Sejak kecil aku sudah terbiasa di bangunkan oleh seruan padi sawah dekat rumah tak lupa ibu dengan suara suara lantang bak seorang yang sedang berdemonstrasi ria,ia menyuruhku untuk bangun ketika waktu enak enaknya tidur.
Perjuangan keras ibu dimulai dari sebelum fajar tiba,menyiapkan bahan bahan untuk memasak setelah itu mencuci sembari menunggu matangnya nasi yang ada di dapur.
Setiap pagi tanpa terlewat hari ataupun tanggal merah,yang kudengar hanyalah ayah minta kopi kepada ibu dan aku hanya dengan tehh saja cukup untuk menjadi teman nasi goreng dalam perutku.
Siklus yang sama hampir mengisi seluruh waktu pagiku,Irama baru terjadi ketika beberapa bulan setelah aku sudah dinyatakan lulus uan, bapakku seorang pengusaha kecil-kecilan yang sangat bertekad melihat anaknya menjadi seorang sarjana dengan alasan prospek masa depan cerah,iming iming kerja yang sangat populer di suarakan oleh lembaga pendidikan saat ini, dimana saja!.
Ayah menyuruhku memilih dari beberapa perguruan tinggi yang penting negeri, agak sedikit ada penekan ketika ia bilang "yang penting negeri!!".
Yah,maklumlah di negeri mungkin peluang kerjanya lebih banyak,pada saat itu mungkin pemahaman ku terpatri dengan kampus sebagai ajang ini saja,tempat mengantri ijazah dan menunggu waktu untuk mengalihkan tali topi artinya sama saja dengan sekolah ku sebelumnya baik TK,SD,SMP.maupun SMA, Sama!! bayarnya saja yang tinggi.
Mungkin saya dulu saja yang terlalu ber ekspektasi ketika melihat seorang bergelar mulia bernama mahasiswa turut aksi bersama ibu saya, Ya,ibu saya seorang buruh di salah satu pabrik rokok di malang, waktu itu aku masih kelas 4 Sekolah dasar.
Kakak kakak mahasiswa sangat lantang menyuarakan tuntutan teman teman ibu saya,mereka sampai berkaca kaca dan mengepalkan tangan seraya berkata,sejahterakan buruh!!.
Maklumlah ibuku dan teman temannya sudah banyak kehilangan waktu untuk anak dan suaminya,sebelum terbit fajar mereka sudah bangun mempersiapkan makanan dan menunggu jam 7 pagi untuk langsung berangkat membantu suami suaminya mencari nafkah,itupun oleh bos bos pabrik hanya di gaji yang tak seberapa,di negara kita rakyat kecil hanya disuruh bersyukur.
Mahasiswa menurut saya waktu kecil, mungkin hampir sama seperti batman,superman,goku dan lain sebagainya mereka selalu ada waktu berjuang ketika ada musuh dengan kekuatan atau bahkan kekuasaan,,dalam benak mereka ketika mungkin mati dalam perjuangan mereka akan bisa hidup lagi, untuk apa??? Ya,tentunya lawan lagi!!!! Mahasiswa itu mahluk gila.
Mereka ketika bersama ibuku berteriak teriak tanpa dibayar, apa salah ketika aku bilang mereka superhero??? Tentu tidak.
Begitu tingginya derajat mahasiswa dalam pikiran saya sehingga waktu pun banyak terfikir,melamun dan mempersiapkan sambil bertanya pada diri,Sudah siapkah saya menjadi bagian dari mereka??? Sudah siapkah saya gila???atau bahkan sudah siapkah untuk mati dan hiduplagi??? Ahh sulitnya. Gara gara hal ini saya jadi tidak sempat memilih dan menimbang kemana saya akan kuliah,karna memang status mahasiswa itu terlalu mulia jika diperbandingkan dengan perguruan tarif tinggi saja.
Tiba ketika saya datang ke salah satu kampus swasta unggulan,ya karna saya kurang beruntung di snmptn. Dengan membawa ijazah dan persyaratan lain saya mendaftar di fakultas pertanian. Maklum dengan biaya yang paling murah diantara fakultas bergengsi lainnya.
Saya kurang tahu kenapa di negara kita harga ilmu itu berbeda, sama dengan perbandingan lalapan ayam dengan lalapan tempe, mirisnya indonesia dengan julukan negara agraris,maritim dan sebangsanya malah hanya sedikit lulusan sekolah menengah atas yang punya niat masuk fakultas pertanian,ya mungkin kalau gak masuk di kedokteran ya ke ekonomi,sospol,atau fakultas yang keren agaknya, hanya yang terbatas budget seperti saya misalnya yang mau masuk ke fakultas pertanian.
Surya teman SMA saya,ketika di tanya masuk fakultas apa???? Dengan gagah menjawab ekonomi!! Sambil sedikit bersiul leher diangkat ke atas dan bibir tersenyum lebar menyamping.
Sedangkan erik juga teman SMK saya menjawab fakultas pertanian.sepertinya sudah tiada kesan lagi hanya wajah yang menunduk sembari melihat kancing bajunya yang sedikit ada kolaborasi warna, aslinya hitam ditambal satu warna biru.
Tapi tidak apalah kalau aku nanti masuk kampus hanya dipandang sebelah mata hanya karna fakultas, pendidikan tinggi ternyata tidak jauh beda realitanya dengan sistem kekastaan, bedanya mereka sedikit punya alasan ilmiah seperti fasilitas menunjang,tenaga pengajar dan lain lain, tapi intinya ya membeda-bedakan manusia atas dasar ilmiah saja.
Kalau begini terus bisa bisa sudah tidak ada lagi sarjana pertanian dalam 20 atau 30 tahun mendatang, ya karna yang di butuhkan dunia kerja saat ini adalah seorang ekonom kebanyakan,sarjana pertanian???buat apa!!!
Pantas kalau sawah sawah di malang kini sudah ditanami beton, dalam segi bisnis memang lebih menjajikan,sekalian saja sudah kita tanami semua sawah indonesia dengan ruko biar tidak usah sungkan sungkan lagi untuk impor beras.
Malang nian nasibmu akademisi pertanian ya termasuk aku,,peran mu di sunat oleh orang orang haus akan alat tukar saja, sawah sebagai ladang dakwahmu kini menjadi beton tempat orang orang berbisnis,jual beli sewa dan kegiatan berorientasi keuntungan lainnya.
Pagi ku pun sekarang berbeda,sudah tidak ada lagi berisik nada padi di sawah atau teriakan teriakan ibu, aku kini menghuni salah satu kamar kos di dekat perumahan mewah di malang, jurusan ku ilmu kehutanan itu kenapa karna aku ingin hutan indonesia ini tidak berubah menjadi ruko raksasa.
Mulai sejak aku masuk perkuliahan Irama pagi ku berangsur kurang mendebarkan karna hanya diawali dengan pertanyaan,sudah atau belum mengerjakan tugas dari dosen??? Sms yang masuk dari teman teman kelasku mungkin hanya berhenti sampai pertanyaan seputar rutinitas akademis yang kurang menggugah rasa tertantang dalam petualangan hidup saya.
Aku sering menyebut sebagian dari teman temanku ini jaelangkung akademis, ya karna ketika ada momen tugas atau praktikum saja mereka medekati atau datang padaku mereka datang tak diundang!.
Aku tak habis pikir model pendidikan kampus saat ini banyak memproses manusia manusia sarat kepentingan,sangat terlihat iklim di kampus dimana teman yang di anggap mampu menunjang indeks prestasi mereka sangat banyak di dekati dengan orang orang model jaelangkung.
Lembaga Pendidikan saat ini berhasil juga menciptakan masyarakat akademis penuh kepalsuan dan sarat kepentingan, tidak heran jika nanti mahasiswa setelah sarjana akan menjadi pemimpin peminpin yang tidak mampu membawa amanah karna iklim pendidikan yang mereka buat acuan adalah produk dari masyarakat penuh kepalsuan alias individualis mendewa.
Yanuar salah satu teman saya di kelas kehutanan A di salah satu mahasiswa paling o'on di kelas ini terbukti dari hasil hasil test yang kurang enak dilihat coretan nilainya, dia juga teman sekos saya hidupnya jika dibandingkan saya mungkin lebih tentram karna dia jauh sekali dari jaelangkung akademis,tidak ada sms yang mengganggunya ketika istirahat,mendengarkan musik sambil menyalakan kipas angin ketika tidur adalah sebagian prestasinya atas keberhasilan memaknai kebebasan , ia berhasil lepas dari kepalsuan masyarakat akademis suatu masyarakat yang terbangun atas dasar kepentingan pemenuhan indeks prestasi semata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H