Ketiga, hukuman mati menurutnya menyalahi harkat kemanusiaan. Membunuh manusia lain, kecuali untuk membela diri atau dalam kondisi pertempuran militer resmi, bukanlah wewenang yang dimiliki oleh manusia karena bukan manusialah yang memberi kehidupan. Menghukum seorang manusia dengan mencabut nyawanya menurut Franz Magnis-Suseno merupakan penghujatan terhadap Yang Memberi Hidup. Keempat, menurut banyak ahli, hukuman mati tidak memberikan efek jera maupun dapat menekan angka kriminalitas.
Franz Magnis menambahkan bahwa bukan berarti sesuatu hal (hukuman mati) yang telah disetujui secara luas oleh orang-orang menjadi hal yang benar dan tidak salah. Hal ini sama tidak benarnya dengan pepatah Latin vox populi vox Dei (suara rakyat adalah suara Tuhan). Suara manusia tidak dapat disamakan dengan suara Tuhan karena tidak ada suara manusia yang tidak bisa keliru. Maka dari itu, meski masalah ini jarang disentuh oleh masyarakat secara umum, bukan berarti membuat hal ini menjadi hal yang legal.
Kesimpulan
Menurut penulis, hukuman mati memanglah sebuah hukuman yang tidak efektif. Bayangkan seseorang telah melakukan suatu korupsi lalu dijatuhi hukuman mati; bukankah dengan membunuh mati seseorang itu, sama halnya dengan membuat dia menjauh dari masalah yang telah ia lakukan? Lebih baik jika pemerintah memiskinkan dia dengan menyita segala aset yang ia punya, lalu membuatnya bekerja keras dalam lembaga masyarakat tanpa dibayar, cukup dipenuhi kebutuhan primernya. Hukuman mati merupakan hukuman yang tidak riil karena bukannya membuat pelaku "menderita" dan bertanggung jawab di dunia nyata, malah mengantarnya ke suatu kondisi yang tidak pasti, jauh dari dunia yang kita pijak ini, yakni kematian. Untuk itulah, pemerintah sudah sepatutnya untuk segera menghapuskan hukuman mati dari perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H