon apabila pengulangan dilakukan setiap hari, maka lama kelamaan akan terjadi kebiasaan. Kalau sudah biasa yang dilakukan bukan lagi beban, tapi sudah menjadi keseharian. Semakin melakukan semakin mengetahui celah, bagaimana agar yang dikerjakan berproses mendekati sempurna. Waktu demi waktu akan mengiringi pembuktian, siapa yang mengerjakan sepenuh hati dan siapa yang hanya main main. Pada point proses inilah kesabaran dibutuhkan, aneka ujian akan menghampiri untuk menggagalkan proses. Komitmen menjadi kunci untuk meneruskan perjalanan, agar menjadikan diri ahli di bidang tertentu.

Tak ada kesuksesan yang instan, kalaupun ada atau diadakan biasanya tak bertahan lama. Kesuksesan yang terburu buru, seperti ayam ternak yang disuntik obat. Badannya besar tapi bobotnya enteng, dagingnya empuk tak berotot. Ayam yang dipaksakan cepat membesar, biasanya badannya ringkih tak tahan cuaca. Harganya juga lebih murah, dibanding ayam kampung yang berdaging liat. Manusia dengan kualitas instan perlu merubah paradigma, agar menjadi pembelajar dan pejuang yang tangguh.

Pengetahuan adalah pintu gerbang, memasuki ruang pencerahan bernama ilmu. Setiap orang akan sepakat, bahwa benda panjang berkilat dan tajam bernama pedang samurai. Sampai tahap kesepakatan ini masih ditataran pengetahuan, karena masih berhenti pada wadag belum sampai esensi. Tetapi bagi yang mumpuni mengayunkan samurai dengan lihai, lengkap dengan tehnik dan jurus, gerakan, disertai filosofinya, pada tahap inilah orang ini mengenggam ilmu samurai. Secara kasat dan tak kasat mata akan beda, antara orang yang hanya memiliki pengetahuan dan orang yang sudah mengenggam ilmu. Entah dari mimik di wajahnya dari gerak tubuhnya, entah dari sikap dan tindak tanduk.

******

Manusia memiliki keterbatasan dalam kemampuan, terutama mengingat sebuah pengetahuan. Daya ingat manusia memang terbatas, tak jarang sering lupa terhadap ucapan atau janji. Maka tak heran terhadap hal kecil dan sepele, kadang diabaikan padahal penting. Sering lupa meletakkan kunci kendaraan, padahal hendak buru buru pergi. Lupa menyimpan kacamata baca, padahal barang ini sangat diperlukan. Mungkin ada contoh lain yang bisa dilanjutkan, lupa membuat janji dengan seseorang, lupa membeli suatu barang padahal sudah di pasar. Lupa menyampaikan pesan penting, padahal pemilik pesan sudah mewanti wanti, dan banyak misal yang lain.

Pun masalah pengetahuan yang musti dihapal, tentang sejarah suatu tempat, tentang sebuah teori, tentang sebuah penemuan yang masih baru. Pepatah bijak menekankan sebuah kalimat, "Ujung pena lebih tajam dari ingatan". Sepintar apapun manusia memiliki keterbatasan, daya ingatnya memiliki masa. Biasanya semakin bertambah usia, akan menurun kemampuan mengingat.

Menulis yang diakui sebagai solusi, agar ingatan itu terpatri. Ilmu yang tertuliskan ibarat membuat sebuah prasasti terpahat, yang akan kembali menyegarkan ingatan. Petuah dari sahabat sekaligus menantu Rasulullah, menjadi pegangan pejalan kehidupan hingga akhir jaman. Ali Bin Abi Thalib pernah berwasiat, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya". Menjadi gamblang kini mengapa menulis sangat penting, mengapa menulis begitu istimewa.

Setiap kita bisa menjadi penulis, karena setiap manusia memiliki pengetahuan sendiri sendiri. Setiap manusia memiliki keunikan sudut pandang, yang tak bisa disamaratakan dengan orang lain. Persoalan pemilihan bahasa dan kosa kata, masalah penggalan kalimat dan diksi, tak lebih sekedar teknis kepenulisan. Semua bisa dipelajari dan bisa diolah, seiring berjalannya waktu.

Semakin sering menulis akan terasah dengan sendirinya, kepekaan mengolah aksara agar menarik. Ibarat seorang samurai yang menguasai ilmu pedang, seiring pembiasaan akan menguasai ilmu menulis. Mari mengikatkan diri dalam indahnya ilmu, dengan cara menuliskannya. Semoga setiap tulisan demi tulisan yang terogoreskan, mengantar ilmu baru tentang kepenulisan, ilmu baru tentang kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun