Camus menutup esainya dengan kalimat terkenal:
"Kita harus membayangkan Sisifus bahagia."
Kebebasan dan Pilihan
Penerimaan terhadap absurditas membawa manusia pada kesadaran yang mendalam tentang kebebasan eksistensial. Ketika seseorang menyadari bahwa hidup tidak memiliki makna objektif, ia bebas untuk menentukan nilai dan tujuan hidupnya sendiri. Namun, kebebasan ini tidak mudah, karena menghadirkan tantangan untuk bertanggung jawab penuh atas pilihan-pilihannya.
Camus menolak dua bentuk pelarian dari absurditas:
- Bunuh diri fisik: Mengakhiri hidup dianggap Camus sebagai bentuk menyerah pada absurditas. Ini berarti menolak untuk menghadapi tantangan kehidupan.
- Bunuh diri filosofis: Ini merujuk pada penyerahan diri pada dogma atau kepercayaan yang mengklaim memberikan makna absolut (seperti agama tertentu atau ideologi ekstrem). Menurut Camus, ini sama saja dengan mengingkari kenyataan absurditas.
Sebagai alternatif, Camus menekankan pentingnya hidup dalam pemberontakan yang terus-menerus terhadap absurditas tanpa mencari solusi akhir. Kebebasan sejati ditemukan dalam keberanian untuk tetap hidup, meskipun dunia tidak memberikan jawaban atau tujuan.
Kebebasan juga berarti bahwa manusia memiliki pilihan untuk:
- Menciptakan makna hidupnya sendiri, meskipun sadar bahwa makna itu bersifat sementara dan subyektif.
- Menjalani hidup sepenuhnya dengan menikmati pengalaman, hubungan, dan pencapaian tanpa ilusi tentang keabadian atau kesempurnaan.
Perlawanan sebagai Tindakan Moral
Camus memperluas filsafat absurditasnya ke dalam ranah etika dan tindakan moral melalui konsep rvolte (perlawanan). Dalam bukunya L'Homme Rvolt (1951), ia menjelaskan bahwa perlawanan adalah respons manusia yang paling bermartabat terhadap absurditas dan ketidakadilan. Perlawanan adalah cara untuk menegaskan nilai-nilai manusia dalam dunia yang acuh tak acuh.Â
Meskipun dunia tidak memberikan makna, manusia dapat menciptakan nilai melalui tindakan. Perlawanan adalah bentuk solidaritas. Camus percaya bahwa manusia tidak hidup sendirian dalam absurditas; penderitaan dan harapan adalah pengalaman kolektif. Oleh karena itu, perlawanan sering kali bertujuan untuk membela hak-hak dan martabat orang lain.
Perlawanan bukan hanya tentang kepentingan individu, tetapi juga tentang keberpihakan pada keadilan universal. Misalnya, dalam novel La Peste (1947), dokter Rieux dan warga lainnya berjuang melawan wabah, meskipun mereka tahu bahwa wabah itu mungkin tidak akan sepenuhnya hilang. Upaya mereka adalah bentuk perlawanan terhadap penderitaan kolektif.Â
Camus menentang nihilisme (keyakinan bahwa tidak ada nilai atau makna sama sekali). Bagi Camus, menerima absurditas bukan berarti menyerah pada kekacauan atau kehampaan. Sebaliknya, itu adalah langkah untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
Perlawanan membutuhkan tanggung jawab. Ketika seseorang memutuskan untuk melawan ketidakadilan, ia harus siap menanggung konsekuensi dan tidak menggunakan tindakan tersebut untuk menjustifikasi kekerasan yang tidak perlu.