J. Robert Oppenheimer dan Alan Turing adalah dua tokoh ilmuwan yang berperan penting dalam sejarah dunia, khususnya pada masa Perang Dunia II. Keduanya memiliki kemampuan intelektual yang luar biasa, tetapi juga mengalami nasib tragis akibat konflik politik dan sosial di zamannya. Artikel ini akan membahas perbandingan antara kehidupan kedua ilmuwan tersebut, baik dari segi latar belakang, prestasi, maupun tantangan yang mereka hadapi.
Latar Belakang
Oppenheimer lahir pada tahun 1904 di New York City, Amerika Serikat, dari keluarga keturunan Yahudi Jerman yang kaya. Ia menunjukkan bakat akademis sejak kecil dan belajar di beberapa universitas terkemuka, seperti Harvard, Cambridge, dan Gttingen. Ia menjadi ahli fisika teoretis dan mengajar di University of California, Berkeley dan California Institute of Technology.
Turing lahir pada tahun 1912 di London, Inggris, dari keluarga kelas menengah. Ia juga memiliki kecerdasan tinggi sejak muda dan tertarik pada matematika dan sains. Ia belajar di King's College (University of Cambridge) dan Princeton University. Ia menjadi ahli matematika dan logika, serta perintis ilmu komputer dan kecerdasan buatan.
Prestasi
Oppenheimer dikenal sebagai "Bapak Bom Atom" karena ia menjadi direktur Laboratorium Los Alamos yang bertanggung jawab atas pengembangan senjata nuklir pertama di dunia dalam Proyek Manhattan. Ia memimpin tim ilmuwan yang berhasil melakukan uji coba bom atom pertama di Alamogordo, New Mexico, pada tanggal 16 Juli 1945. Bom atom tersebut kemudian digunakan untuk mengebom Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada bulan Agustus 1945, yang mengakhiri Perang Dunia II.
Turing dikenal sebagai "Bapak Ilmu Komputer" karena ia menciptakan konsep mesin Turing, sebuah model abstrak dari komputer digital modern. Ia juga membuktikan bahwa ada masalah matematika yang tidak dapat diselesaikan oleh algoritma apapun, yang disebut sebagai masalah ketidakputusan (undecidability). Selain itu, ia berjasa dalam memecahkan kode rahasia Jerman yang menggunakan mesin Enigma selama Perang Dunia II. Ia bekerja di Bletchley Park, pusat intelijen Inggris, dan mengembangkan beberapa teknik kriptanalisis yang mempercepat proses dekripsi.
Tantangan
Oppenheimer menghadapi tantangan politik setelah Perang Dunia II berakhir. Ia menjadi korban dari kampanye anti-komunis yang dipimpin oleh Senator Joseph McCarthy. Ia dituduh sebagai mata-mata Soviet karena ia memiliki hubungan dengan beberapa anggota Partai Komunis Amerika Serikat di masa lalunya. Ia juga menentang pengembangan bom hidrogen yang lebih kuat dari bom atom. Akibatnya, ia dicopot dari jabatannya sebagai ketua Komite Penasehat Umum Komisi Energi Atom Amerika Serikat pada tahun 1954 dan dicabut izin keamanannya.
Turing menghadapi tantangan sosial karena ia adalah seorang homoseksual, yang saat itu masih ilegal di Inggris. Pada tahun 1952, ia ditangkap karena melakukan tindakan "tidak senonoh" dengan seorang pria muda. Ia dihukum dengan pilihan antara dipenjara atau menjalani terapi hormon untuk mengurangi hasrat seksualnya. Ia memilih terapi hormon, yang menyebabkan efek samping seperti impotensi dan ginekomastia (pembesaran payudara). Pada tahun 1954, ia ditemukan tewas karena keracunan sianida di rumahnya. Ada dugaan bahwa ia bunuh diri dengan menggigit apel beracun, meskipun ada juga spekulasi bahwa kematiannya adalah kecelakaan atau pembunuhan.
Kesimpulan
Oppenheimer dan Turing adalah dua ilmuwan jenius yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemenangan sekutu dalam Perang Dunia II. Namun, keduanya juga mengalami kesulitan dan diskriminasi akibat pandangan politik dan orientasi seksual mereka yang tidak sesuai dengan norma masyarakat pada saat itu. Kehidupan mereka menunjukkan betapa pentingnya menghargai dan melindungi hak asasi manusia, terutama bagi para ilmuwan yang berusaha mencari kebenaran dan kemajuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H