Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hobi Membaca Mengantarku ke Tanah Suci

22 Oktober 2014   15:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:08 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_368273" align="aligncenter" width="583" caption="dokpri"][/caption]

Ayah saya (alm) berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar, tapi di keluarga kami budaya baca kurang tumbuh. Mungkin minimnya kesadaran dan keadaanperekonomian keluarga yang menjadi salah satu sebabnya. Meluangkan waktu untuk membaca, apalagi mengalokasikan dana untuk membeli buku masihlah jauh dari bayangan. Dengan enam anak kedua orang tua saya cukup pontang panting, membagi penghasilan untuk keperluan selama tigapuluh hari. Membaca cukup dilakukan ketika belajar malam hari, itupun hanya buku buku pelajaran di sekolah. Membaca menjadi kegiatan biasa layaknya yang lain, sehingga jam istirahat di sekolah sering habis untuk bermain. Perpustakaan sekolah yang menyediakan buku (meskipun sedikit), sama sekali tak mengundang minat. Buffet sederhana di rumah hanya berisi barang pecah belah, tanpa tumpukkan buku layaknya perpustakaan mini sekalipun.

Kegiatan ayah sehari hari usai mengajar pergi ke sawah milik kakek atau kebun sendiri, lumayan hasil sawah dan kebun bisa untuk makan sehari hari. Beras sesekali tak perlu membeli ketika musim panen tiba, hasil kebun berupa singkong atau ubi sebagai pendamping ngopi atau ngeteh. Saya seperti umumnya anak desa lainnya, bermain layangan atau kemana saja pulang menjelang sore. Ayah dan ibu tak terlalu mengekang kebiasaan bermain, karena saya sudah ada dirumah sebelum jam lima. Mandi, sholat maghrib, makan malam, isya dilanjutkan belajar menjadi rutinitas sehari hari.

Satu hal yang dilakukan ibu dalam seminggu sekali, adalah mencari keberadaan saya sebelum jam empat sore. Ketika itu TVRI Stasiun Surabaya rutin menyiarkan acara Cerdas Cermat tingkat Sekolah dasar, melalui tv hitam putih 14 inch yang ada di rumah. Siaran yang sarat muatan edukatif itu tiba tiba menjadi favorit saya, dengan sigap saya menyimak dan mencatat pertanyaan juri acara itu. Malam ketika belajar ayah dengan telaten menemani, cara mengajar di sekolah diterapkan di rumah. Dari ketekunan (alm) ayah membimbing, tiga dari enam anaknya langganan mengikuti lomba tingkat kecamatan.

Saya sering ditunjuk sekolah mengikuti lomba mengarang, sejak kelas empat hingga mejelang lulus. Hal serupa berlanjut ketika duduk di bangku SMP, namun karena keterbatasan referensi jarang bisa mendapat nomor. Lomba mengarang ini sebenarnya tak lepas dari kebiasaan, menulis kegiatan sehari hari pada sebuah buku khusus. Menulis menjadi rutinitas, meski yang dituangkan sekedar hal hal yang ringan.

KUIS TAK TIK BOOM

[caption id="attachment_368275" align="aligncenter" width="480" caption="wikipedia.org"]

14139394881230096962
14139394881230096962
[/caption]

Mendekat periode 90-an ketika itu televisi swasta RCTI lahir, tapi di desa terpencil tempat saya tinggal belum bisa menangkap siaran tersebut. Gemerlap siaran televisi swasta pertama di Indonesia hanya saya dengar saja, ketika di sekolah seorang teman anak orang berada berkisah aneka acara. Konon untuk menangkap saluran RCTI harus membeli alat khusus, tentu saja harganya membuat ayah dan ibu berpikir ulang membelinya. Acara American Top Ten, serial Mc Gaver, sinetron Bella Vista, Anak Seribu Pulau hanya terdengar di telinga tanpa pernah melihat . Maka TVRI tetaplah satu satunya satasiun andalan, dengan kehadiran kompetitor jam siaran mulai lebih awal yaitu jam 14.00.

Acara musik seperti Aneka Ria Safari, Selekta Pop, Top Pop, Album Minggu mendapat pedikat acara musik favorit. Sementara untuk drama ada beberapa judul seperti Losmen, Rumah masa depan, Kisah Serumpun Bambu, Serial DR Sartika adalah judul serial yang dinantikan pemirsa. Spesial hari libur ada Serial Boneka Si Unyil, Ria jenaka, Film Minggu Siang, yang isi contentnya sangat aman buat anak anak. Tak ketinggalan acara kuis Berpacu dalam Melody, Kuis Siapa Dia, Gita Remaja dan aneka kuis lainnya, menjadi altrentaif acara yang sangat menghibur.

Satu acara yang cukup menggugah minat saya adalah Kuis TAK TIK BOOM, dipandu Dede Yusuf saat itu sedang naik daun setelah sukses di Sinetron Jendela Rumah Kita. Materi kuis sangatlah menantang, menguji kemampuan peserta dengan aneka pertanyaan dari segala bidang ilmu pengetahuan. Kagum kagum dan takjub dengan luasnya pengetahuan para peserta kuis, menjadi kesan yang tertanam dalam benak. Kepandaian para peserta menandakan mereka orang yang luar biasa, dan satu hal yang berhasil saya garisbawahi. Pengetahuan yang sebegitu luas pasti buah dari membaca, tak ada cara lain kecuali membaca. Ketika lulus SMA dan gagal mengikuti test di PTN, pergi merantau dan bekerja adalah rencana yang semakin bulat.

Motivasi memilih bekerja adalah kemandirian, tak ingin membebani kedua orangtua. Kalaupun akhirnya nanti kuliah bisa membiayai sendiri, itu menjadi angan yang tiba tiba tertanam. Berbekal ijazah SMA akhirnya sebuah pekerjaan fisik saya dapatkan, memiliki uang sendiripun tercapai sudah. Dengan penghasilan yang pas pasan mulailah menyisihkan gaji, membeli buku di sebuah toko buku murah di Surabaya adalah kegairahan baru. Semakin membaca buku, dahaga akan pengetahuan mulai menganga.

[caption id="attachment_368276" align="aligncenter" width="586" caption="dokpri"]

14139395311083893674
14139395311083893674
[/caption]

Kegiatanpun diluar jam kerja bertambah, bergabung dengan kegiatan di Dewan Kesenian Surabaya. Selalu update kegiatan di Taman Budaya, dan ikut nyempil di talkshow radio atau seminar. Kekaguman pada cara narasumber menjawab pertanyaan tertanam, semakin membulatkan tekad untuk melanjutkan kuliah. Bekerja sambil kuliah menjadi hari hari yang padat dan melelahkan, waktu jenak hanya didapati ketika malam saat terlelap. Kegiatan dunia kampus semakin menggairahkan, kenal dengan aktivis dan nama beken yang sering menghias media massa adalah kebanggaan. Satu yang saya petik dari para kaum cerdik pandai, mereka total mengerjakan apa yang ada dihadapai. Beberapa kesempatan berkunjung di rumah sosok yang saya kagumi, tumpukkan buku menjadi hal lumrah yang menghiasi setiap sudut rumah.

Ngefans

[caption id="attachment_368277" align="aligncenter" width="594" caption="Bersama Emha Ainun nadjib (1994)"]

14139395751092863855
14139395751092863855
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun