Bapak...
Kutulis surat ini dengan rindu yang memenuh sesakkan rongga dada, mengingatmu seperti menyadarkan betapa membumbung budi yang telah kau tanam dan sampai kapanpun tak sanggup ku membalasnya.
Kalaulah kubayang lelaki berperawakan sedang, berjalan membelah pematang menuju desa seberang tempat sekolah dasar mengabdi dan berjuang, tak banyak kalimat yang keluar kecuali senyum yang lebih sering terkembang dan sedikit kata bertekanan lembut. Maka itulah Bapakku.
Lelaki dengan menyandang besarnya amanah kehidupan, pembawaannya bersahaja telah mempersembahkan seluruh dirinya bahkan hidupnya untuk istri dan anak anaknya. Kesederhanaan dan kesetiaanlah yang menyelimuti hari harinya tanpa jeda, lelaki itu adalah engkau jawabnya
Apabila waktu bisa berputar kembali, ingin hati menemani menyusuri jalan bebatuan yang setia mengantarmu pergi berjuang sekaligus pulang kepada kami yang selalu menanti datangmu kembali.
Tetesan keringat itu kau persembahkan sepenuhnya utuh tanpa syarat. Ketika sebuah motor tua akhirnya terbeli setelah selembar demi selembar mata uang terkumpul dalam waktu yang panjang.
Kendaraan tua itu akan meringankan tugas sol sepatumu, akan mempercepat langkah tempat pengabdian di desa seberang, akan mempersingkat waktu tempuh sehingga bisa segera berkumpul dengan istri dan kami anak anakmu.
Namun semua prediksi lenyap menguap dan segenap perkiraan meleset total, barang paling mewah di rumah sederhana itu justru kau persembahkan untukku anakmu yang sedang menempuh study di sebuah kampus di Perguruan Tinggi Negri di Surabaya. setiapputaran jari jari roda seperti merasakan ada jiwa bapak bersanding bersamaku.
Bapak....
Mengenangmu seolah menyadarkan betapa aku tak akan sanggup menebus jasamu, bahkan tak pantas menyandingkan diri sejajar denganmu. Kesabaranku sangatlah ringkih, sikapku jauh dari sikap sederhana selalu berharap pamrih. Maafkan anakmu yang tak sempat membahagiakan hingga ujung usiamu.
Kugoreskan surat ini dengan dada yang sarat haru, kasih sayang yang kau tanam tak akan usang sampai akhir jaman. Hanya surat ini kuhaturkan sebagai doa dan upaya pembuktian bahwa aku menyayangimu meski tak mampu melebihi sayangmu padaku, aku mengasihimu meski tak sepadan kasihmu padaku.
Semoga yang telah kau berikan pada istri dan anak anakmu menjadi pemberat timbangan kebaikan yang membebaskanmu dari siksa kubur dan meringankan langkah menuju tempat paling mulia yaitu Jannah. aminn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H