Mohon tunggu...
Agung Widiatmoko
Agung Widiatmoko Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Biasa

Menulislah selama bisa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Mata Salah Memandang Pikiran Salah Menafsirkan

10 November 2017   20:20 Diperbarui: 10 November 2017   22:00 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali bahkan tak jarang kita menilai sesuatu hanya karena mendengar melihat  kemudian kita lantas lalu menyimpulkan bahwa yang kita lihat dan kita dengar adalah suatu kebenaran mutlak tanpa mengkonfirmasi dulu kepada yang bersangkutan atau objek yang kita lihat ataupun kita dengar tersebut. 

Saya mengambil contoh sebagai berikut, suatu hari saya dan salah seorang sahabat saya bertukar peran sahabat saya adalah seorang yang sangat kritis pemikiran dan pandanganya dan kami sama sama mempunyai sudut pandang yang dikatakan mungkin berbeda tetapi sama dalam pengaplikasianya.

Suatu hari saya ajak sahabat saya bertukar peran dia kebetulan adalah seorang Nasrani dan saya Muslim, kami kemudian bertukar peran sebagaimana kami sering diskusi, waktu itu saya mengajaknya menggoda teman teman dan saudara lainya juga warga kampungnya ia saya suruh berdandan layaknya seorang muslim tulen, memakai pakaian Koko, pakai peci, sarung dan membawahi tasbih selama 3 hari berturut-turut dan berjalan jalan mengitari kampungnya lalu duduk duduk di beranda Masjid.

Lantas apa yang terjadi ternyata benar dugaannya dan dugaan saya bahwa orang orang di sekitar kampungnya menganggap kawan saya ini telah berpindah agama dari keyakinannya Nasrani menjadi Islam, dan pada waktu yang berbeda saya juga melakukan hal yang sama dimana saya memakai pakaian kemeja rapi bersepatu dan masuk ke gereja lantaran saya punya sahabat di gereja itu sebagai pendeta dan saya sudah komunikasi.

Sebelumnya akhirnya saya di izinkan, beberapa hari hal itu saya lakukan di kampung saya kemudian lama lama terdengar gunjingan warga sekitar bahwa saya telah murtad atau berpindah keyakinan dari agama saya sebelumnya.

Nah apa yang dapat kita simpulkan dari hal ini ternyata kita mudah sekali ditipu oleh penampilan luar seseorang, kenapa demikian? Sebab kita cenderung melihat luarnya daripada mengkonfirmasi kebenaranya, kita cenderung suka melihat kulitnya daripada menikmati isinya.

Kalo kita simbolkan dengan kebaikan dan keburukan mungkin akan seperti ini, mana yang lebih mudah antara kita menutupi kebaikan atau menutupi keburukan, ataukah mana yang lebih mudah antara menampakan keburukan atau menampakan kebaikan ? Maka kita akan menemui bahwa ternyata menutupi kebaikan lebih susah daripada menutupi keburukan, dan ternyata menampakan kebaikan lebih mudah daripada menampakan keburukan.

Kenapa demikian? Sebab ternyata disadari atau tidak potensi ingin diakui atau mendapat pengakuan itu ada pada diri kita masing masing sebagai manusia, kita ingin dianggap baik meskipun aslinya kita tak jarang justru sering berbuat hal hal yang buruk, dan kita akan marah ketika kita dianggap berbuat buruk meskipun pada kenyataanya kita melakukanya.

Manakah yang lebih penting menurut anda seseorang yang berbuat baik untuk menutupi keburukanya ataukah seseorang yang menutupi kebaikannya dengan ia berpura pura melakukan keburukan? 

Manusia memang sulit dipahami dan untuk itu dalam hal ini saya jadi teringat pesan seorang yang saya anggap sebagai orang baik dan kebetulan beliau telah pulang  ke alam kesejatian nya beliau adalah Cak Priyo aljabar, beliau pernah berkata "Sesama murid dilarang mengisi nilai Rapor murid lainya" ucapan ini begitu simple dan seolah sangat biasa tetapi mengandung makna yang luar biasa, sebab disitu mengandung makna tersirat bahwa kita jangan mudah menilai orang lain jika kita sendiri tidak kompeten dalam menilai diri sendiri, kita seharusnya berkaca pada diri sendiri sebelum kita menilai orang lain. 

Kalau anda menemukan ada orang berpenampilan gila jangan lantas menilai dia gila, kalau anda mendapatkan dan melihat orang tersebut pergi ke lokalisasi jangan lantas anda mengecapnya sebagai pelacur atau sebagai pria berhidungeg, kalau anda melihat ada seseorang yang suka minum minuman keras jangan lantas anda mengecapnya sebagai pemabuk, begitupun sebaliknya, sebab terkadang pandangan dan penampilan seseorang yang diperlihatkan itu penuh dengan tipuan yang kadang kita sendiri tak memiliki pemahaman dan mengetahui apa yang menjadi tujuan dari orang tersebut melakukan hal itu.

salam,

oleh: Agung Widiatmoko

Malang 10 November 2017

bilik sunyi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun