Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Tulisan adalah Investasi

25 Desember 2014   12:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:29 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_385887" align="aligncenter" width="638" caption="Senja (dokpri)"][/caption]

Manusia makhluk yang dimuliakan oleh Sang Pencipta, esensi keberadaannya untuk kemakmuran semesta. Sebegitu istimewa keberadaannya, konon syaitan begitu cemburu dan dengki. Perintah Tuhan untuk bersujud pada makhluk berakal, dibalas dengan pembangkangan nyata. Bahan baku api yang dimiliki merasa lebih tinggi, daripada tanah liat yang menjadi muasal manusia. Syaitan rela kekal dijadikan penghuni neraka jahanam, syarat diajukan adalah diijinkan mengajak "rivalnya" digoda sampai akhir masa.

Manusia makhluk sempurna yang dibekali akal pikiran, dianugerahi ruh dan nafsu padanya. Ketaatannya bisa mengalahkan tunduk malaikat, namun bisa saja ingkarnya menyamai (bahkan melebih) syaitan. Semua yang terjadi pada setiap individu, menjadi otoritas pribadi masing masing.

Dimensi jasmani dan spiritual dua ruang yang dipunyai manusia, keduanya haruslah berjalan seiring dan imbang. Dominasi jasmani membuat membuat jiwa kosong, kalau dimensi rohani saja memenuhi membuat bendawi timpang. Manusia tidak bisa melepas sama sekali duniawi, tapi mustilah tetap waspada jangan sampai terkuasai.

*****

Dunia dan kehidupan terhampar sedemikian luas, bagaikan ladang bagi setiap khalifah (utusan) penghuninya. Tak usah berpikir (baca ambisi) menjadi pahlawan, mengerjakan saja terbaik yang bisa dilakukan. Ketika semua pekerjaan dijalani, dengan penuh cinta dan pengabdian. Maka biarlah hukum alam bekerja, tak akan dibiarkan bagi pengabdi kebajikan sengsara. Betapa sejarah membuktikan, mengunggulkan siapa saja yang pantas diunggulkan.

Bagi penempuh jalur kemanfaatan,tak serta merta terbentang jalan bertabur harum melati. Penuh tantangan dan onak duri, namun menjanji keteguhan dan ketegaran. Otot yang kuat dan berisi, hanya didapat setelah melampaui pendakian terjal berliku. Petarung sejati kehidupan, tiada yang tak kokoh kuda kuda pertahanannya. Bagi yang memilih aman penuh kenyamanan, mental dan sikapnya akan menjadi ringkih. Karena kehidupan menyediakan proses, pilihan "nyebur" atau menghindari proses sepenuhnya hak setiap pribadi.

Bagi pejuang kehidupan setiap peristiwa adalah proses itu sendiri, yang musti djalani dengan ketekunan. Kesabaran adalah kunci perjuangan, tanpa rasa itu tak pernah ada pencapaian. Tembok Raksasa China yang legendaris, dibangun memakan rentang waktu ratusan tahun. Lintas Dinasi (Pra Qin, Dinasti Qin, Dinasti Han, Dinasti Ming) dilalui, kekaguman dunia menjadi bayaran jerih payah itu. Lintas abad demi sebuah bangunan tembok, memang begitulah prosesnya. Kalau saja ketekunan dan kesabaran setiap Dinasti tak terpelihara, bisa jadi China tak memiliki satu di antara sekian keajaiban dunia.

******

1419461772841232223
1419461772841232223
Ilustrasi (dokpri)

Menulis menjadi jalan untuk menebar, sejumput pengetahuan yang dimiliki. Bagi penulis yang bersungguh menulis, sudah selayaknya menjadikan diri lebih banyak membaca. Sama seperti seorang pembicara, semestinya lebih banyak mendengar. Membaca banyak buku kehidupan, melalui lembaran text atau melalui tanda semesta alam.

Embun yang mengendap di dedaunan, angin semilir menyapa rerumputan. Lebah hinggap di ujung bunga, tanpa sedikitpun patah tangkainya. Kepompong mengerahkan segenap daya, demi transformasi menawan menjadi kupu. Terik matahari membakar kulit, gelegar petir memekik gendang telinga. Banjir yang menerobos daratan, menjadi bayaran atas kecerobohan. Gersang tandus bebukit yang semula hijau, betapa setetes air menjadi benda yang begitu berharga. Semua yang tersurat dan tersirat di bumi, adalah bahan bacaan itu sendiri.

Ketika Rasulullah menerima wahyu pertama di gua Hira', sang Jibril sebagai perantaranya. Membawa perintah Sang Pencipta berupa Iqra' (baca), pasti ada yang hakiki dari perintah ini.

Sebegitu pentingkah baca, sampai menjadi wahyu pertama dan utama. Membaca adalah muasal pengetahuan, membaca adalah pintu cahaya kemengertian. Kehidupan dan alam semesta, adalah samudra bacaan yang tiada habis dan kering.

Bagi penyuluh pengetahuan, tak elok apabila oleh oleh membaca dinikmati sendiri. Maka Iqra harus diiringi Qalam (menulis). Menulis menjadi kawah candradimuka, untuk transformasi "ketahuan". Menuliskan sedikit yang diketahui, tak ubahnya seperti berinvestasi. Goresan yang tertuang di laman kompasiana, atau yang tertuang di media apa saja. Adalah investasi demi investasi, yang mungkin tanpa sadar atau tidak dilakukan.

Sebaik investasi adalah, yang menginspirasi kebaikan dan kebajikan. Sebaik investasi adalah yang menyampaikan provokasi kemanfaatan. Mari banyak membaca yang baik, barengi dengan menulis yang baik. (wassalam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun