[caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="Dok. Pri"][/caption]
Banjir merupakan bencana yang tak diingini siapapun, ketidaksukaan ini sayangnya tak dibarengi dengan tindakan nyata. Membuang sampah di sungai sudah membudaya, menebang pohon seenaknya marak terjadi. Pangkal bencana banjir bukan sepenuhnya salah alam, ada peran manusia yang justru dominan. Rasanya tak adil apabila sebuah kota dilanda banjir, hanya pemerintah saja yang menjadi kambing hitam. Mungkin memang benar ada andil pemerintah dalam hal tata ruang, namun tak mustahil ada juga andil masyarakat di dalamnya. Tak elok memang apabila saling salah menyalahkan, langkah yang tepat adalah bersama mencari solusi. Semua pihak terkait musti duduk dalam satu meja, dengan kepala jernih mencari jalan keluar terbaik.
Bagaimana cara pencegahan sebelum banjir melanda, atau kalau ada daerah yang menjadi langganan banjir ada tindakan konkret. Pernah suatu saat saya melintas di bantaran sungai di pinggir Manggarai Jaksel, seorang ibu dengan santai melempar plastik sampah. Saya yang melihat dari kejauhan reflek berujar," duh kenapa buang sampah di sungai". Seorang warga yang sedang di dekat saya menjawab "ya memang sudah dari dulu begitu" intonasi kalimatnya terdengar tanpa rasa bersalah. Kesan yang saya tangkap mereka sadar akibat ulahnya, tapi tak ada upaya memperbaiki diri. Bahkan seolah mereka menyediakan diri, berakrab dengan banjir. Jadi (mungkin saja) mereka yang dipinggir kali tidak merasa nelangsa (karena sudah biasa), justru kita yang iba ketika melihat berita banjir dari televisi.
[caption id="" align="aligncenter" width="515" caption="Jalan depan komplek / Dok. Pri"]
Satu perumahan di wilayah Tangsel yang langganan banjir adalah komplek Ciputat Baru, letaknya lumayan strategis dekat dengan Bintaro dan Lebak Bulus. Sekolah lengkap tersedia dari PAUD sampai Perguruan Tinggi, pusat perbelanjaan apalagi. Sayangnya tekstur wilayah ini tanahnya berbentuk cekung seperti mangkok, dari atas turun sampai dasar naik lagi. Penghuni beruntung adalah blok yang ada di bagian atas. Tepatnya di dekat pintu masuk komplek sebelum jalan menurun, sampai ditengah jalan landai ini menjadi sasaran banjir. Ketika hendak keluar di pintu belakang posisi tanah berangsur menanjak, tapi sudah keluar wilayah komplek. Pada bagian tengah yang posisinya rendah terdapat sungai, aliran air sungai mengarah ke sungai di wilayah Bintaro.
[caption id="" align="aligncenter" width="498" caption="pos satpam akhir 2013/ Dok. pri"]
[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="Dekat jembatan akhir 2013 / Dok. pri"]
Maka bisa ditebak apa yang terjadi ketika hujan deras turun, kedalaman sungai yang mulai naik tak sanggup menampung debit air yang berlebih. Sampah sampah yang tergelontor di sungai "nyangsang" di mulut jembatan, karena tersumbat tumpuan sampah maka air meluber ke daratan.
[caption id="" align="aligncenter" width="514" caption="Jalan gang akhir 2013 / Dok. pri"]
***
Banjir menjadi pemandangan rutin ketika hujan semalaman tak berhenti, motor akan mogok apabila melintasi genangan. Roda empat akan berpikir ulang untuk nekad, mereka tak mau ambil resiko. Mungkin kalau roda dua mogok cukup didorong pemiliknya, kalau mobil kan dua kali repotnya. Ketika malam saat banjir datang, penghuni di Blok dekat jalan masuk musti rela membantu saudaranya. Menyediakan badan jalan depan rumah, untuk parkir mobil penghuni Blok yang kebanjiran. Pemilik mobil memilih berjalan kaki untuk sampai di rumah, keesokkan pagi ketika air mulai surut barulah mobil diambil sembari berangkat kerja.
[caption id="" align="aligncenter" width="510" caption="Dok. Pri"]
Rupanya secercah harapan mulai terbit di hati, derita yang selama ini ditanggung mendapat perhatian PEMKOT. Sebuah spanduk berkabar gembira terpasang, tentang pengerjaan pengerukkan lumpur di dasar sungai. Sabtu tanggal 25 oktober 2014, ibu Walikota bekenan hadir meninjau pengerjakan. Pemkot bekerjasama dengan Dinas PU, telah berupaya menghadiahi warga Perumahan Ciputat Baru.
[caption id="" align="aligncenter" width="554" caption="Dok. Pri"]
[caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="Dok. Pri"]
Sebuah traktor dioperasikan untuk mengeruk endapan lumpur yang sudah menebal, truk pengangkut lumpur yang sudah diangkat terlihat parkir di dekat jembatan. Mas Yana sang petugas pengangkutan yang saya ajak ngobrol, menyambut kedatangan saya dengan hangat. "pokoknya asal jangan direcoki saja enak Pak" ujarnya saat itu. "Kadang ada yang minta "jatah preman" seperti uang rokok, uang keamanan, padahal kita cuma kuli" keluhnya. Saya yang mendengar cukup kaget, dalam hati bertanya apa tendensi warga meminta uang, bukankah pengerjaan pengerukkan ini untuk kebaikan warga sendiri. "tapi kalau warga di sini baik baik Pak, gak ada yang usil" tambah mas Yana.
[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Dok. Pri"]
[caption id="" align="aligncenter" width="518" caption="Tumpukan lumpur di lapangan / Dok. pri"]
Tanah yang sudah dikeruk dari dasar sungai, diangkut untuk meninggikan bagian tanah yang rendah. Sebuah lapangan sudut komplek yang memang posisinya di bawah, terlihat ditimbun tumpukan lumpur yang setengah mengering.
[caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="Dok. pri"]
[caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="Dok. pri"]
Saya membayangkan betapa bahagia penduduk perumahan, ketika hujan deras datang mereka tak perlu kawatir lagi. Genangan air yang biasa menyertai kedatangan hujan deras, semoga tak lagi terjadi dan dijumpai. Warga tak lagi sibuk mengepel lantai setelah banjir surut, dan bebas membersihkan barang yang terendam air banjir. Besar harap upaya pengerukkan sungai ini, dibarengi kesadaran membuang sampah, dan mudah mudahan anggaran proyek ini tak disunat sana sunat sini. Toh uang yang dipakai untuk pengerjaannya juga memakai duit rakyat sendiri. Hidup rakyat selamat untuk warga Ciputat Baru dan Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H