Penggunaan kata "santri" dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia dapat ditarik sejarahnya ke zaman penyebaran agama Islam di Nusantara. Saat agama Islam tiba di wilayah yang sekarang menjadi Indonesia, banyak dari mereka yang memeluk Islam memutuskan untuk mendalami agama ini di pesantren. Pesantren menjadi lembaga pendidikan yang penting dalam melestarikan dan menyebarkan agama Islam di wilayah ini.
Ketika para pelajar ini memasuki pesantren, mereka akan mengenakan pakaian khusus seperti jubah atau seragam yang mencerminkan komitmen mereka untuk belajar dan mengamalkan ajaran Islam. Maka dari situlah, istilah "santri" mulai digunakan untuk merujuk kepada para pelajar yang memakai pakaian tersebut.
Menurut Nurcholish Madjid atau Cak Nur dalam buku Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999), santri diartikan sebagai kosa-kata dari bahasa Jawa dari kata 'cantrik'. Kata 'cantrik' artinya "orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya'.
Santri dan Politik
Kaum santri adalah kalangan yang sering kali dianggap sebagai kalangan yang sami'na wa ato'na, terhadap sang kiai secara politik menjadi basis kekuatan massa yang cukup potensial. Dalam artian, jika pimpinan atau sang kiai berkata kepada para santri, maka santri pun akan mengikuti anjuran tersebut. Peluang ini jika dimanfaatkan oleh kalangan elit politik dengan mendekati para kiai pondok pesantren, maka secara matematis potensi suara sudah dapat diperhitungkan.
Dalam masa Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 pada 14 Februari 2024 nanti, maka isu ini akan menjadi sinyal positip dikalangan politisi, jika saja ia bisa menangkap pesan tersebut. Santri sebagai kalangan yang cenderung taat pada kiai akan menjadi wilayah yang sangat potensial dalam peta perebutan suara. Sebagai seorang yang tertutup dari hingar bingar politik, maka kalangan santri adalah ladang yang siap untuk dilihat dari berbagai sisi. Bahkan tak sedikit kalangan politisi memandang para santri dan kiai sebagai magnet untuk menarik simpati.Â
Presiden Jokowi pada Pilpres lalu telah membuktikanya dalam hal ini. saat menjelang pemilu, betapa dunia pesantren menjadi objek yang selalu menjadi perhatian oleh banyak kalangan. Alasan memohon restu menjadi pintu penghubung untuk mendekatkan dan membuat citra sang calon yang dekat dengan kalangan dunia pesantren. Kondisi ini mempelihatkan, kecenderungan menarik dukungan para kiai dan tokoh-tokoh pesantren dikalangan para politisi dalam upaya membangun basis dukungan ataupun sekadar legitimasi masih cukup tinggi.
Namun sejatinya, sepak terjang peta politik dikalangan santripun sebenarnya sulit diterjemahkan, namun secara umum, pandangan politik kiai lebih bersifat akomodisionis. Pada posisi tertentu, peran kiai sebenarnya sangat strategis, tetapi bisa juga malah dilematis. Sebagai kiai dalam karangka kehidupan bernegara, maka kiaipun wajib mentaati pemerintah (Ulil Amri). Namun sebagai elit agama, kiai mempunyai kewajiban untuk menegakkan nilai-nilai agama dengan cara amar makruf nahi munkar secara independen. Tapi pada saat yang sama, kiai harus bisa bersikap bijaksana. Sebab, petuah dan pandangan pikiranya akan menjadi menjadi banyak kalangan, terutama kaum santri.
Selain itu, sebagai kalangan elit dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan, sosok kia akan menjadi panutan sekaligus pelindung masyarakat dari tindakan kesewenang-wenangan elit partai yang terlimplementasi lewat tangan pemerintahan. Multi peran seperti inilah yang seringkali menjadikan kiai harus bersikap hati-hati dan bijaksana. Jika tidak hati-hati, maka tidak mustahil bila sebagian masyarakat yang semula senatiasa menggantungkan pandangan politik pada kiai justru akan beralih sikap politiknya. Betapa banyak kasus sudah terjadi yang justru menjadikan kiai dikalangan pesantren justru kehilangan kepercayaan masyarakat yang selama ini menghormatinya. Maka dimasa-masa tahun politik seperti saat inilah sikap para kiai akan mendapat ujian yang sesungguhnya.
*) Oleh: Agus Fatoni, Mahasiswa Pascasarjana IAIN MetroÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H