[caption id="attachment_358037" align="aligncenter" width="550" caption="medanbisnisdaily.com"][/caption]
Maraknya kehadiran saluran televisi ternyata tak melulu berdampak negatif, bagi pelaku industri kreatif yang mengedepankan idealisme lazimnya akan mempertaruhkan ide untuk membuat sesuatu yang berbeda. Bisa jadi materinya terbilang lama tapi packagingnya baru sehingga membawa kesan fresh dan bisa diterima dengan baik oleh pemirsa.
Mungkin apabila anda penikmat acara kuis Berpacu Dalam melody, dulu di medio 80-an acara ini sangat ngetop. Tayang setiap sabtu malam sebulan sekali,Pembawa acara Koes Hendratmo yang didapuk menggawangi acara ini terbilang sukses membawakan acara yang mengasah pengetahuan peserta tentang musik tanah air dan manca. Intonasi Koes Hendratmo yang sangat khas saat mengucap kalimat "Berpacu dalammmm melodi" (pada kalimat "dalam" huruf Mnya ditahan) menjadi begituciri yang melekat pada sang pembawa acara. Tak jarang pemirsa ikut menirukan gaya Bung Kus (sapaan pembawa acara), begitu pula dengan kalimat pembuka di awal acara "Sebulan Kita Berpisah Sebulan Pula usia Kita Bertambah" semakin diterima hangat dihati pemirsa kala itu.
Setelah lama vakum dari layar kaca acara kuis ini beberapa saat lalu sempat tayang di TVRI, format yang disajikan terbilang sama tak jauh beda dengan masa jaya acara ini.tetap memasang Bung Kus sebagai pembawa acara bahkan musik pengiringpun juga sama dikawal oleh Ireng maulana all stars, tata panggung didekorasi mirip juga. Sayayang sempat melihat acara ini memang seperti diajak kembali ke era 80-an tetapi menurut hemat saya anak anak masa sekarang dijamin kurang tertarik. Akibatnya acara tidak bertahan tayang kemudian pindah ke televisi swasta dan tentu dengan penampakan baru yang lebih fresh.
Kreatif dan inovasi itu kata kunci yang saya tarik dari kelahiran kembali acara ini, alhasil mendapat sambutan yang bagus dari pemirsa. David (naif) Bayau yang ditugasi memegang acara ini terlihat nendang, chemistrynya dengan acara ini berhasil dibangun. Kalimat "berpacu dalam mmeelody" (pada kata mmeelody biasanya penonton dan peserta ikut mengucap) menjadi ciri khas baru, band pengiring juga segar tak ketinggalan tata panggung yang lebih modern. Penyanyi yang hadir tentu wajah wajah segar di industri musik tanah air seperti Calvin Jeremy, Mario Ginanjar, Citra Solastika, Delon Thamrin dan berderet penyanyi muda lainnya.
Tak hanya di panggung kuis musik, di ranah komedi tak mau ketinggalan. Apabila menoleh kebelakang gaya lawakan jaman dulu saat saluran televisi hanya satu kemudian berlanjut sampai (mungkin masih ada) saat ini. Beberapa pelawak masih mengedepankan tampilan wajah yang dibuat sedemikian "ancur", atau biar lucu pelawak pria memakai baju perempuan suaranya dibuat buat biar lucu.
Untuk mengundang tawa penonton tak jarang ada satu pelawak yang dijadikan bulan bulanan, sebagai obyek penderita sang pelawak terlihat menikmati posisinya. Belum berhenti sampai di situ, model meyakiti fisik masih mendominasi misalnya memukul, mendorong, atau sejenisnya. Belakangan penonton di beritahu melalui text bahwa bahan yang digunakan untuk memukul terbuat dari sterofoam atau tidak berbahaya, tetapi bagi saya tetap saja perilaku mendorong, menendang, memukul dan turunannya tak bisa dicarikan pembenaran.
[caption id="attachment_358039" align="aligncenter" width="526" caption="Srimulat Night Live (image/facebook.com)"]
Kini masa baru dunia lawak mulai bergeser wajah cantik dan ganteng ikut melebur ke dalam sajian Srimulat Night Live, kemasan lawaknya pun meski tak sepenuhnya berubah dari gaya lama tapi tetap saja citarasa kebaruan itu sampai ke benak penonton.
Kekhasan gaya srimulat yang masih ada di versi baru ini adalah pada slot opening diisi obrolan dua asisten rumah tangga (ART) biasanya laki dan perempuan, yang laki cemburu (atau sebaliknya) karena perempuan main mata dengan (misal) supir tetangga dilanjut dengan membicarakan juragannya, saat sedang seru serunya tiba tiba sang juragan muncul dari belakang, meski konsep seperti ini diulang ulang sampai dihapal penonton tapi tetap saja mengundang tawa.
Namun sepanjang pengamatan saya, Srimulat versi baru tak ada lagi karakter laki laki berkebaya atau bersanggul, mengolok fisik lawan main apalagi meyakiti dengan tangan atau kaki. Adegan adegan "kasar" di nihilkan, wajah lama yang masih dipertahankan hanya beberapa seperti Tarzan, Nunung, kadir, Gogon, Eko dan beberapa nama, sementara wajah muda yang notabene bukan dari group Srimulat justru yang diperbanyak.
Mungkin terlalu dini kalau mengklaim langkah ini sebagai bukti bergesernya tren lawak di Indonesia, namun menurut hemat saya bisa menjadi semacam indikasi bahwa masyarakat sudah menerima gaya lawakan baru yang lebih sesuai dengan pola pikir kekinian.
Di akhir tulisan saya mencoba berkesimpulan bahwa media televisi sebagai alternatif hiburan memang tak sepenuhnya bisa dihindarkan, apalagi bagi masyarakat di pelosok desa. Namun sebagai penikmat hiburan penonoton lah yang dituntut selektif memilih tayangan.
Tak bisa kita serta merta mengklaim acara TV negatif secara keseluruhan, karena yakin ada satu dua acara yang mungkin menomorduakan rating tetap mengedepankan value untuk disampaikan ke pemirsa. Jadi kalau ingin menjadi penonton cerdas musti bisa memilih dan memilah acara TV yang tak melulu negatif, karena betapa sayang apabila melewatkan waktu hanya untuk "dicekoki" hal tak berguna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H