Mohon tunggu...
Agrey patrika abdillah
Agrey patrika abdillah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Biarkan tulisan yang berbicara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Biografi H. Ismail Pahlawan yang Terlupakan dari Tanah Kerinci

21 Oktober 2020   05:00 Diperbarui: 21 Oktober 2020   05:18 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lingkungan Kehidupan H. Ismail

Watak seseorang inheren dengan lingkungan hidupnya, mulai dari keluarga sebagai lingkungan/institusi sosial terkecil hingga masyarakat tempat ia tumbuh dan berkembang. Di samping itu juga dipengaruhi oleh zaman di mana ia hidup dan teknologi yang berkembang pada saat itu. 

Sebagai misal, lingkungan dan zaman memengaruhi watak seseorang dapat dilihat dari kasus Tan Malaka dan M. Hatta, di mana Tan Malaka berasal dari nagari yang jauh dari pusat kota dan latar belakang keluarga yang bisa dikatakan hidup sederhana memiliki watak yang lebih keras dibanding M. Hatta yang berasal dari keluarga berkecukupan dan tak jauh dari pusat kota, yakni Bukittinggi.

Walaupun pernyataan di atas masih terbuka untuk diklarifikasi, setidaknya dapat menggambarkan secara kasar terkait pembentukan watak seseorang. Pun dengan teknologi, Heinrich Koselitz, seorang penulis dan komposer, dan merupakan teman dekat Nietzsche pernah berkomentar tentang gaya penulisan Nietzsche yang berubah setelah ia menggunakan mesin ketik dan komentar ini dibenarkan oleh Nietzsche.

Dua contoh di atas dapat dijadikan perbandingan dalam melihat sosok H. Ismail yang berwatak keras, tak mudah putus asa dan berpegang teguh pada keyakinan Islamnya sebagaimana dapat dilihat dalam perjuangannya yang akan dibahas pada bab berikutnya, tak terlepas dari kondisi lingkungan dan tingkat kecanggihan teknologi dimasanya.

Dusun Pulau Tengah sebagai Tanah Kelahiran

H. Ismail dilahirkan di sebuah dusun kecil di Kerinci bagian hilir (tenggara), tepatnya di Koto Tuo, Dusun Pulau Tengah, Kerinci pada 1840. Di dusun ini terdapat tiga kampung kecil, yakni Koto Tuo, Koto Dian  dan Dusun Baru.

Selain itu, berdasarkan keterangan dari penduduk setempat bahwa dulu pernah ada kampung Koto Putih yang berbatasan dengan dusun yang belakangan dikenal sebagai Koto Telago di sebelah timur Dusun Pulau Tengah.

Berdasarkan geografisnya, bagian utara Dusun Pulau Tengah terletak di kaki Bukit Barisan dan di selatan berbatasan dengan Danau Kerinci. Sedangkan bagian baratnya berbatasan dengan Dusun Lempur Danau dan di sebelah timur dengan Dusun Benik dan Jujun.

Tidak jauh di sebelah barat Dusun Baru ( 100 meter) mengalir Batang Pulau Tengah atau yang dikenal oleh penduduk sebagai Sungai Buai menjadi sungai yang berperan besar untuk pengairan sawah dan kebutuhan penduduk dusun itu. Masih di daerah itu, Sungai Buai tersebut menganak menjadi dua tepat di perbatasan antara Koto Tuo dan Koto Dian, dan bermuara di Danau Kerinci.

Di daerah inilah H. Ismail lahir dan tumbuh dewasa tanpa pernah meninggalkannya hingga tahun 1875, saat ia berusia 35 tahun, yakni saat ia memutuskan meninggalkan kampung halaman untuk mendalami agama Islam di Kedah yang akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.

Daerah dengan masyarakat yang seluruhnya memeluk keyakinan Islam ini--bahkan terkesan sangat fanatik--sudah lama memiliki tradisi untuk mempelajari agama ke daerah lain, namun demikian sebagai muara pembelajarannya ialah tanah Arab yang merupakan pusat ajaran Islam, begitu pula yang dilakukan oleh H. Ismail.

Karena kefanatikannya pada Islam, kelak dalam masa perang, masyarakat Kerinci bahkan mengharamkan untuk menggunakan senjata hasil rampasan perang, seperti yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.

Bukti ketaatan masyarakat Kerinci terhadap Islam dapat ditemui saat ini dengan adanya beberapa masjid tua yang dibangun sebelum abad ke-20--saat masuknya bangsa asing ke daerah Kerinci. Pun di Dusun Pulau Tengah terdapat sebuah masjid tua yang didirikan pada 1780. 

Pembangunan masjid ini dilakukan dengan baringkea oleh penduduk setempat yang menurut laporan van Aken pada tahun 1913 berjumlah sekitar 1.500 orang--yang saat ini bertambah menjadi 6.000 orang.

Dari data tersebut dapat diperkirakan penduduk Dusun Pulau Tengah saat pendirian Masjid Tua (sekarang dikenal sebagai Masjid Keramat) masih kurang dari 1.000 orang. Walaupun setiap dusun di Kerinci memiliki masjid sebagai tempat belajar agama, namun yang tertua adalah Masjid Keramat di Koto Tuo Dusun Pulau Tengah ini.

Sejak didirikannya Masjid Keramat, penduduk dari dusun-dusun Kerinci lainnya, bahkan daerah-daerah yang bertetangga dengan Kerinci seperti Bangko, memilih untuk belajar agama Islam ke sana. Dengan begitu, Dusun Pulau Tengah menjadi pusat belajar agama Islam yang ternama di masa itu.

Latar Belakang Pendidikan

Tidak banyak yang dapat ditulis tentang riwayat pendidikan H. Ismail ini karena sumber tertulis maupun lisan tidak menjelaskannya dengan rinci dan jelas.

Setidaknya dalam pembahasan ini dapat dijelaskan riwayat pendidikannya secara singkat dan hanya sebagai penggambaran umum untuk memahami salah satu aspek yang memengaruhi tokoh, yang tentunya terfokus pada pendidikan agama Islam yang pada umumnya ditempuh oleh masyarakat Kerinci pada masa sebelum adanya pendidikan Barat.

H. Ismail sama seperti anak-anak lainnya, ia memulai pendidikannya di surau di Dusun Pulau Tengah, tepatnya di Koto Tuo. Di sinilah ia mendapatkan pemahaman Islam setelah sebelumnya ia mendapatkannya dari lingkungan keluarga.

Setelah menyelesaikan pendidikan di surau, ia dipercaya untuk mengajar anak-anak yang juga belajar di surau tersebut hingga akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Dusun Pulau Tengah.

Seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, ia tak pernah meninggalkan tanah kelahirannya hingga ia berusia 35 tahun, yakni saat ia hijrah ke Kedah. Setelah itu ia kembali ke Dusun Pulau tengah dan mendirikan surau di dekat rumahnya di Koto Tuo.

Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Kerinci umumnya, perjalanan ke daerah di seberang lautan dilakukan pada umumnya hanya bertujuan untuk menunaikan ibadah haji, sangat sukar ditemukan orang yang pergi dengan tujuan lain.

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh H. Ismail yang belajar di Kedah dan kemudian langsung kembali ke Dusun Pulau Tengah adalah hal yang jarang dilakukan oleh penduduk Kerinci di masa itu.

Tak lama setelah ia mendirikan surau dan melahirkan beberapa tokoh yang bisa menggantikannya sebagai guru mengaji, ia pun memutuskan untuk melanjutkan mendalami pengetahuan Islamnya ke tanah Arab, pada saat itu pula ia menunaikan ibadah haji.

Dengan menempuh pendidikan Islam sejak masa kecil hingga dewasa dan dilanjutkan dengan belajar di daerah lain, tidak heran apabila H. Ismail menjadi tokoh ulama besar yang kesohor dan dipercaya untuk memimpin rakyat dalam melawan pasukan kolonial Belanda yang mereka sebut sebagai bangsa kafir di kemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun