Mohon tunggu...
Agung Alit
Agung Alit Mohon Tunggu... -

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, Dodit, dan Mie Instant

11 Februari 2015   02:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:28 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca judul diatas, mungkin Anda akan berkerut. Siapa Dodit, dan apa pula tentang Jokowi dan Mie instant? Mari kita bedah satu persatu mulai dari yang terakhir.

Mie instant memang menjadi kegemaran sebagian besar masyarakat kita. Saking terkenalnya, maka tidak salah kalau jingle iklannyapun  dipakai kampanye pilpres oleh SBY. Makanan ini  praktis yang siap dihidangkan dalam beberapa menit hanya dengan menambahkan air panas. Harganya pun pas untuk ukuran kantong sebagian besar masyarakat kita. Kalau kita tanya ke ahli nutrisi, maka jawabnya sudah pasti bahwa makanan ini nggak ada nutrisinya. Tidak ada manfaat gizi yang diperoleh bagi tubuh kecuali mengenyangkan perut saja. Belum lagi kandungan Monosodium glutamate (MSG) pada bumbunya yang walau masih aman kalau dikonsumsi dalam kadar tertentu, namun akan mengganggu kesehatan bila dikonsumsi secara berlebihan.

Kita beralih ke Dodit. Bagi yang suka nonton standup comedy tentu akan tahu siapa Dodit ini. Dalam setiap penampilannya, selalu dia memerankan “orang Jawa yang memegang teguh budaya Eropa”. Saking semangatnya dengan budaya eropa, minumpun harus wine, bukan air putih, karena air putih membuat dia muntah. Saking keblingernya dengan budaya ini, mandipun jarang karena katanya mengikuti orang eropa yang jarang mandi. Ada – ada saja. Sungguh salah kaprah yang fatal.

Lalu apa kaitannya dengan Jokowi? Mari kita tengok Jokowi.

Tentu semua orang tahu siapa Jokowi, Presiden kita sekarang. Lahir dan besar dalam lingkungan adat dan budaya Jawa tentu akan banyak mempengaruhi pola pikir beliau ini. Coba kita lihat bagaimana strategi Pak Jokowi dalam menata kota Solo menghadapi PKL. Begitu sabarnya sampai 50-an kali mengundang makan para PKL. Hasilnya, beliau berhasil mengatasi masalah tersebut. Lain lagi dengan masalah di DKI Jakarta untuk kawasan tanah abang dan relokasi waduk pluit. Beliau tidak main gusur tanpa solusi, walaupun tahu bahwa warga tersebut menempati tanah negara. Perumahan disiapkan dengan berbagai fasilitas yang siap huni.

Sebagai Presiden yang baru beberapa bulan, Jokowi tentu butuh waktu dalam membangun bangsa ini. Masuk ke rimba belantara, tentu belum memahami mana kawan, mana lawan. Jokowi akan dikelilingi banyak orang dengan berbagai macam kepentingan. Tentu ada yang baik dan buruk. Nah saat ini Jokowi sedang dijepit sana sini. Kasus KPK – Polri contoh nyata bagaimana sulitnya posisi Presiden saat ini. Masyarakat ingin Jokowi cepat mengambil keputusan. Namun mari kita lihat jika Jokowi mengambil jurus ini. Maukah kita kalau keputusan ini hanyalah sebuah mie instan yang hanya mengenyangkan sesaat? Keputusan tanpa nutrisi yang hanya mengenyangkan (baca: menyenangkan) sesaat baik itu masyarakat jika BG langsung dicopot,  maupun anggota dewan atau parpol yang menginginkan BG dilantik, tanpa memberi kesehatan pada kedua lembaga penegak hukum kita? Jokowi butuh waktu untuk memutuskan hal yang bukan merupakan perkara mudah ini.

Kita juga tidak ingin Jokowi seperti Dodit yang salah mengerti apa itu budaya eropa. Jangan sampai keputusan yang diambil hanya salah memahami masalah yang sedang terjadi. Sebab kalau sebuah keputusan diambil tentu akan berimplikasi pada hal lain. Jokowi ini lain dari yang lain. Dia special, extraordinary. Mengutip istilah @STNatanegara di twitter tentang “Tukang kayu jadi Presiden” yang memprediksi bahwa akan banyak intrik-intrik diawal pemerintahan beliau akibat latar belakang tersebut. Tentu perlu dipahami bahwa Jokowi belumlah lihai mengolah bola politik negeri ini. Mungkin juga seperti kata Pandji Progiwaksono bahwa Jokowi sedang mengguncang Indonesia, dengan menerapkan strategi agar semua lawan bermunculan mengerahkan keculasan dan kepongahannya tanpa rasa malu. Tanpa disadari, kelemahan masing-masing akan terpampang nyata. Ibarat bermain bola, dengan mengetahui kelemahan lawan, maka akan lebih mudah membuat strategi menggiring bola dan mencetak gol ke gawang lawan.  Atau jangan-jangan Jokowi sedang menerapkan taktik sun tzu yang sangat terkenal. Hanya memantau api yang terbakar sepanjang sungai, menunggu lawan kelelahan sebelum menyerang. Memang dengan lamanya keputusan diambil, dalam kasus BG, maka citra Jokowi di masyarakat menurun. Akan tetapi ini bisa dimaknai juga bahwa Jokowi mengorbankan tujuan jangka pendek untuk memenangkan tujuan jangka panjang.

Sebagai masyarakat awam, marilah kita sabar menunggu apa keputusan beliau. Kita berharap semoga itu hal yang terbaik buat bangsa ini. Kita tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Permainan politik apakah gerangan yang sedang dimainkan saat ini. Alangkah bijaknya jika kita tidak menambah beban presiden dengan hujatan tak berdasar atau pun hanya ikut-ikutan menghina hanya berdasarkan informasi yang tidak jelas. Banyak informasi beredar di media, namun kita wajib menyaringnya karena tidak semuanya benar. Sebagian besar hanyalah opini penulis atau memang sengaja menggiring opini publik dan menghasut untuk kepentingan tertentu.  Ini bisa saja merupakan salah satu cara men-downgrade Jokowi oleh pihak tertentu yang akan menguntungkan pihak tersebut jika Jokowi lengser. Demikian pula masih banyak saudara kita yang masih pikirannya ke pilpres yang telah lewat.  Kita telah memilih presiden kita, marilah kita bantu dan dukung dalam membangun Indonesia bersama-sama. Siapapun bisa bikin kesalahan, termasuk orang-orang hebat dan terkenal sekalipun. Jokowi bisa salah, bisa bikin blunder, dan dia bukan manusia sempurna. Untuk itulah kita wajib memberi kritikan dan masukan agar Jokowi tidak salah langkah. Jangan biarkan Jokowi sendiri menjalani semua ini. Semoga negeri Nusantara yang kita cintai ini makmur dan sejahtera. Dan jangan lupa pula bahwa Anda jangan langsung mengiyakan tulisan saya ini.

Sekian, selamat beraktifitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun