Desa Sanenrejo, adalah salah satu kawasan penyangga yang sangat 'krusial' bagi Taman Nasional Meru Betiri. Taman nasional ini telah mengalami pasang surut interaksi antara kawasan konservasi dan kebutuhan masyarakat semenjak era reformasi.
Tingginya intensitas masyarakat, yang didasari kebutuhan sosial dan ekonomi, seringkali berbenturan dengan kebutuhan kawasan konservasi untuk menjaga 'kelengkapan' plasma nutfah yang sudah lama terawetkan dengan baik di sana.Â
Di balik rumitnya peraturan yang membatasi geliat aktivitas penyangga, Desa Sanenrejo menyimban kompleksitas potensi pertanian, perkebunan, adat-budaya, hingga tak terkecuali keragaman komunitas tumbuhan pekarangan.
Sudah menjadi 'adat' bagi desa Sanenrejo untuk menanam berbagai tanaman menahun disertai tanaman pekarangan yang memiliki aneka rupa manfaat: boga, toga, dan juga estetika.
Modal ini yang nampaknya selama ini masih tak kasat oleh para periset, maupun masyarakat sendiri yang kini lebih banyak berprofesi sebagai petani-hutan.
Namun, profesi petani di kawasan rehabilitasi, cenderung tidak memberikan dampak lingkungan dan kepastian agraria, mengingat taman nasional memiliki visi untuk mengembalikan kawasan rehab menjadi hutan kembali.Â
Lebah Klanceng adalah salah satu jawaban kunci untuk mempertemukan dua kebutuhan: Ekologi dan ekonomi.
Secara ekologi, lebah memiliki peran besar sebagai polinator tanaman berbunga. Klanceng (Apis trigona) merupakan spesies lebah yang tidak memiliki preferensi bunga tertentu.
Hal ini sangat sesuai dengan potensi Sanenrejo. Selain itu, produk-produk Lebah Klanceng memiliki keuntungan ekonomi yang sangat tinggi.
Tentu, hal ini dapat menjadi salah satu potensi konversi kebutuhan ekonomi masyarakat, yang dimulai dari petani hutan rehabilitasi, menjadi peternak lebah.
Keberlanjutan aktivitas ini sangat terjamin, mengingat relativitas antara kebutuhan lebah terhadap tanaman, dan kebutuhan konservasi tanaman bagi masyarakat.Â
Kebutuhan akan pengetahuan terhadap teknik budidaya klanceng, dijawab oleh tim pengabdi dari Program Studi Agroteknologi, Universitas Jember.
Tim pengabdi menggunakan analisis kebutuhan awal terhadap kebutuhan pengetahuan. Setelah informasi ini didapatkan, tim pengabdi merancang aktivitas-aktivitas pengabdian yang sesuai dengan kebutuhan.Â
Aktivitas pengabdian dimulai dengan teoritik dan peran lebah, serta hasil analisis potensi Sanen untuk peternakan Lebah Klanceng.
Kemudian, pengabdian dilanjutkan dengan pelatihan perbanyakan, produksi madu, dan pengemasan.
Akhirnya, aktivitas ini ditutup oleh sesi konsultasi dan penilaian keberlanjutan dari program ini melalui pembentukan komunitas.Â
Besar harapan suatu saat nanti ketika Sanenrejo tidak lagi dikenal sebagai kawasan-kawasan yang sering berkonflik dengan kebutuhan konservasi dan ekonomi.
Suatu saat, lebah klanceng bukan hanya memberikan peran mendalam, baik terhadap peningkatan ekonomi, kondisi lingkungan, dan juga tingkat sosial masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H